Presiden Amerika Serikat Donald Trump berpidato di hadapan para pemimpin negara Muslim, yang juga dihadiri Presiden RI Joko Widodo, dalam pertemuan Arab Islamic American Summit di Riyadh Arab Saudi, Minggu (21/5/2017). Dalam pidatonya, Trump mendesak para pemimpin Muslim untuk “membersihkan” kelompok ekstremis dari negara mereka masing-masing.
Seperti dilansir The New York Times, Minggu (21/5/2017) Trump juga menolak gagasan bahwa “pertempuran” yang saat ini digalakkannya sebagai perang antar agama-agama, tapi merupakan pertempuran antara yang baik dan yang jahat.
Pidato Trump di hadapan para pemimpin negara Muslim, sejatinya bertolak belakang dengan pernyataan-pernyataannya selama ini yang menganggap bahwa “Islam membenci kita (Amerika)”. Selama kampanye dalam pencalonan presidennya Trump selalu menekankan bahwa Islam adalah “kelompok” yang berbahaya. Bahkan Trump pernah mengusulkan larangan terhadap semua Muslim untuk memasuki Amerika.
Tentu saja, Trump sebagai pemimpin negara besar di dunia harus mampu memposisikan dirinya. Lebih-lebih, dia berpidato dihadapan puluhan pemimpin Muslim di ibukota Arab Saudi, negara dimana terletak dua kota suci umat Islam seluruh dunia. Tentu saja Trump tidak mau terlihat konyol dalam mengeluarkan pernyataan-pernyataannya.
Pidato Trump, bisa jadi diartikan sebagai upaya menata ulang kebijakan-kebijakan Donald Trump yang selama ini lebih ketat terhadap Muslim dan negara-negara Islam.
“Ini bukan pertempuran antara agama yang berbeda, sekte yang berbeda atau peradaban yang berbeda,” kata Trump. “Ini adalah pertempuran antara penjahat barbar yang berusaha melenyapkan kehidupan manusia dengan orang-orang baik, semua atas nama agama. Orang (pasti) ingin melindungi kehidupan dan agamanya. Ini adalah pertempuran antara yang baik dan yang jahat,” tegas Trump.
“Negara-negara Timur Tengah harus memutuskan masa depan mereka, apa yang mereka inginkan untuk diri mereka sendiri, untuk negara mereka dan, terus terang, untuk keluarga mereka dan anak-anak mereka,” kata Trump.
Trump juga menyarankan agar negara-negara Timur Tengah “mengusir” kelompok-kelompok ekstremis. Seperti yang dia katakan, “Keluarkan mereka,” katanya. “Keluarkan mereka dari tempat ibadah Anda. Keluarkan mereka dari komunitas Anda. Keluarkan mereka dari Tanah Suci Anda. Dan mengusir mereka keluar dari bumi ini.”
“Kami di sini bukan untuk memberi kuliah,” kata Trump. “Kami di sini bukan untuk memberi tahu orang lain bagaimana cara hidup, apa yang harus dilakukan, atau mengenai cara beribadah. Kami hadir untuk menawarkan kemitraan, berdasarkan pada kepentingan dan nilai-nilai bersama, untuk mengejar masa depan yang lebih baik bagi kita semua,” papar Trump.
Dalam beberapa hari ini, para pembantu Trump memang menyarankan agar Trump meninggalkan bahasa-bahasa mengenai Islam yang kerap dia lontarkan dalam kampanye dulu. Penasihat Keamanan Nasional Presiden Letnan Jenderal H.R. McMaster, adalah salah seorang yang telah mendorong Trump untuk berhenti menggunakan istilah “terorisme” dan “Islam radikal”.
“Presiden akan menyebut (istilah) apa pun yang dia inginkan,” kata McMaster dalam sebuah wawancara dengan “This Week” di ABC News. “Tapi saya pikir penting bahwa, apapun (istilah) yang kita sebutkan, kita menyadari bahwa ini bukan (perang) antara orang-orang beragama, dan sebenarnya musuh dari semua peradaban, yang ingin mereka (para ekstremis) lakukan adalah menyembunyikan perilaku kriminal mereka berdasarkan gagasan palsu. ‘Perang agama’.”
Tapi Trump tampaknya telah berubah, dan mau untuk tidak lagi menggunakan istilah-istilah teroris Islam atau Islam radikal dalam pidatonya. Padahal dulu, saat kampanye presiden AS, dia menolak untuk tidak menggunakan istilah-istilah tersebut. Dia bahkan ketika itu mengatakan, “Siapapun yang tidak dapat menyebutkan nama musuh kita tidak layak untuk memimpin negara ini.” Pernyataan yang diarahkan kepada teroris Islam. Trump bahkan menggunakan lagi istilah teroris Islam dalam pengukuhannya sebagai Presiden AS pada Januari 2017 lalu, dan masih beberapa kali menggunakannya dalam sejumlah pidato di Kongres AS.
Tapi pandangan Trump terhadap Islam sekarang telah berubah. Apakah karena ingin menarik perhatian negara-negara Muslim? Atau karena terpengaruh situasi politik internal AS yang belakangan membuat Trump sangat tidak nyaman dengan munculnya wacana impeachment. Tidak “memancing” banyak lawan agaknya menjadi upaya strategis yang dilakukan Trump saat ini, untuk mempertahankan kekuasaannya di AS.
Tapi menurut McMaster, Trump dalam beberapa waktu ini telah mendengarkan para pemimpin Muslim yang ditemuinya sejak menjadi presiden dan Trump memahami pandangan mereka dengan lebih baik. “Dia belajar,” kata Master.
Trump pernah menandatangani perintah eksekutif untuk melarang pengunjung dari beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, meskipun akhirnya perintah tersebut diblokir oleh pengadilan.
Dugaan lain, yang membuat Trump tak lagi bersikap keras terhadap Islam adalah karena mundurnya sejumlah penasihat yang selama ini menganjurkan agar Trump menggunakan istilah “ancaman Islam”. Mereka di antaranya Michael T. Flynn yang dipecat dari penasihat keamanan nasional karena skandal komunilasi ilegal dengan Rusia, Stephen K. Bannon, kepala strategi presiden dan Sebastian Gorka, pembantu Gedung Putih yang menurut infomasi mulai melemah pengaruhnya.
Pemerintah Trump dan Arab Saudi mengumumkan pada Minggu kemarin untuk membentuk Pusat Penargetan Pembiayaan Teroris (Terrorist Financing Targeting Center) lembaga gabungan untuk memformalkan kerja sama jangka panjang dan mencari cara baru untuk memotong sumber keuangan kelompok radikal.
Meski Donald Trump punya catatan buruk dengan pandanganya terhadap Islam, namun kedatangannya disambut antusias oleh para pemimpin Arab. Hal ini juga yang membuat Trump sedikit senang, karena saat ini di negaranya Trump sedang dirundung berbagai skandal yang mengancam pemerintahannya.
Para pemimpin Arab sebelumnya memandang buruk pemerintahan Barrack Obama selama delapan tahun lalu, mereka mengeluh bahwa dia (Obama) memarahi mereka (para pemimpin Arab) tanpa mengambil peran kepemimpinan yang cukup di wilayah Arab.
Kepada para pemimpin Arab, Trump juga menunjukkan teguran tegas terhadap Iran, sesuatu yang berbeda dengan pemerintahan Obama yang menyebabkan hubungan AS dan Saudi dingin beberapa tahun lalu.
Trump, yang telah menyerukan untuk mencabut kesepakatan nuklir dengan Iran, meminta semua negara untuk bekerja sama mengisolasi Teheran sampai rezim tersebut bersedia menjadi mitra untuk perdamaian.
“Berdoalah untuk orang-orang Iran agar memiliki pemerintahan adil dan benar yang sangat layak mereka dapatkan,” kata Trump.
(The-New-York-Times/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email