Pesan Rahbar

Home » » Bukti Al-Mahdi Adalah Khalifah Nabi Saw Yang Terakhir

Bukti Al-Mahdi Adalah Khalifah Nabi Saw Yang Terakhir

Written By Unknown on Friday, 14 July 2017 | 09:45:00


Al-Mahdi as adalah Khalifah Nabi saw yang Terakhir

Mahdiyy artinya orang yang ditunjuki. Imam Mahdi adalah pemimpin (yang dianggap suci) yang akan datang ke dunia apabila hari kiamat hampir tiba. [Kamus Besar Bahasa Indonesia]

Al-Mahdi dari bahasa Arab (الْمَهدِيُّ) yang berarti orang yang ditunjuki. Mengapa dia dijuluki demikian? Imam Ja‘far Al-Shâdiq as telah ditanya, “Mengapakah dia dijuluki Al-Mahdi (orang yang ditunjuki)?” Beliau menjawab, “Karena dia itu ditunjuki Allah kepada rahasia-Nya.” Dan Al-Mahdi itu adalah julukan bagi khalîfah Nabi saw yang kedua belas.

Imam Al-Mahdi as dilahirkan pada bulan Sya‘bân, tepatnya pada malam nishfu Sya‘bân (malam ke-15) tahun 255. Beliau masih hidup sampai saat ini dalam keghaiban. Kita wajib beriman kepada kekuasaan Allah ‘azza wa jalla, dan sungguh Dia maha kuasa atas segala sesuatu.


Imam Mahdi as dalam Al-Quran

Di dalam Al-Quran ada beberapa ayat yang berkenaan dengan Imam Al-Mahdi as yang ditunggu-tunggu.

يُرِيْدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَ اللهُ مُتِمُّ نُوْرِهِ وَ لَوْ كَرِهُ الْكَافِرُونَ

Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka sedangkan Allah tidak menghendakinya selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun kaum yang ingkar tidak suka.


هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَ دِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَ لَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Dia yang telah mengutus Rasûl-Nya dengan membawa petunjuk dan ajaran yang benar untuk dimenangkan-Nya atas seluruh ajaran sekalipun manusia-manusia yang musyrik tidak suka.


هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَ دِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَ كَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا

Dia yang telah mengutus Rasûl-Nya dengan membawa petunjuk dan ajaran yang benar untuk dimenangkan-Nya atas ajaran seluruhnya dan cukup Allah sebagai saksi.


Imam Ja‘far Al-Shâdiq as mengatakan bahwa kemenangan Islam hingga menguasai dunia sebagaimana yang disebutkan pada beberapa ayat tersebut di atas adalah pada zaman Imam Al-Mahdi.

Menurut Al-Sudi (seorang ulama dari kalangan umum) bahwa kemenangan Islam atas ajaran seluruhnya itu ialah pada masa Al-Mahdi.


Imam Mahdi dalam Al-Sunnah 

Cukup banyak sunnah-sunnah Rasûlullah saw tentang Imam Al-Mahdi as yang antara lain tentang namanya dan nama kunyah -nya, tentang julukan dan gelarannya, tentang sifat-sifatnya, tentang khilâfah serta imâmah -nya, dan tentang ghaibah dan zhuhur -nya (kemunculannya).

Dan sabahat-sahabat Nabi saw yang meriwayatkan hadîts-hadîts yang berkenaan dengan Al-Mahdi yang antara lain Imam ‘Ali, Ibnu ‘Abbâs, Ibnu Mas‘ûd, Ibnu ‘Umar, Abû Hurairah, Thalhah, Abû Sa‘îd Al-Khudri dan Ummu Salamah.


Nama dan Nasabnya

رُوِيَ بِسَنَدِهِ عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَةٍ عَنْ زِرٍّ عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي

Telah diriwayatkan dengan jalan ceritanya dari ‘Âshim bin Bahdalah, dari Zirrin dari ‘Abdullâh dia berkata: Rasûlullâh saw berkata, “Dunia ini tidak akan lenyap sehingga seorang lelaki dari Ahlulbaitku yang namanya sama denganku menguasai bangsa ‘Arab.”

Situasi dunia sangat tergantung dengan kawasan ‘Arab, maka jika ‘Arab kacau dunia akan kacau, dan jika ‘Arab aman, maka dunia akan aman. Oleh karena itu pada hadîts di atas, untuk menguasai dunia cukup diungkapkan dengan menguasai Jazîrah ‘Arab.


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لاَ تَقُومُ السَّعَةُ حَتَّى يَلِيَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي

Rasûlullâh saw berkata, “Tidak akan terjadi saat (kiamat) sehingga berkuasa seorang lelaki dari Ahlulbaitku yang namanya sama dengan namaku.”


عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : لاَ تَقُومُ السَّعَةُ حَتَّى تَمْلأُ الأَرْضَ ظُلْمًا وَ جَوْرًا وَ عُدْوَانًا, ثُمَّ يَخْرُجُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي مَنْ يَمْلأُهَا قِسْطًا وَ عَدْلاً كَمَا مُلٍئَتْ ظُلْمًا وَ عُدْوَانًا

Dari Abû Sa‘îd Al-Khudri berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Tidak akan tegak saat kiamat sehingga bumi penuh kezaliman, ketidakadilan dan permusuhan, kemudian akan keluar dari Ahlulbaitku orang yang memenuhinya dengan kebenaran dan keadilan sebagaimana ia telah diliputi kezaliman dan permusuhan.”


عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يَوْمٌ وَاحِدٌ لَطَوَّلَ اللهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَبْعَثَ رَجُلاً مِنْ وَلَدِي اسْمُهُ كَاسْمِي. فَقَالَ سَلْمَانُ : مِنْ أَيِّ وَلَدِكَ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ: مِنْ وَلَدِي هَذَا وَ ضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى الْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ

Dari Abû Hudzaifah bahwa Nabi saw berkata, “Seandainya usia dunia ini tinggal sehari lagi, niscaya Allah akan memperpanjang hari itu sampai Dia membangkitkan seorang lelaki dari keturunanku yang namanya seperti namaku.” Salmân bertanya, “Dari keturunan putramu yang manakah wahai Rasûlullâh?” Beliau menjawab. “Dari keturunan anakku ini.” Sambil dia menepukkan tangannya kepada Al-Husain as.


عَنْ أَبِي أَيُّوبٍ الأَنْصَارِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ لِفَاطِمَةَ سَلاَمُ اللهِ عَلَيْهَا : نَبِيُّنَا خَيْرُ الأَنْبِيَاءِ وَ هُو أَبُوكِ, وَ شَهِيْدُنَا خَيْرُ الشُّهَدَاءِ وَ هُوَ عَمُّ أَبِيْكِ حَمْزَةُ, وَ مِنَّا مَنْ لَهُ جَنَاحَانِ يَطِيْرُ بِهِمَا فِي الْجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَ وَ هُوَ ابْنُ عَمِّ أَبِيْكِ جَعْفَرٌ, وَ مِنَّا سِبْطَا هَذِهِ الأُمَّةِ الْحَسَنُ وَ الْحُسَيْنُ وَ هُمَا ابْنَاكِ, وَ مِنَّا الْمَهْديُّ

Dari Abû Ayyûb Al-Anshâri berkata: Rasûlullâh saw berkata kepada Fâthimah salâmullâhi ‘alaihâ, “Nabi kita adalah sebaik-baik nabi dan dia adalah ayahmu, syahîd kita sebaik-baik syuhadâ` dan dia adalah paman ayahmu Hamzah, dari kita ada orang yang mempunyai dua sayap; dengannya dia terbang di dalam surga menurut yang dia kehendaki dan dia putra paman ayahmu Ja‘far, dari kita dua sibth (manusia pilihan Allah) bagi ummat ini; Al-Hasan dan Al-Husain dan mereka berdua adalah anakmu, dan dari kita Al-Mahdi.”


‘Îsâ as Turun setelah Imam Al-Mahdi as Muncul 

Secara implisit di dalam Shahîh Al-Bukhâri dan yang dalam kitab yang lainnya disebutkan bahwa ‘Îsâ Al-Masîh as akan turun setelah Imam Al-Mahdi as datang.

عَنْ نَافِعٍ مَوْلَى لأَبِي قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ : إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ وَ إِمَامُكُمْ مِنْكُمْ

Dari Nâfi‘ maulâ Abû Qatâdah Al-Anshâri: Sesungguhnya Abû Hurairah telah berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Bagaimanakah kalian apabila telah turun putra Maryam pada kalian sedang imam kalian dari kalian?”


عَنْ جَابِرٍ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُولُ : لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَيَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُولٌ أَمِيْرُهُمْ : تَعَالَ صَلِّ فَيَقُولُ : لاَ إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أَمِيْرٌ لِيُكْرِمَ اللهُ هَذِهِ الأُمَّةِ

Dari Jâbir bahwa dia telah mendengar Nabi saw berkata, “Senantiasa segolongan dari ummatku berperang di atas kebenaran, mereka menang hingga hari kiamat tiba, lalu turunlah ‘Îsâ putra Maryam, kemudian berkatalah pemimpin mereka (Imam Mahdi as), 'Marilah engkau shalat (sebagai imam bagi kami).' Maka dia (Al-Masîh as) berkata, 'Tidak, sesungguhnya sebagian kalian (Al-Mahdi as) pemimpin atas sebagian supaya Allah muliakan ummat ini.'”


وَ أَخْرَجَ الطَّبْرَانِيُّ مَرْفُوْعًا يَلْتَفِتُ الْمَهْدِيُّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَ قَدْ نَزَلَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَأَنَّمَا يَقْطُرُ مِنْ شَعْرِهِ الْمَاءُ, فَيَقُولُ الْمَهْدِيُّ عَلَيهِ السَّلاَمُ : تَقَدَّمْ فَصَلِّ بِالنَّاسِ, فَيَقُولُ : إِنَّمَا أُقِيْمَتِ الصَّلاَةُ لَكَ, فَيُصَلِّي خَلْفَ رَجُلٍ مِنْ وَلَدِي

Al-Thabrâni telah meriwayatkan secara marfû‘ (sanadnya terangkat hingga Rasûlullâh saw bahwa Rasûlullâh berkata), “Ketika ‘Îsâ bin Maryam turun, Al-Mahdi akan memperhatikan (beliau) seolah air menetes dari rambutnya, kemudian Al-Mahdi akan mengatakan kepadanya, 'Silakan engkau ke depan (sebagai imam shalat) bagi manusia.' ‘Îsâ as berkata, "Shalat telah di-iqâmah-kan untukmu.' Lalu dia shalat di belakang seorang lelaki dari anakku (keturunanku).”


Dalil-dalil tentang Al-Mahdi as antara lain terdapat dalam kitab-kitab berikut: Sunan Al-Tirmidzi 1/36; Sunan Abî Dâwud dalam Kitâbul Mahdiyy; Musnad Al-Imâm Ahmad bin Hanbal 1/99, 376-377, 430 dan 448, 3/17, 28, 98, 99, 317, 345, 367dan 384; 2/336; Sunan Ibni Mâjah dalam Abwâbul Jihâd dan Abwâbul Fitan; Al-Mustadrak ‘alâ Al-Shahîhain 4/460. 463, 502, 514, 554, 557 dan 558; Majma‘ Al-Zawâ`id 7/314-317; Kanz Al-‘Ummal 7/189, 200-264; Shahîh Muslim dalam Kitâbul Fitan; Hilyah Al-Auliyâ` 3/184; Usud Al-Ghâbah 1/519.


Imâmah dan Keghaibannya 

رُوِيَ بِسَنَدِهِ يَنْتَهِي إِلَى الإِمَامِ الْبَاقِرِ ع أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيَّ يَقُولُ : دَخَلْتُ عَلَى فَاطِمَةَ ع وَ بَيْنَ يَدَيْهَا لَوْحٌ فِيهِ أَسْمَاءُ الْأَوْصِيَاءِ مِنْ وُلْدِهَا فَعَدَدْتُ اثْنَيْ عَشَرَ آخِرُهُمُ الْقَائِمُ ع ثَلَاثَةٌ مِنْهُمْ مُحَمَّدٌ وَ أَرْبَعَةٌٌ مِنْهُمْ عَلِيٌّ

Diriwayatkan yang sanadnya sampai ke Al-Imâm Al-Bâqir as bahwa dia mendengar Jâbir bin ‘Abdullâh Al-Anshâri (sahabat Rasûlullâh saw) berkata, “Saya datang ke Fâthimah Al-Zahrâ` as dan di hadapannya ada sebuah papan yang padanya terdapat nama-nama washi (penerima wasiat yang melanjutkan kepemimpinan Islam setelah Rasûl), lalu saya hitung semuanya ada dua belas nama, dan yang terakhir adalah Al-Qâ`im (julukan lain bagi Al-Mahdi as), tiga orang dari mereka bernama Muhammad dan empat orang dari mereka bernama ‘Ali---shalawâtullâh ‘alaihim ajma‘in .”


عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ص : الْمَهْدِيُّ مِنْ وُلْدِي اسْمُهُ اسْمِي وَ كُنْيَتُهُ كُنْيَتِي أَشْبَهُ النَّاسِ بِي خَلْقًا وَ خُلُقًا تَكُونُ بِهِ غَيْبَةٌ وَ حَيْرَةٌ تَضِلُّ فِيهَا الأُمَمُ ثُمَّ يَقْبَلُ كَالشِّهَابِ الثَّاقِبِ يَمْلَؤُهَا عَدْلاً وَ قِسْطًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَ ظُلْمًا

Dari Jâbir bin ‘Abdullâh Al-Anshâri berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Al-Mahdi itu dari keturunanku, namanya adalah namaku, nama kunyahnya kunyahku, orang yang paling mirip denganku tubuh dan akhlaknya, dengannya akan terjadi keghaiban dan kebingungan yang tersesat padanya banyak ummat, kemudian dia akan datang seperti bintang yang memancarkan cahaya, dia memenuhinya (bumi) dengan kebenaran dan keadilan sebagaimana ia telah diputi kejahatan dan kezaliman.”


عَنْ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ ع قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ص طُوبَى لِمَنْ أَدْرَكَ قَائِمَ أَهْلِ بَيْتِي وَ هُوَ يَأْتَمُّ بِهِ فِي غَيْبَتِهِ قَبْلَ قِيَامِهِ وَ يَتَوَلَّى أَوْلِيَاءَهُ وَ يُعَادِي أَعْدَاءَهُ ذَلِكَ مِنْ رُفَقَائِي وَ ذَوِي مَوَدَّتِي وَ أَكْرَمِ أُمَّتِي عَلَيَّ يَوْمَ القِيَامَةِ

Dari Abû Hamzah dari Abû Ja‘far as berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Beruntunglah bagi orang yang mendapatkan Qâ`im Ahlulbaitku sedang dia mengikutinya pada masa keghaibannya sebelum bangkitnya, berpihak kepada para pembelanya dan memusuhi musuh-musuhnya, itulah dari teman-temanku, yang punya kecintaan padaku dan merupakan ummatku yang paling mulia atasku pada hari kiamat.”


عَنْ سَدِيْرٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ ع قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ص : طُوبَى لِمَنْ أَدْرَكَ قَائِمَ أَهْلِ بَيْتِي وَ هُوَ مُقْتَدٍ بِهِ قَبْلَ قِيَامِهِ يَأْتَمُّ بِهِ وَ بِأَئِمَّةِ الْهُدَى مِنْ قَبْلِهِ وَ يَبْرَأُ إِلَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ مِنْ عَدُوِّهِمْ أُولَئِكَ رُفَقَائِي وَ أَكْرَمُ أُمَّتِي عَلَيَّ

Dari Sadîr dari Abû ‘Abdillâh as dia berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Beruntunglah bagi orang yang mendapatkan Qâ`im Ahlulbaitku sedang dia mengikutinya sebelum kebangkitannya; dia mengikutinya dan mengikuti para imam petunjuk dari sebelumnya, dan dia berlepas diri kepada Allah ‘azza wa jalla dari musuh mereka, mereka itulah orang-orang yang bersamaku dan ummatku yang paling mulia atasku.”


عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ البَاقِرِ عَنْ أَبِيْهِ سَيِّدِ العَابِدِينَ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ عَنْ أَبِيْهِ سَيِّدِ الشُّهَدَاءِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ عَن أَبِيْهِ سَيِّدِ الأَوْصِيَاءِ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ ع قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ص : الْمَهْدِيُّ مِنْ وُلْدِي تَكُونُ لَهُ غَيْبَةٌ وَ حَيْرَةٌ تَضِلُّ فِيهَا الأُمَمُ يَأْتِي بِذَخِيْرَةِ الأَنْبِيَاءِ ع فَيَمْلَؤُهَا عَدْلاً وَ قِسْطًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَ ظُلْمًا

Dari Abû Ja‘far Muhammad bin ‘Ali Al-Bâqir as dari ayahnya Sayyid Al-‘Âbidîn ‘Ali bin Al-Husain dari ayahnya Sayyid Al-Syuhadâ` Al-Husain bin ‘Ali dari ayahnya Sayyid Al-Aushiyâ` Amîrul Mu`minîn ‘Ali bin Abî Thâlib as berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Al-Mahdi itu dari anakku (keturunanku), akan terjadi baginya keghaiban dan kebimbangan (bagi ummat) yang tersesat padanya banyak ummat, dia akan datang dengan simpanan para nabi as, lalu dia mengisi bumi dengan keadilan dan kebenaran sebagaimana ia telah diliputi ketidakadilan dan kezaliman.”


وَ بِهَذَا الإِسْنَادِ عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : أَفْضَلُ العِبَادَةِ انْتِظَارُ الْفَرَجِ

Dan dengan isnâd ini dari Amîrul Mu`minîn as berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Ibadah yang paling utama adalah menanti al-faraj (kedatangan Al-Mahdi as).”


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ : إِنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ ع إِمَامُ أُمَّتِي وَ خَلِيْفَتِي عَلَيْهَا مِنْ بَعْدِي وَ مِنْ وُلْدِهِ الْقَائِمُ الْمُنْتَظَرُ الَّذِي يَمْلَأُ اللهُ بِهِ الأَرْضَ عَدْلاً وَ قِسْطًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَ ظُلْمًا وَ الَّذِي بَعَثَنِي بِالْحَقِّ بَشِيْرًا إِنَّ الثَّابِتِيْنَ عَلَى الْقَوْلِ بِهِ فِي زَمَانِ غَيْبَتِهِ لَأَعَزُّ مِنَ الْكِبْرِيْتِ الأَحْمَرِ. فَقَامَ إِلَيْهِ جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِيُّ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ وَ لِلْقَائِمِ مِنْ وُلْدِكَ غَيْبَةٌ ؟ قَالَ : إِيْ وَ رَبِّي وَ لِيُمَحِّصَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا وَ يَمْحَقُ الْكَافِرِينَ يَا جَابِرُ إِنَّ هَذَا الأَمْرَ أَمْرٌ مِنْ أَمْرِ اللهِ وَ سِرٌّ مِنْ سِرِّ اللهِ مَطْوِيٌّ عَنْ عِبَادِ اللهِ فَإِيَّاكَ وَ الشَّكَّ فِيْهِ فَإِنَّ الشَّكَّ فِي أَمْرِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ كُفْرٌ

Dari Ibnu ‘Abbâs berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Sesungguhnya ‘Ali bin Abî Thâlib as imam bagi ummatku dan khalîfah -ku atasnya setelahku dan dari keturunannya Al-Qâ`im yang ditunggu-tunggu yang dengannya Allah penuhi bumi dengan keadilan dan kebenaran sebagaimana ia telah diliputi kezaliman dan ketidakadilan, demi Tuhan yang telah mengutusku dengan benar sebagai pemberi kabar gembira, sesunguhnya orang-orang yang teguh dengan ucapannya (konsisten dengan kebenaran) pada zaman keghaibannya lebih kuat dari kibrit (batu granit) merah.” Maka Jâbir bin ‘Abdullâh Al-Anshâri berdiri kepadanya, lalu berkata, “Wahai Rasûlullâh, apakah bagi Al-Qâ`im dari putramu itu akan terjadi keghaiban?” Beliau berkata, “Ya demi Tuhanku, sesungguhnya Allah akan menyaring orang-orang yang beriman dan membinasakan manusia-manusia yang kâfir. Wahai Jâbir, sesungguhnya perkara ini suatu perkara dari ketentuan Allah dan suatu rahasia dari rahasia Allah yang dilipat (dirahasiakan) dari hamba-hamba Allah, maka janganlah kamu ragu padanya, sebab keraguan terhadap perkara Allah ‘azza wa jalla berarti kekufurun.”


عَنِ الأَصْبَغِ بْنِ نُبَاتَةَ قَالَ أَتَيْتُ أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ ع فَوَجَدْتُهُ مُتَفَكِّراً يَنْكُتُ فِي الأَرْضِ فَقُلْتُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ مَا لِي أَرَاكَ مُتَفَكِّراً تَنْكُتُ فِي الْأَرْضِ أَ رَغِبْتَ فِيهَا فَقَالَ لَا وَ اللَّهِ مَا رَغِبْتُ فِيهَا وَ لاَ فِي الدُّنْيَا يَوْماً قَطُّ وَ لَكِنِّي فَكَّرْتُ فِي مَوْلُودٍ يَكُونُ مِنْ ظَهْرِي الْحَادِيَ عَشَرَ مِنْ وُلْدِي هُوَ الْمَهْدِيُّ يَمْلَؤُهَا عَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْراً وَ ظُلْماً تَكُونُ لَهُ غَيْبَةٌ وَ حَيْرَةٌ يَضِلُّ فِيهَا أَقْوَامٌ وَ يَهْتَدِي فِيهَا آخَرُونَ فَقُلْتُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ وَ إِنَّ هَذَا لَكَائِنٌ؟ فقال نَعَمْ كَمَا أَنَّهُ مَخْلُوقٌ وَ أَنَّى لَكَ بالعلم بِهَذَا الْأَمْرِ يَا أَصْبَغُ, أُولَئِكَ خِيَارُ هَذِهِ الْأُمَّةِ مَعَ أَبْرَارِ هَذِهِ الْعِتْرَةِ. قُلْتُ وَمَا يَكُونُ بَعْدَ ذَلِكَ؟ قَالَ ثُمَّ يَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ فَإِنَّ لَهُ بَدَاءَاتٍ وَ إِرَادَاتٍ وَ غَايَاتٍ وَ نِهَايَاتِ

Dari Al-Asbagh bin Nubâtah berkata: Saya datang kepada Amirul Mu`minin, lalu saya mendapatinya sedang tafakkur memperhatikan tanah. Lalu saya bertanya, “Apakah engkau senang kepadanya?” Beliau berkata, “Tidak demi Allah, aku tidak suka kepadanya dan juga kepada dunia satu hari pun, akan tetapi aku sedang berfikir tentang anak yang akan dilahirkan dari punggungku (imam) yang kedua belas dari anak-anakku, dia adalah Al-Mahdi dia akan mengisinya dengan keadilan sebagaimana ia telah diliputi oleh kezaliman dan ketidakadilan, dia akan mengalami keghaiban dan menjadi kebingungan yang padanya tersesat sebagian orang dan padanya mendapat petunjuk sebagian yang lainnya.” Saya berkata, “Wahai Amîrul Mu`minîn, apakah ini akan terjadi?” Dia berkata, “Ya, sesungguhnya dia akan diciptakan dan sesungguhnya aku dengan ilmu menceritakan hal ini kepadamu wahai Asbagh! Mereka (para pengikutnya) itu orang-orang terbaik ummat ini bersama orang-orang yang terbaik dari ‘itrah ini.” Aku berkata, “Apa yang bakal terjadi setelah itu? ” Dia berkata, “Allah akan berbuat menurut yang Dia kehendaki, maka baginya ada badâ`ât, irâdât, ghâyât dan nihâyât (perubahan takdir, kehendak, ujung dan akhir).”


Fase Keghaiban

Di dalam keghaibannya, kita wajib mengimaninya dan menanti kehadirannya sebagaimana yang Allah firmankan.

ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ, الَّذِيْنَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ

Itulah Al-Kitâb tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi orang-orang yang ber-taqwâ. (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada keghaiban.


Mulai Imâmahnya

Kepemimpinan (imâmah) Al-Mahdi telah dimulai dari sejak ayahnya wafat pada tahun 260 hijrah, ketika itu usia beliau baru 4,5 tahun. Setelah itu sampai waktu yang dikehendaki Allah terjadilah ghaibah atas dirinya. Ghaibah atau keghaiban beliau itu ada dua fase keghaiban: Ghaibah shughrâ (ghaib kecil) dan ghaibah kubrâ (ghaib besar).


Duta-dutanya yang Empat pada Masa Ghaibah Shughrâ`

Selama beliau dalam ghaibah shughrâ, beliau berhubungan dengan para pengikutnya, namun dengan perantaraan duta-dutanya yang empat secara bergantian. Duta, safîr atau wakil yang pertama adalah:
(1) ‘Utsmân bin Sa‘îd Al-‘Umari. Setelah dia wafat digantikan oleh putranya
(2) Muhammad bin ‘Utsmân Al-‘Umari. Setelah safîr yang kedua wafat, diganti oleh duta yang ketiga, yaitu
(3) Al-Husain bin Rûh Al-Naubakhti, dan setelah wafat beliau diganti oleh duta yang keempat yang bernama
(4) ‘Ali bin Muhammad Al-Samri. Duta yang keempat ini wafat pada 329 H dan ketika itu usia Imam Al-Mahdi 74 tahun. Jadi selama 69,5 tahun disebut ghaib kecil. Adapun keghaiban besarnya (ghaibah kubrâ ) dimulai dari sejak wafatnya wakil beliau yang keempat sampai waktu yang ditentukan Allah ‘azza wa jalla.


Tentang dua fase keghaiban itu telah disebutkan dalam hadîts yang diriwayatkan dari Abû Ja‘far dan Abû ‘Abdillâh ‘alaihimas salâm.

قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : إِنَّ لِلْقَائِمِ غَيْبَتَيْنِ : يُقَالُ فِي أَحَدِهِمَا هَلَكَ, وَ لاَ يُدْرَى فِي أَيِّ وَادٍ سَلَكَ

Abû Ja‘far as berkata, “Sesungguhnya bagi Al-Qâ`im ada dua keghaiban, dikatakan orang pada salah satunya, 'Dia telah meninggal.' Dan dia tidak diketahui pada lembah yang mana dia menempuh.”


قَالَ أَبُو عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : إِنَّ لِصَاحِبِ هَذَا الأَمْرِ غَيْبَتَيْنِ : إِحْدَاهُمَا تَطُوْلُ حَتَّى يَقُولَ بَعْضُهُمْ مَاتَ, وَ يَقُولَ بَعْضُهُمْ قُتِلَ, وَ يَقُولَ بَعْضُهُمْ ذَهَبَ, حَتَّى لاَيَبْقَى عَلَى أَمْرِهِ مِنْ أَصْحَابِهِ إِلاَّ نَفَرٌ يَسِيْرٌ

Abû ‘Abdillâh as berkata, “Sesungguhnya untuk orang yang punya urusan ini ada dua keghaiban; yang salah satunya sangat panjang hingga sebagian orang berkata, 'Dia telah meninggal.' Dan sebagiannya lagi mengatakan, 'Dia telah terbunuh.' Dan sebagiannya lagi mengatakan, 'Dia telah pergi.' Hingga tidak tersisa atas ajarannya dari sahabat-sahabatnya melainkan sekelompok kecil.”


Hikmah Keghaiban

Para perawi telah menyebutkan tentang keghaiban Al-Imâm Mahdi as dan sebab-sebabnya. Mereka telah meriwayatkan dari Ja‘far Al-Shâdiq as dan Mûsâ Al-Kâzhim as bahwa Allah ‘azza wa jalla telah menyembunyikan kelahiran dan keghaibannya dari manusia supaya di pundaknya tidak ada bai‘ah (sumpah setia) kepada seseorang.


عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الفَضْلِ الْهَاشِمِيِّ قَالَ : سَمِعْتُ الصَّادِقَ جَعْفَرَ بْنَ مُحَمَّدٍ ع يَقُولُ : إِنَّ لِصَاحِبِ هَذَا الأَمْرِ غَيْبَةً لاَ بُدَّ مِنْهَا يَرْتَابُ فِيهَا كُلُّ مُبْطِلٍ فَقُلْتُ لَهُ : وَ لِمَ جُعِلْتُ فِدَاكَ ؟ قَالَ : لأَمْرٍ لَمْ يُؤْذَنْ لَنَا فِي كَشْفِهِ لَكُمْ. قُلْتُ : فَمَا وَجْهُ الْحِكْمَةِ فِي غَيْبَتِهِ ؟ فَقَالَ : وَجْهُ الْحِكْمَةِ فِي غَيْبَتِهِ وَجْهُ الْحِكْمَةِ فِي غَيْبَاتِ مَنْ تَقَدَّمَهُ مِنْ حُجَجِ اللهِ تَعَالَى ذِكْرُهُ أَنَّ وَجْهَ الْحِكْمَةِ فِي ذَلِكَ لاَ يَنْكَشِفُ إِلاَّ بَعْدَ ظُهُورِهِ كَمَا لاَ يَنْكَشِفُ وَجْهُ الْحِكْمَةِ لِمَا أَتَاهُ الْخَضِرَ ع مِنْ خَرْقِ السَّفِيْنَةِ وَ قَتْلِ الغُلاَمِ وَ إِقَامَةِ الْجِدَارِ لِمُوسَى ع إِلاَّ وَقْتَ افْتِرَاقِهِمَا يَا ابْنَ الفَضْلِ إِنَّ هَذَا الأَمْرَ أَمْرٌ مِنْ أَمْرِ اللهِ وَ سِرٌّ مِنَ اللهِ وَ غَيْبٌ مِنْ غَيْبِ اللهِ وَ مَتَى عَلِمْنَا أَنَّهُ عَزَّ وَ جَلَّ حَكِيْمٌ صَدَّقْنَا بِأَنَّ أَفْعَالَهُ كُلَّهَا حِكْمَةٌ وَ إِنْ كَانَ وَجْهُهَا غَيْرَ مُنْكَشِفٍ لَنَا

Dari ‘Abdullâh bin Al-Fadhl Al-Hâsyimi berkata: Saya mendengar Ja‘far bin Muhammad as mengatakan, “Sesungguhnya bagi yang punya perkara ini (Al-Mahdi as) ada keghaiban yang mesti dijalani, setiap orang yang salah akan ragu kepadanya.” Maka saya bertanya kepadanya, “Mengapa? Kujadikan diriku tebusanmu.” Beliau berkata, “Karena suatu perkara yang tidak diizinkan bagi kami dalam membukanya kepada kalian.” Aku berkata, “Apa wajah hikmah dalam keghaibannya?” Beliau berkata, “Wajah hikmah dalam keghaibannya itu adalah wajah hikmah dalam keghaiban-keghaiban orang yang terdahulunya dari hujjah-hujjah Allah yang maha tinggi sebutan-Nya bahwa wajah hikmahnya itu tidak akan tersingkap dengan jelas, kecuali setelah munculnya sebagaimana tidak terbuka wajah hikmah pada apa-apa yang Allah berikan kepada Nabi Al-Khadir as melainkan setelah dia berpisah dari Mûsâ as. Wahai Ibnu Al-Fadhl, sesungguhnya perkara ini adalah perkara Allah, rahasia ini adalah dari Allah dan keghaiban ini dari keghaiban-Nya, dan bila kita yakin bahwa Dia ‘azza wa jalla adalah maha bijaksana, pasti kita akan membenarkan bahwa perbuatan-Nya seluruhnya mengandung hikmah di dalamnya sekalipun wajah hikmah tersebut tidak terbuka buat kita.”


Maka keghaiban Al-Mahdi as itu kita kembalikan saja kepada Allah ‘azza wa jalla sebagaimana disebutkan dalam riwayat ‘Abdullâh bin Al-Fadhl dari Imam Ja‘far Al-Shâdiq as bahwa tidak lain kewajiban kita melainkan menerima dan menetapi (taslîm dan iltizâm ) kepada apa yang telah ditentukan oleh kehendak-Nya.


عَنْ جَابِرٍ الأَنْصَارِيِّ أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ ص هَلْ يَنْتَفِعُ الشِّيْعَةُ بِالقَائِمِ ع فِي غَيْبَتِهِ ؟ فَقَالَ ص : إِيْ وَ الَّذِي بَعَثَنِي بِالنُّبُوَّةِ إِنَّهُمْ لَيَنْتَفِعُونَ بِهِ وَ يَسْتَضِيئُونَ بِنُورِ وِلاَيَتِهِ فِي غَيْبَتِهِ كَانْتِفَاعِ النَّاسِ بِالشَّمْسِ وَ إِنْ جَلَّلَهَا السَّحَابُ

Dari Jâbir Al-Anshâri bahwa dia telah bertanya kepada Nabi saw, “Apakah para pengikut (Ahlulbait as) akan mendapatkan manfaat dengan Al-Qâ`im (Al-Mahdi as) pada masa keghaibannya?” Beliau berkata, “Ya, demi Tuhan yang telah membangkitkanku dengan kenabian, sesungguhnya mereka akan mendapatkan manfaat dengannya dan akan mendapatkan cahaya dengan cahaya wilâyah-nya pada masa keghaibannya, seperti orang-orang mendapatkan manfaat dengan matahari sekalipun terhalang oleh awan.”


عَنِ الأَعْمَشِ عَنِ الصَّادِقِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : لَمْ تَخْلُ الأَرْضُ مُنْذُ خَلَقَ اللهُ آدَمَ مِنْ حُجَّةٍ لِلَّهِ فِيْهَا ظَاهِرٌ مَشْهُورٌ أَوْ غَائِبٌ مَسْتُورٌ وَ لاَ تَخْلُو إِلَى أَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ مِنْ حُجَّةٍ لِلَّهِ فِيْهَا وَ لَوْ لاَ لَمْ يُعْبَدِ اللهُ. قَالَ سُلَيْمَانُ فَقُلْتُ لِلصَّادِقِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : فَكَيْفَ يَنْتَفِعُ النَّاسُ بِالْحُجَّةِ الْغَائِبِ الْمَسْتُورِ ؟ قَالَ : كَمَا يَنْتَفِعُونَ بِالشَّمْسِ إِذَا سَتَرَهَا السَّحَابُ

Dari Al-A‘masy dari Al-Shâdiq as berkata, “Dari sejak Allah menciptakan Ãdam, bumi tidak pernah kosong dari hujjah Allah walaupun Allah tidak diibadati.” Sulaimân berkata: Saya bertanya kepada Al-Shâdiq as, “Bagaimana manusia-manusia mendapatkan manfaat dengan Al-Hujjah yang ghâ`ib lagi tertutup?” Beliau berkata, “Sebagaimana manusia-manusia mendapatkan manfaat dengan matahari bila awan menutupinya.”


قَالَ الْمَهْدِيُّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : وَ أَمَّا وَجْهُ الإِنْتِفَاعِ بِي فِي غَيْبتِي فَكَالإِنْتِفَاعِ بِالشَّمْسِ إِذَا غَيَّبَهَا عَنِ الأَبْصَارِ السَّحَابُ وَ إِنِّي لَأَمَانٌ لِأَهْلِ الأَرْضِ كَمَا أَنَّ النُّجُومَ أَمَانٌ لِأَهْلِ السَّمَاءِ

Al-Mahdi as berkata, “Dan adapun dari sisi mendapatkan manfaat denganku pada masa ghaibku nanti adalah seperti mandapatkan manfaat dengan matahari dikala ia tidak terlihat karena terhalang awan, dan sesungguhnya aku pengaman bagi penghuni bumi sebagaimana bintang-bintang menjadi pengaman bagi penduduk langit.”


Beriman kepada Qudrah dan Irâdah Allah

Mungkin ada orang yang merasa keberatan menerima kepemimpinan Imam Al-Mahdi as, dikarenakan dia ghaib dan usianya yang begitu panjang (lebih dari seribu tahun) meskipun telah banyak orang-orang yang dipanjangkan usianya sebelum beliau as seperti halnya Nabi ‘Îsâ as, dan Al-Quran telah menyangkal dan mendustakan kaum yahudi yang mengklaim telah membunuhnya. Nabi Nûh as telah dipanjangkan usianya oleh Allah sampai 2500 tahun, dan seandainya usia Al-Masîh masih samar buat kita, maka umur Nabi Nûh as cukup panjang dibandingkan dengan Imam Al-Mahdi as, beliau telah hidup selama 850 tahun sebelum bi‘tsah (diangkat nabi), 950 tahun bersama kaumnya mengajak mereka kepada Allah hingga terjadi air bah, dan 700 tahun setelah banjir besar, dan ini merupakan bukti bahwa ada manusia yang hidup di dunia dalam zaman yang panjang. Al-Hârits (Iblîs) dari kalangan jin, dia telah mengabdikan dirinya kepada Allah selama 6000 tahun (tidak diketahui apakah 6000 tahun dunia ataukah akhirat), lalu setelah itu dia durhaka kepada Allah, karena dia tidak mau sujud kepada Ãdam as ketika Allah menyuruhnya, dan dia sampai sekarang masih hidup yang umurnya sudah ribuan tahun.

Di dalam sunnah disebutkan ada beberapa orang yang dipanjangkan usianya, dan ini dapat menguatkan hakikat ini. Antara lain Luqmân bin Ka‘b yang dikenal dengan Al-Mustaughir, dia hidup 400 tahun, dia meninggal sebelum Islam yang disampaikan Rasûlullâh saw, ‘Abdullâh bin Balqah Al-Ghasani, dia hidup lebih dari 350 tahun, Al-Khadir as, dia masih hidup sampai saat ini, beliau adalah cucu dari Nûh as, nama beliau adalah Balyâ bin Mulkân bin Arfakhsad bin Sâm bin Nûh yang usianya telah mencapai ribuan tahun. Dan para penghuni gua hidup ratusan tahun, mereka ditidurkan Allah di dalam gua selama 309 tahun dengan kondisi badan yang tidak berubah. Maka janganlah ragu terhadap kekuasaan Allah ‘azza wa jalla. Dan ada ulama yang menghina Al-Mahdi as, karena dalam usia 5 tahun sudah menjadi imam yang Allah pilih, padahal Al-Masîh as sudah bicara pada saat masih bayi. Maka mereka yang menghina Al-Mahdi as itu adalah kaum yang ragu kepada kekuasaan Allah.


Ringkasan:

Al-Imâm Al-Mahdi as adalah khalîfah Rasûlullâh saw yang kedua belas yang dilupakan oleh sebagian ummat Islam. Nama mulia beliau sama dengan nama Nabi yang terakhir, tetapi dipesankan bahwa untuk beliau sebut saja gelarnya, yaitu Al-Mahdi atau Al-Hujjah. Beliau putra Hasan bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali bin Musâ bin Ja‘far bin Muhammad bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thâlib as.

Beliau dilahirkan pada malam nishfu Sya‘bân malam Jumat pada tahun 255 hijrah. Setelah ayahnya wafat (260 H), imâmah (khilâfah ) pindah kepadanya, dari sejak itu sampai usia beliau mencapai 74 tahun, beliau kerap kali berada di rumah ayahnya, beliau berhubungan dengan para pengikutnya, namun tidak secara langsung, melainkan melalui empat orang yang beliau pilih sebagai wakilnya, dan pada masa ini disebut ghaibah shughrâ (keghaiban kecil). Dan ketika pengawasan penguasa zalim atas beliau diperketat dan rumahnya dikepung penguasa Banî ‘Abbâs, beliau keluar dengan inâyah Allah ‘azza wa jalla sebagaimana telah terjadi atasnya lebih dari satu kali, dan dari sejak dia meninggalkan rumahnya sampai Allah mengizinkannya untuk tampil dinamakan ghaibah kubrâ (keghaiban yang besar).

Imam Al-Mahdi as adalah khalîfah Nabi saw dari Ahlulbaitnya as. Beliau dzurriyyah (keturunan) Rasûlullâh saw dan menurut nubuwwah -nya, beliau akan tampil berkuasa pada akhir zaman sekali, dan beliau akan menegakkan kebenaran dan keadilan di seluruh bumi ini sebagaimana sebelumnya bumi ini telah diliputi oleh kezaliman dan keburukan. Allah ‘azza wa jalla akan menampakkan Islam ini dengannya sekalipun orang-orang kâfir, kaum munâfiq dan bangsa yang musyrik tidak suka.

(Abu-Zahra/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: