Salah satu dari sekian hadis tentang Mi’raj diceritakan bahwa di hadapan Izrail diletakkan sebilah papan yang di atasnya tertulis nama-nama seluruh makhluk. Apabila Allah menghendaki kematian makhluknya maka nama makhluk yang akan dimatikan itu hilang dari papan tersebut, dan Izrail melakukan tugasnya. Adalah mungkin bahwa pada satu waktu bisa ditakdirkan kematian untuk lebih dari satu makhluk.
Sebagaimana lilin dalam jumlah yang banyak dapat dipadamkan dengan sekali tiupan, maka ruh dalam jumlah banyak pun dapat dicabut sekaligus. Tentu saja Allah adalah yang mendatangkan kematian seperti dinyatakan dalam Al-Qur’an: “Katakanlah (wahai Nabi) malaikat maut yang diserahi tugas mengurus kamu akan menyebabkan kamu mati.” (QS. as-Sajdah: 11).
Dalam ayat lain dinyatakan, “(Yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri,” (QS. an-Nahl: 28).
Izrail dan malaikat lainnya telah ditugaskan untuk mencabut ruh makhluk. Sebagian orang menganologikan kerja Izrail seperti tentara yang mengikuti perintah rajanya untuk menaklukkan kota-kota. Tapi sesungguhnya itu merupakan hasil dari kebijakan militer sang raja. Banyak lagi analogi yang dapat dikemukakan terkait kematian namun ternyata hal itu tidak bisa diperbandingkan.
Sebagaimana Allah telah menciptakan dunia ini sebagai rumah sebab-sebab (dar al-asbab), Dia juga telah menciptakan sebab kematian. Penyakit, pembunuhan, kecelakaan dan sebagainya, adalah sebagian di antara sebab-sebab tersebut. Semua faktor tersebut menjadi sebab-sebab untuk mendekatnya kematian, jika tidak maka ada kejadian di mana orang yang sakit mendapat kesembuhan meskipun ia telah menderita sakit berat, sementara ada pula yang mati dalam sekejap mata.
Sebab-sebab ini juga tidak mempunyai pilihan bebas dari manusia karena sepenuhnya harus disokong oleh perintah dan kehendak Yang Mahakuasa.
Ruh sebagian orang dicabut dengan mudah, sementara sebagian lainnya mengalami kesulitan yang hebat. Diceritakan dalam berbagai hadis bahwa pada saat maut menjemput ada sebagian orang yang merasa seolah-olah jasad mereka sedang dipotong-potong dengan gunting, atau sedang digiling dalam penggilingan, sementara ada pula yang merasa seolah-olah mencium wangi bunga mawar.
Dikatakan dalam Al-Qur’an, “Orang-orang yang para malaikat mematikan mereka dalam keadaan baik, berkata: Salam atas kamu, masuklah ke taman (surga), karena apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. an-Nahl: 32).
Tidaklah mesti bahwa ruh orang yang beriman dicabut dengan mudah. Bahkan orang beriman yang telah melakukan amal saleh semasa hidupnya pun dapat mengalami kesulitan di saat kematian. Kesulitan ini merupakan hukuman atas dosa-dosa yang dilakukannya meski telah bertaubat ketika di dunia ini. Sedangkan bagi orang yang tidak beriman maka kesulitan ini merupakan hukuman ekstra dari Allah, dan disusul dengan hukuman-hukuman yang akan datang di alam akhirat.
“Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat mencabut nyawa mereka seraya memukul-mukul muka mereka dan punggung mereka?” (QS. Muhammad: 27).
Mungkin juga bahwa seorang yang tidak beriman tidak mengalami kesulitan ketika mati, ini menjadi ganjaran atas amal-amal baik yang pernah dilakukannya, dan diberi balasan di dunia ini. Dalam realitasnya, kematian adalah suatu peristiwa sial bagi orang yang tidak beriman; sementara bagi orang beriman, kematian adalah sebuah rahmat dan kebahagiaan meskipun ia mengalami kesulitan selama menjalani kematian.
Makna Kematian
Kembali ke sisi Allah SWT dan keluar dari kehidupan dunia menuju kehidupan lain digambarkan oleh Allah Swt dalam Kitab-Nya dengan istilah maut (kematian). Kematian ini bukan yang biasa kita pahami dan kita lihat sehari-hari sebagai hilangnya fungsi indra, punahnya kemampuan beraktivitas dan lenyapnya kehidupan (fisik).
Allah berfirman: “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya (bil-Haqq). Itulah yang kamu selalu lari darinya.” (QS. Qaf: 19)
Dari ayat itu kita dapat memahami hakikat kematian yang digambarkan oleh Allah dengan ungkapan bil-Haqq, sehingga kematian bukanlah ketiadaan, kesirnaan atau kehilangan.
Allah berfiman: “Sekali-kali tidak! Apabila nyawa (napas) seseorang telah sampai (terhenti) di kerongkongan, dan (ketika itu) dikatakan: ‘Siapakah yang dapat menyembuhkan?’ dan dia telah menduga bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan, dan bertautlah betis (kiri) dengan betis (kanan), kepada Tuhanmulah pada hari itu (tempat dan masa) penggiringan.” (QS 75: 26-31).
Jadi, saat kematian adalah saat semua manusia kembali kepada Allah SWT sekaligus saat penggiringan setiap makhluk ke sisi-Nya.[]
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email