Sudah tidak asing lagi bagi umat Islam jika mengakui dan mengagumi akan sosok Nabi mereka yang penuh cinta dan kasih sayang. Sosok yang telah mengantarkan umat muslim dari kegelapan menuju dunia yang penuh cahaya. Dari kebodohan menuju gerbang penuh ilmu.
Besarnya kebanggaan dan penghormatan inilah yang kemudian melahirkan tradisi untuk mengadakan peringatan maulid, dan bahkan disepakati sebagai hari libur Nasional. Namun, bagaimana jika penghormatan dan kebanggaan ini justru hadir di kalangan umat selain Islam?
Faktanya, kiprah Muhammad dan sumbangsihnya terhadap dunia menjadikan—hampir seluruh umat di bumi ini mengagumi sosoknya. Terbukti dengan ditetapkannya Muhammad sebagai orang yang paling berpengaruh di dunia. Bahkan, Syaikh Sa’adi, penyair terkemuka menyatakan bahwa Nabi Muhammad ada di urutan kedua setelah Allah, “sesudah Allah, engkaulah yang terbesar.”
Kehadiran Muhammad seolah menjadi magnet. Dari dulu hingga kini, namanya terus menjadi ulasan yang tak pernah henti di berbagai dunia. Dari mulai kisah hidupnya semasa kecil, beranjak remaja, setelah menikah, hingga kematiannya. Semua diceritakan tak lepas dari perannya sebagai manusia yang berbudi luhur dan menggambarkan keagungan akhlaknya.
Di antara karya-karya ilmuan Barat yang secara berani menulis tentang Muhammad adalah W. Montgomery Watt—dengan judul “Muhammad: Prophet and Statesment“, Gunther Luling berjudul “Die Wiederentdeckung Des Propheten Muhammad“, yang beranggapan bahwa Muhammad Nabi Mirip Malaikat. (halaman 17). Dan, ada pula karya orintalis Jerman, Annemarie Schimmel yang berjudul “Cahaya Purnama Kekasih Tuhan.”
Schimmel yang juga sebelumnya telah menulis banyak buku tentang keislaman dan selalu jadi ‘box office’, seolah menjadi jaminan tersendiri akan kembali suksesnya buku setebal 474 halaman ini.
Penulis yang meraih gelar doktor di usia 19 tahun dan profesor di usia 23 tahun ini menggambarkan sosok Muhammad yang penuh keagungan budi pekerti. Ia berhasil menginterpretasikan Muhammad sebagai sosok yang lembut, murah hati, sopan, santun, dan akrab pada sesama (halaman 333). Sehingga, kemuliaan akhlaknya ini patut dijadikan teladan bagi umat sedunia.
Menurutnya, selama ini belum pernah dijumpai sosok yang berperilaku sempurna seperti Muahammad—yang kadang-kadang keteladanannya dilukiskan warna-warni dalam gaya anekdot.
Schimmel melihat Nabi Muhammad berkembang dalam tiga lingkaran yang setiap fase tumbuh menjadikan namanya semakin besar. Sebagai bulan sabit, bulan purnama, sampai benar-benar menjadi sempurna, yaitu tercapainya kedudukan sebagai penutup para Nabi. Ia juga menilai bahwa, Muhammad merupakan manusia yang unik. Baik dari keselarasan batinnya yang sempurna, juga karena dukungan alam kesucian. Namun bahkan yang lebih penting adalah peran aktifnya dalam menciptakan suatu masyarakat yang madani (beradab).
Dengan merujuk kepada berbagi sumber asli dari berbagai bahasa di dunia Islam, buku ini seolah memotret kehidupan Muhammad seluruhnya. Muhammad dari segi fisik yang digambarkan sebagai arketipe atau pola dasar dari seluruh keindahan lahiriah manusia. Karena sifat-sifat spiritualnya yang paling mulia mengejawantah dalam dirinya secara fisik. Seperti dikatakan oleh penyair Urdu masa kini, “Muhammad adalah keindahan dari ujung kaki hingga ujung kepala, cinta yang menjelma raga” (hlmn. 57).
Kedudukan sentral Nabi Muhammad, yang diuraikan dengan membahas aspek-aspek kehidupannya, kelahirannya, nama-nama julukannya, Isra’ Mi’rajnya, mukjizatnya, posisi uniknya, teladan akhlaknya, serta kisah-kisah tentangnya yang kemudian diolah menjadi cerita yang unik dan kreatif oleh para ulama, sufi, maupun pujangga menjadi ribuan karya prosa dan puisi yang memikat hati setiap pembacanya.
Burdah, sebuah sya’ir fenomenal karya Ka’b, memperoleh tempat yang sangat khusus dalam puisi Arab. Dewasa ini, sya’ir itu telah dikomentari, ditiru dan dikembangkan. Hingga di lembah terpencil Indus para penyair populer menurunkan pesona mereka khusus memuji Nabi dengan syair ini. Bahkan, bukan hanya orang-orang muslim saja yang menaruh perhatian terhadap Burdah. Ahli-ahli Eropa juga berminat pada sya’ir itu pada tahap awal dari studi-studi ketimuran. (hlm. 265)
Selain itu, yang merupakan perwujudan rasa cinta dan penghormatan umat muslim yang demikian mendalam terhadap nabinya, juga dilakukan dengan beragam cara. Salah satunya faktor penting yang dapat menyumbang bagi pembentukan dalam meneladani sosok Muhammad adalah cinta yang menyala-nyala kepadanya, yang akan memampukan baik individu maupun masyarakat untuk hidup dalam keselarasan, menurut tuntunan-tuntunan cinta kepada Allah (hlmn. 362).
Dengan bahasa yang ringan namun sarat makna, buku ini berhasil menyuguhkan gambaran lain sosok nabi di mata kaum orientalis. Mulai dari kepribadiannya sebagai sosok manusia biasa, hingga aktivitasnya dalam bermasyarakat. Lebih dari itu, Schimmel menyanjung dan memuji Muhammad sebagai sosok yang patut diagungkan, bukan hanya oleh umat Muslim, tapi juga bagi seluruh umat di dunia.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email