Hikmah yang terkandung di balik pengutusan Nabi Muhammad Saw pada dasarnya tidak berbeda dengan pengutusan para nabi yang lain. Perbedaan satu-satunya adalah penutup para nabi ini menyempurnakan risalah nabi-nabi yang terdahulu.
Adapun hikmah yang terkandung di balik pengutusan Nabi Saw dari sudut pandang Al-Qur’an dapat diringkas menjadi dua bagian dan keduanya sesungguhnya mengadung hakikat yang sama.
Hikmah pertama, mengajak kepada Allah. Ajakan kepada Allah merupakan hikmah paling besar dari pengutusan para nabi. Ajakan ini pada dasarnya adalah ajakan untuk menempuh jalan Allah Swt dan bertindak sesuai dengan pilar-pilar agama Islam. Yakni, ajaran yang membawa manusia pada kesempurnaan yang bisa menjamin ketenangan hidup secara material dan spiritual.
Karenanya, pernyataan-pernyataan seperti “Ajaklah kepada Allah,” “Serulah ke jalan Tuhanmu,” “Sambutlah Allah dan Rasul-Nya jika kalian diseru pada…” dan sebagainya menunjukkan hikmah pengutusan Nabi.
Dengan kata lain, hikmah yang terkandung di balik pengutusan semua nabi dan rasul adalah untuk mengenalkan manusia pada suatu jalan agar mereka mencapai kesempurnaan mutlak. Sedemikian sehingga mereka sampai ke tingkat pertemuan dengan Allah Swt yang merupakan akhir dari gerakan manusia menuju kesempurnaan.
Di sisi lain, mencapai kesempurnaan merupakan kebutuhan material dan spiritual mereka. Dengan demikian, ajakan menuju Allah merupakan hikmah yang paling penting di baik pengutusan nabi.
Hikmah Kedua, membawa manusia pada kesempurnaan. Falsafah wahyu dan kenabian, menurut pandangan dunia Islam tentang ciptaan alam semesta, berdiri atas tiga pilar utama.
Pertama, falsafah penciptaan manusia, yaitu membawanya menuju kesempurnaan.
Kedua, bukti ketidaksempurnaan tercermin dari eksistensi manusia.
Ketiga, hanya Pencipta alam semesta ini yang mampu memberikan program penyempurnaan bagi manusia.
Hanya Dia yang benar-benar mengetahui kesiapan dan kebutuhan manusia, dan mengetahui semua seluk-beluk program penyempurnaan manusia. Di saat yang sama, Dia tidak membutuhkan manusia.
Karenanya, agar manusia mengetahui falsafah penciptaan, ia harus tahu bukti keberadaan pemberian program penyempurnaan manusia. Dan karena penyempurnaan manusia menjadi mustahil tanpa adanya program dari Allah Swt, maka mengingkari wahyu dan pengutusan nabi sama dengan mengingkari tauhid yang merupakan manifestasi dari program penyempurnaan ini.
Al-Qur’an dalam Surat Al An’am ayat 91 mengungkapkan, “Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya ketika mereka berkata, ‘Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia.’
Ringkasnya, “tujuan dari pengutusan para nabi adalah membawa manusia menuju kesempurnaan dan memenuhi segala kebutuhan material dan spritualnya.”
Sementara itu, Al-Qur’an juga menjelaskan hikmah pengutusan para nabi adalah membebaskan manusia dari belenggu-belenggu internal dan eksternal. Di antaranya, mengeluarkan manusia dari kegelapan (kebodohan), mengajarkan Al-Qur’an dan hikmah (kebijaksanaan), menerangi alam semesta ini dengan cahaya ilmu, membangun moral masyarakat, dan mewujudkan keadilan sosial. Dan semua itu pada dasarnya merupakan pondasi penting dalam membangun sebuah masyarakat.[]
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email