Pesan Rahbar

Home » , » Pesan Luhur Tradisi Nyadran: Pada Hakikatnya Semua Manusia Setara

Pesan Luhur Tradisi Nyadran: Pada Hakikatnya Semua Manusia Setara

Written By Unknown on Saturday, 20 May 2017 | 00:30:00


Menjelang kedatangan bulan Ramadan, masyarakat yang tinggal di Jawa Tengah tak lupa berziarah ke makam leluhur. Tradisi ini disebut dengan sadranan atau nyadran. Istilah “Sadran” atau “Nyadran” berasal dari Bahasa Sansekerta sraddha yang artinya keyakinan.

Selain itu Nyadran juga berawal dari kata kerja dalam Bahasa Jawa, (Sadran = Ruwah, Syakban) yang juga dimaknai dengan Sudra (orang awam). Menyudra berarti berkumpul dengan orang awam yang mengingatkan kita akan hakikat bahwa manusia pada dasarnya sama atau setara.

Di sisi lain juga ada yang mengatakan bahwa Nyadran berasal dari kata Sodrun yang berarti Dada atau Hati. Adapun perubahan pengucapannya mungkin dikarenakan lidah masyarakat setempat yang umumnya orang Jawa sehingga istilah-istilah tersebut berubah menjadi “Nyadran”.

Tradisi membersihkan makam leluhur ini biasanya dilaksanakan setiap hari ke-10 bulan Rajab atau tanggal 15, 20, dan 23 Ruwah atau Sya’ban.


Dalam ziarah kubur, biasanya peziarah membawa bunga telasih. Bunga telasih melambangkan kedekatan hubungan antara peziarah dengan arwah yang diziarahi. Kemudian usai berdoa, peziarah menggelar kenduri atau makan bersama di sepanjang jalan yang telah digelari tikar dan daun pisang. Makanan yang dibawa harus berupa makanan tradisional, seperti apem, ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk rempah, perkedel, tempe dan tahu bacem, dan lain sebagainya.

Salah satu daerah yang masih mempertahankan tradisi ini adalah Boyolali, tepatnya di wilayah Cepogo. Di sini, Sadranan dilangsungkan dengan meriah. Semua masyarakat tanpa terkecuali menyelenggarakan semacam open house dan menjamu siapapun yang bertandang ke rumahnya. Mereka yang hadir tidak hanya datang dari desa setempat. Beberapa di antaranya bahkan datang dari luar daerah menggunakan mobil angkutan seperti pick up dan truk, mobil pribadi, hingga kendaraan bermotor.

Bak pesta besar, para peziarah berduyun-duyun datang sembari membawa tenong berisi bermacam makanan. Tradisi Sadranan diawali dengan bergotong-royong membersihkan makam (besik) dan berdoa untuk para leluhur yang telah meninggal, serta sebagai ajang silaturahmi dengan keluarga besar.

(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: