Syekh Siti Jenar banyak mengajarkan aspek spiritual ajaran Islam; suatu aspek yang belakangan ini seolah ditenggelamkan oleh haru biru formalisasi dan politisasi Islam. Penerapan Syariat sejatinya harus berpadu padan dengan penghayatan unsur-unsur spiritual Islam yang menjadi akar dan prinsipnya. Islam merupakan ajaran agama yang sangat menekankan aspek ini, sedemikian rupa sehingga tidak ada tempat bagi mereka yang hanya ingin memamerkan aspek formal-lahiriah Islam tetapi pada saat yang sama melalaikan aspek spiritual-batinnya.
Bagian terpenting dari aspek spiritual Islam adalah pemahaman yang utuh dan menyeluruh tentang Allah, yang secara terminologis disebut dengan Makrifat. Siapa saja yang mempelajari makrifat ini akan juga menyadari bahwa segala sesuatu hanyalah manifestasi asma dan sifat-Nya. Para ahli makrifat percaya bahwa tidak ada sesuatu apapun yang tidak berasal dari-Nya, sehingga di sinilah seorang hamba akan merasakan betapa agung dan luas kehadiran-Nya.
Makrifat yang demikian ini tentu akan melahirkan suatu visi batin, atau dalam istilah Syekh Siti Jenar “mata batin” yang mampu menguak tabir-tabir ilusi yang kerap menutupi kebenaran. Dengan mata itu, seorang hamba akan berhasil menembus dan menukik inti hakikat yang terdalam. Seperti Syekh Siti Jenar, hamba itu pun akan menemukan bahwa mazhab-mazhab dalam Islam ini justru kerap menyesatkan, memisahkan manusia dari Allah. Bahkan, seperti kata Sang Syekh sendiri, mazhab-mazhab itu kerap menjadi berhala, yang di hadapannya darah saudara-saudara seiman disembelih sebagai tumbal.
Syekh Siti Jenar lantas mengingatkan bahwa seperti dahulu orang-orang musyrik membuat berhala-berhala dari pahatan batu, kini sebagian orang yang mengaku sebagai Muslim membuat mazhab-mazhab layaknya berhala dan patung yang dibuat dari tumpukan dalil berdasar tafsiran akal pikiran. Berhala-berhala dan patung-patung bernama mazhab ini kemudian dipuja, diagungkan, disembah dan disekutukan dengan Allah. Visi Syekh Siti Jenar ini sungguh menerawang jauh, seakan menyaksikan pemandangan dan fenomena yang kini tampak nyata di hadapan kita semua.
Lalu Sang Syekh berdoa demikian:
“O Engkau Yang Maha Menyesatkan! O Engkau Yang Maha Menghinakan (Al-Mudzill)! O Engkau Yang Maha Pemberi Bahaya! O, Engkau, Yang Mahaperkasa! O, Engkau, Tuannya Iblis! O, Engkau Yang Maha Memelihara!
Sungguh, Engkau telah menganugerahi hamba kemuliaan sehingga hamba bisa menyaksikan dengan mata batin keberadaan mezbah-mezbah baru untuk korban sembelihan yang dibangun saudara-saudara hamba seiman. Engkau telah menjadikan hamba sebagai saksi tentang Keberadaan mezbah-mezbah baru yang dibangun saudara-saudara hamba seiman.
Engkau mencelikkan penglihatan batin hamba untuk menyaksikan bagaimana saudara-saudara hamba seiman tidak membuat mezbah dari tumpukan batu yang dipahat, tetapi membangunnya dari tumpukan dalil berdasar tafsiran akal pikiran yang mereka sebut madzhab. Madzhab. Madzhab. Seribu kali madzhab.
Ya, madzhab yang mereka bangun dengan kemegahan dan mereka jelmakan menjadi mezbah persembahan baru tempat korban sembelihan dipersembahkan.
Di atas mezbah-mezbah baru itulah umat-Mu, yang menyebut diri kaum yang pasrah (qaum al-muslimin), menyembelih saudara-saudaranya seiman, dengan harapan mendapat berkah dan ridho-Mu.”
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email