Oleh: HM Ali Musyafak
Jangan mikirin uang Rp 2,3 triliun yang dirampok pejabat dan anggota dewan melalui proyek e-KTP. Itu tidak ada hubungannya dengan agama.
Jika para koruptor itu meninggal, kamu wajib mensholatkannya. Wajib mendoakan mereka masuk surga. Wajib memuji-muji kebaikannya. Sebab maling-maling itu seiman denganmu.
Jangan mikirin uang Rp 12 triliun APBD DKI yang diselamatkan Ahok dari proyek siluman. Sebab menyelamatkan uang rakyat bukan bagian dari ibadah. Sebab menjaga amanah tidak dihitung sebagai kebaikan.
Jangan berfikir tentang rakyat yang berbondong-bondong mendatangi Balai Kota untuk mengadukan masalahnya kepada Gubernur.
Sebab Gubernur yang mau mendengarkan keluhan rakyat kecil, adalah Gubernur yang tidak islami. Pemimpin yang syari mengajarkan rakyatnya sabar atas ujian. Sabar menghadapi kemiskinan.
Jangan berfikir pasukan oranye yang bekerja gila-gilaan menghalau banjir. Sebab banjir adalah bencana dari Tuhan. Tirulah Aher Gubernur Jawa Barat. Dia tawadhu, imannya tebal. Jika banjir datang, dia menerima ujian dengan ikhlas. Banyak doa.
Kalau Gubernurnya saja sabar, masa rakyatnya gak?
Jangan mikirin tempat bermain anak yang kini dibangun di berbagai pelosok Jakarta. Sebab anak-anak beragama Islam tidak butuh bermain. Kebanyakan bermain akan menjauhkan mereka dari agama.
Jangan mikirin fasilitas KJP agar semua anak Jakarta bisa sekolah. Sebab sekolah sering membawa orang lebih cerdas. Dan semakin cerdas, semakin besar juga peluang mereka mempertanyakan doktrin. Tidak bisa lagi dijejalkan cerita neraka-surga sembarangan.
Jangan berfikir tentang subsidi pangan hingga pemegang kartu KJP bisa membeli telur Rp 9 ribu sekilo dan daging Rp 35 ribu sekilo. Itu cuma makanan jasmani. Makanan rohani jauh lebih penting.
Jangan mikirin biaya kesehatan warga yang semakin murah. Atau biaya rumah sakit yang ditanggung Pemda DKI. Yang harus diajarkan adalah keikhlasan. Sakit adalah ujian Allah. Manusia harus ikhlas menerima ujian tersebut. Tidak perlu usaha keras menyembuhkan. Jika Allah sudah takdirkan sakit, buat apa ajari rakyat melawan takdir?
Jangan mikirin sungai-sungai ibukota yang bersih. Sebab meskipun lingkungan kotor, yang penting bersih hatinya. Sampah boleh saja menumpuk, yang penting bathin rakyat harus tetap bersih.
Jangan berfikir tentang pembangunan MRT atau monorail. Sebentar lagi akan beroperasi di Jakarta. Itu hanya untuk orang-orang yang sibuk dengan dunia saja. Sementara umat beragama hidup untuk akhirat. Jangan tertipu dengan kemewahan dunia.
Jangan berfikir tentang masjid raya Jakarta yang dibangun Ahok. Atau mesjid di Balaikota. Atau penyelesaian status tanah situs Mbah Priok. Atau program umroh para marbot dan guru agama.
Itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam. Sebab Ahok bukanlah beragama Islam. Kebaikan apapun yang dibuat untuk umat dan agama ini, nilainya tetap nol.
Sudahlah. Tugas rakyat adalah menerima takdir yang telah digariskan Allah. Miskin ya, miskin. Jangan ajari mereka mengubah takdirnya. Jangan ajari mereka kritis menjaga APBD. Jangan ajari mereka sekolah yang baik. Itu berbahaya bagi keimanannya.
Biarkan para pejabat dan tokoh agama yang menikmati mobil Rubicon atau Alphard. Yang menikmati kekayaan negara. Itulah takdir yang disudah digariskan.
Siapa yang bermaksud mengubah takdirnya dia termasuk sesat, kafir, syiah, liberal. Jika mati, jenazahnya gak perlu disholati.
Nanti ikutilah program sholat subuh berjamaah. Setelah itu ada tausiyah jangan memilih Ahok.
Agar takdir rakyat tidak berubah. Agar yang miskin, sakit dan susah, bisa menerima cobaan dengan ikhlas…
(Gerilya-Politik/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email