Meski sekecil apapun, sikap membangkang perintah Allah adalah dosa besar. Contoh ini menunjukkan bahwa tidak setiap dosa memiliki derajat atau tingkatan yang sama. Adanya tingkatan dosa juga tercermin dalam firman Allah Swt seperti dalam surah Al-Najm, ayat: 32.
“(Yaitu) orang-orang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, kecuali kesalahan-kesalahan kecil. Sungguh, Tuhanmu Mahaluas ampunan-Nya.”
Tentunya, tidak mudah untuk mengetahui tingkatan dosa setiap jenis pelanggaran. Sejumlah variabel, sebagaimana dalam kajian Islam, dapat mempengaruhi tingkatan dosa. Misal saja, tempat dan waktu melakukan dosa, tujuan melakukannya, pelaku memahami atau tidak tentang dosa akibat perbuatannya, apakah melakukan berulang-ulang atau tidak, dan lain-lain.
Seseorang juga dapat menggali langsung dari ayat-ayat Al-Qur’an, hadist Nabi, perkataan para sahabat Nabi dan ulama yang dinilai otoritatif. Ali bin Abi Thalib misalnya pernah berkata, “seburuk-buruknya dosa adalah dosa yang dianggap remeh oleh orang yang melakukannya.”
Bahkan beberapa ulama, berdasarkan kajian Al-Qur’an dan Hadist, mengkatagorikan sejumlah perbuatan yang masuk dalam dosa-dosa besar, seperti: membunuh, berzina, mencuri, durhaka pada orang tua, minum arak, membelanjakan harta anak yatim secara zalim, makan hasil suap, kesaksian palsu, menuduh wanita yang masih suci berzina, putus asa dari rahmat Allah, berkhianat dll.
Lalu bagaimana yang disebut dosa kecil? Jika diperhatikan surah Al-Najm ayat 32 – telah disebutkan di atas – ‘fahisyah’ diartikan ‘dosa’. Contohnya perbuatan zina. Adapun ‘lamam’ – dalam ayat yang sama – umum diartikan sebagai dosa-dosa atau kesalahan kecil. Lebih jauh lagi, sebagian ahli tafsir menjelaskannya yang secara garis besar berarti:
Pertama, dosa yang dilakukan dengan tidak sengaja dan tidak dengan ketetapan hati.
Kedua, dosa yang diniatkan, tetapi tidak sampai dilakukan.
Ketiga, dosa yang setelah dilakukan langsung meminta ampun dan bertaubat
Keempat, dosa yang belum diberikan ancaman siksaannya
Kelima, dosa yang belum ditetapkan batasannya
Perlu diperhatikan bahwa dosa kecil pun jika dianggap remeh, sebagaimana pesan Ali bin Abi Thalib, akan menjadi dosa yang paling buruk. Selain dosa yang dianggap remeh, sejumlah sebab dimana dosa kecil bisa berevolusi menjadi dosa besar. Di antaranya, karena melakukan dosa itu secara berulang-ulang, merasa senang melakukannya, melakukan karena pembangkangan, melakukan secara terang-terangan, dilakukan oleh tokoh masyarakat dll.
Namun, apapun jenis dosanya, sebagai makhluk yang ingin menyempurna hingga mendekati Yang Maha Sempurna – atau minimal para kekasih-Nya, tiap hamba harus menjauh dari perbuatan dosa. Dengan segala tekad dan kemampuan yang ia miliki. Toh, Allah berjanji tidak akan memberi beban melebihi kapasitas atau kemampuan hamba-Nya.
Lagi pula, seperti diketahui, dosa memberikan pengaruh negatif pada jiwa, baik individu, keluarga maupun masyarakat. Siksaan batin misalnya, apalagi jika seseorang semakin menyadari bahwa apa yang ia lakukan bertentangan dengan akal, fitrah dan nuraninya.
Di sisi lain, dosa dapat menjadikan kerasnya hati seseorang, tercabutnya nikmat, tertolaknya doa, berubahnya rezeki, turunnya musibah, hilangnya nama baik, berkuasanya penguasa dzalim dan lain-lain
Meskipun demikian, putus asa atas masa lalu yang dianggap gelap dengan banyaknya dosa tidak layak bagi seorang hamba Allah. Bukankah Dia Mahapengampun dan rahmat-Nya meliputi segala sesuatu? Perhatikan bagaimana Islam mengajarkan penganutnya untuk membersihkan dirinya dari dosa-dosa yang pernah ia lakukan. Berikut lima jalan di antara sekian banyak yang diajarkan Al-Qur’an dan Hadist untuk kembali ke jalan-Nya.
Pertama, taubat dan hapus sifat-sifat buruk dari dirinya
“Kecuali orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan kebajikan, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan.” (QS. AL-Furqan: 70)
Kedua, beriman dan melakukan amal baik
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, pasti akan Kami hapus kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-Anfal: 7)
Ketiga, berinfak dan membantu orang yang mebutuhkan.
“Sedekah diam-diam menghapus kesalahan.” (Hadist)
Keempat, memberi salam, memberi makan dan shalat malam.
“Ada tiga denda (untuk menghapus dosa dan kesalahan), yaitu memberi salam, memberi makan, dan shalat malam ketika orang lain tidur.” (Hadist)
Kelima, mengucapkan shalawat pada Nabi
“Sesungguhnya shalawat menghancurkan dosa.” (Hadist)
Sekali lagi, jika seseorang tetap meremehkan dosa – karena menganggap banyaknya jalan taubat, alih-alih dosanya diampuni, mungkin saja ia akan terjatuh pada seburuk-buruknya dosa. Walllahu a’alam bishawab. []
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email