Aksi teriak ‘bunuh menteri’ saat demonstrasi santri Nahdlatul Ulama (NU) di Lumajang, Jawa Timur pada 7 Agustus lalu dinilai sangat aneh. Anggota Komisi X DPR Dadang Rusdiana, menilai demonstrasi boleh dilakukan sepanjang berlangsung santun, tidak mengeluarkan kata-kata kotor, apalagi ujaran-ujaran kebencian.
“Masa berteriak Allahu Akbar, tapi berteriak bunuh menterinya, aneh banget,” kata Dadang dihubungi wartawan, Senin (14/8/2017). Menurut dia, aparat penegak hukum harus menelusuri aksi teriak ‘bunuh menteri’ itu.
“Enggak boleh membiarkan cara berunjuk rasa dengan gaya ancam-mengancam seperti itu,” ungkapnya.
Adapun video aksi penolakan Full Day School oleh santri NU itu telah beredar luas.
Dadang berpendapat, kebijakan belajar delapan jam dari Senin hingga Jumat itu bisa didialogkan. “Pada sisi mana keberatannya?” tuturnya.
Lagipula, menurut dia, kebijakan yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy itu tidak akan menggusur madrasah diniyah. “Menteri berkali-kali menjelaskan seperti itu, ini jelas karena kesalahpahaman, tidak memahami secara utuh konsep 5 hari belajar, dan anehnya kok Istilah Full day School yang dikedepankan, tidak ada itu Full Day School,” paparnya.
Politikus Partai Hanura ini lebih sepakat penolakan kebijakan hari sekolah itu didialogkan dengan akal sehat. “Bukan provokatif, apalagi ancam mengancam,” pungkasnya.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email