Menanggapi fatwa Mufti Saudi terkait pembenaran atas aksi boikot yang dilakukan Saudi beserta beberapa negara Teluk lainnya terhadap Qatar, berikut pesan Mufti Agung Qatar, Sheikh Anwar Albadawi melalui surat yang ditulisnya kepada Mufti Agung Arab Saudi, Sheikh Abdul Azeez bin Abdullah As-Sheikh.
***
Yang Mulia, Mufti Agung … Anda telah mengeluarkan sebuah fatwa atau keputusan sikap keagamaan bahwa apa yang dilakukan Arab Saudi terkait pengepungan dan pemboikotan terhadap Qatar merupakan hal yang tepat dan baik untuk rakyat, dan Anda merekomendasikan pada akhir fatwa tentang kepatuhan pada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya – shallallahu alaihi wa sallam. Dimana kita dapat menemukan di dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, keharusan umat Islam memboikot sesama saudaranya dan mengepungnya dari darat, laut dan udara, lalu menganggap hal itu sebagai kepentingannya?
Inilah Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya yang telah Anda rekomendasikan untuk diikuti. Dan bisakah Anda membantu kami dengan sebuah ayat darinya sebagai bukti tentang apa yang Anda katakan? Dan inilah buku-buku hadis … apakah Anda akan merujuk pada sebuah hadis -bahkan yang lemah atau palsu- mengacu pada sikap dalam fatwa Anda?
Jika berkenaan dengan fatwa itu Yang Mulia tidak mendasarkannya pada ayat manapun dari Kitabullah atau hadis Rasulullah saw, lalu dari mana Anda datang dengan fatwa ini? Ataukah Anda memang menginginkan terjadinya krisis dalam hal yang sangat berbahaya seperti ini? Apakah wahyu datang kepada Yang Mulia dari surga? Atau apakah Anda telah beroleh ilham lewat mimpi… kemudian merilis fatwa itu? Atau (inikah yang Anda maksud sebagai sebentuk) kepatuhan pada kepemimpinan tanpa diskusi atau dialog?
Wahai Mufti Agung… Apakah tindakan boikot terhadap rakyat Qatar bukan tindakan melanggar silaturahmi atau ikatan keluarga, yang oleh Allah dan Rasul-Nya telah diperintahkan untuk dipererat dan dilarang untuk dirusak?! Karena Nabi (saw) mendapatkan wahyu dari Tuhannya sebagaimana terdapat dalam hadis Qudsi: (Allah berfirman: “Rahim (ikatan keluarga) adalah sebuah kata yang diturunkan dari sifat khusus Allah, Ar Rahman (Yang Pengasih)) Dan Allah berfirman: ‘Aku akan tetap berhubungan dengan dia yang memeliharamu (silaturahmi) dan memutuskan hubungan dengan dia yang mengabaikanmu.”(HR Bukhari). Bukankah Allah sangat menganjurkan untuk tidak mengabaikan silaturahmi dan melanggar ikatan kekeluargaan? Sementara Anda, jika Anda berpaling dari peringatan tersebut, sangat mungkin dianggap telah menyebabkan kerusakan di muka bumi dan memutuskan silaturahmi atau ikatan kekeluargaan Anda?” [Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?] (QS. Muhammad [47]:22)
Yang Mulia, tahukah Anda, bahwa boikot terhadap rakyat Qatar telah menyebabkan terpisahnya antara suami dan istri, ayah dan anak, juga para ibu dan anak-anak mereka? Demi Allah, apa kebaikan (yang Anda maksud) dalam hal ini?
Yang Mulia, tahukah Anda, bahwa orang-orang Qatar telah dilarang masuk Masjidil Haram karena boikot itu? Apa gunanya ini? Tahukah Anda, Mufti Agung, bahwa seorang pemuda Saudi dicegah dari pemakaman ayahnya dan menyalati jenazahnya karena fatwa Anda? Tahukah Anda bahwa para ibu di Saudi, Emirat dan Bahrain dipaksa meninggalkan suami dan anak-anak Qatar karena fatwa Anda? Tahukah Anda bahwa kekhawatiran, kesedihan, dan kesusahan telah menelan lebih dari sebelas ribu suami dan istri di samping anak-anak mereka, saudara dan teman mereka karena fatwa Anda? Tahukah Anda bahwa teriakan anak-anak, tangisan bayi, dan tangisan saudara saat dipisahkan dari buah hati mereka, semua untuk keuntungan Anda? Apa gunanya semua itu?
Apakah Yang Mulia tahu bahwa semua orang ini akan menyimpan benci terhadap negara dan rakyatnya, memusuhi masyarakat dan sistemnya, termasuk pemerintahannya?
Anda menanam kebencian terhadap negara dan pemimpinnya di dalam hati mereka, lalu Anda bertanya dari mana asal terorisme? Kami berharap Anda menjadi alasan penyatuan kembali, untuk menghilangkan perselisihan, dan rekonsiliasi antara sesama (Muslim yang bersaudara).
Kami ingin Anda jujur memberikan nasihat kepada otoritas (pemerintah Saudi), seperti yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya saw. Kami berharap agar Anda mencegah para penguasa dari ketidakadilan saat mereka salah, sebagaimana sabda Nabi (saw): “Dukung saudaramu jika dia tidak adil atau salah.” Mereka berkata: “Kami tahu bagaimana membantunya ketika dia dianiaya, tapi bagaimana bisa kami menolongnya saat dia berlaku tak adil atau salah? Nabi berkata: “Arahkan dia keluar dari perbuatan salah dan ketidakadilannya.”
Kami pikir Anda harus mencegah otoritas (penguasa Saudi) yang memicu boikot pada saudara mereka di Qatar secara tidak adil dan karena kebencian dari ketidakadilan serta agresi mereka.
Namun jika Anda berkeras untuk berkolusi dengan mereka, membenarkan ketidakadilan mereka, dan berdalih atas agresi mereka, sungguh ini telah bertentangan dengan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Tidakkah Anda membaca firman Allah? (Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat [QS.Al-Hujurat:10])? Tidakkah Anda membaca di dalam Kitab Allah: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya [QS. Al-Ma’idah: 2]?
Di sisi mana Anda menempatkan boikot atas sebuah negara Muslim, dan tetangga dekat, di bulan rahmat? Dalam kebenaran dan kesalehan?! Atau dalam dosa dan pelanggaran?
Nabi (saw) bersabda, “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain: dia takkan menindasnya, takkan mengecewakan dan membohonginya, juga takkan menganggapnya enteng (remeh dan hina).”
Apakah syariah tidak melarang seorang saudara putus hubungan dengan saudaranya, saling berpaling satu sama lain melampaui tiga hari, dan [bukankah] yang lebih baik di antara mereka adalah dia yang memulihkan kembali hubungan baik dengan salam perdamaian?
Bukankah itu salah satu karakteristik umat Islam untuk menjadi umat yang saling berbelas kasihan atau berkasih-sayang di antara mereka sendiri, atau [Anda anggap] tindakan memboikot tergolong sejenis belas kasihan?
Bukankah itu ciri khas umat Islam “… tapi berikan pilihan kepada mereka atas diri (nasib) mereka sendiri, meskipun mereka dalam kemalangan”?
Mengapa Anda menghindari bukti-bukti yang jelas dan terang saat Anda mengeluarkan fatwa?
Kami minta kepada Anda, Wahai Mufti Agung, juga kepada seluruh umat Islam, untuk berpaling dari fatwa Anda yang bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah dan kesepakatan (konsensus) kita bersama, dan untuk bekerja menyatukan dan menyingkirkan penyebab perpecahan antara sesama saudara Muslim, sesuai dengan firman Allah: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Saya memohon kepada Allah agar senantiasa membimbing kami dalam melakukan amal kebaikan dan bekerja dengan baik, dan memohon kepada-Nya untuk membantu Anda dalam menentukan langkah terbaik demi kemaslahatan bangsa.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email