Manusia adalah makhluk sosial yang hampir tak mungkin hidup sendiri tanpa berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain. Sadar atau tidak, dalam interaksi itulah mereka terikat untuk saling berbagi kelebihan dan saling membantu untuk mengatasi kekurangan masing-masing. Apalagi, seperti kata orang bijak: dunia ini berputar. Artinya, kehidupan manusia kadang di atas kadang di bawah, kadang mengalami kejayaan dan keberlimpahan namun juga kadang terpuruk dalam kesulitan.
Agama menganjurkan kepada kita agar gemar menolong orang lain, memenuhi kebutuhan mereka, bersegera membantu kesulitan yang sedang mereka hadapi, memberi pertolongan demi tercapainya maksud mereka, yang semua itu dilakukan demi merealisasikan kebersamaan, ukhuwah persaudaraan, kecintaan, dan kasih sayang di antara sesama saudara Muslim. Hal ini sebagaimana Allah jelaskan dalam salah satu firman–Nya, “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar”. (QS an-Nisaa’: 114).
Dalam ayat lain Allah berfirman, “Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian (pahala) dari padanya”. (QS an-Nisaa’: 85).
Masih berkaitan dengan kegemaran membantu orang lain, dijelaskan dalam sebuah hadis yang semakin mendukung perilaku terpuji tadi agar gemar dilakukan oleh seorang Muslim, sebagaimana sabda Nabi saw, “Barangsiapa yang menutupi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa yang melapangkan kesusahan seorang Muslim maka Allah akan mengangkat darinya dengan sebab amalan tadi kesusahannya kelak pada hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi cela saudaranya Muslim maka Allah akan menutupi aibnya kelak pada hari kiamat” (HR Bukhari no: 2442. Muslim no: 2580)
Di dalam hadis tadi, Nabi Muhammad saw menerangkan kepada kita bahwa memberi suatu yang bermanfaat bagi orang lain merupakan amal ibadah yang sangat agung.
Masih berkaitan dengan ini, dibawakan oleh Imam Muslim sebuah hadis dari Abu Musa al-Asy’ari ra, beliau bercerita: “Adalah Rasulallah saw apabila didatangi oleh seorang peminta-minta atau dimintai tolong untuk memenuhi hajat orang lain beliau bersabda kepada para sahabatnya, “Berilah syafa’at (kepada mereka) maka kalian akan diberi ganjaran. Dan Allah akan memenuhi (kebutuhan mereka) melalui lisan Nabi-Nya sebagaimana yang Allah kehendaki”. (HR Bukhair no: 1432. Muslim no: 2627)
Dalam hadis lain, dari Jabir ra, beliau mengatakan, “Nabi Muhammad saw pernah bersabda, “Barangsiapa ada di antara kalian yang mampu untuk memberi manfaat pada orang lain hendaknya ia lakukan”. (HR Muslim no: 2119)
Bahkan bukan hanya itu, beliau juga menekankan pada semua kondisi. Dijelaskan dalam hadis Imam Muslim yang diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri ra, beliau bercerita: “Tatkala kami bepergian bersama Nabi Muhammad saw di tengah perjalanan kami bertemu dengan seseorang yang berada di atas hewan tunggangannya. Orang tadi matanya memandang ke kanan dan kiri. Melihat hal itu Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang memiliki kelebihan punggung maka hendaknya memberikan kepada orang yang tidak punya kelebihan itu. Dan bagi siapa yang punya kelebihan perbekalaan hendaknya memberi kepada orang yang kurang perbekalannya”. Abu Sa’id melanjutkan, “Beliau lalu menyebut beberapa jenis harta yang banyak sampai sekiranya kami berpikiran tidak ada keutamaan lagi bagi kami untuk memilikinya”. (HR Muslim no: 1728)
Imam Nawawi menjelaskan hadis di atas dengan penjelasannya, “Di dalam hadis ini sebagai dalil atas dianjurkannya untuk bersedekah, suka menderma, punya kepedulian pada sesama, berbuat baik pada teman perjalanan, memperhatikan kebutuhan teman. Maka sebuah perkara besar manakala sebuah kaum mempunyai sikap kepedulian atas kebutuhan temannya, yang mana beliau hanya mencukupkan dengan sekedar tawaran bagi para sahabatnya untuk rela membantu orang yang sedang butuh dan memberi dorongan, tanpa harus diminta terlebih dahulu”.
Dan pintu-pintu untuk memberi manfaat orang lain sangatlah banyak, seperti dengan membantu untuk melunasi hutang yang mereka miliki, atau bersedekah pada kalangan orang fakir di antara mereka, atau melapangkan kesusahan, atau mendamaikan perselisihan yang terjadi di antara mereka, atau membuat mereka merasa senang serta cara yang lainnya.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Sa’id bin Abi Burdah dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda, “Setiap anggota tubuh manusia wajib disedekahi, setiap hari dimana matahari terbit lalu engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah, engkau menolong seseorang yang berkendaraan lalu engkau bantu dia untuk naik kendaraanya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan menuju shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah sedekah”. (HR Bukhari no: 2707. Muslim no: 1009)
Imam Ibnu Qoyim menjelaskan, “Dan akal dan nash serta fitrah didukung penelitian dari berbagai kalangan umat beragama dengan segala macam kelompok dan ragamnya, semuanya sepakat bahwa mendekatkan diri kepada Rabb semesta alam, dan berbuat bajik serta ihsan pada makhluk -Nya, termasuk faktor terbesar dari faktor-faktor yang ada untuk memperoleh setiap kebaikan, dan sebaliknya perilaku yang berbeda seperti di atas maka itu merupakan faktor ditimpakannya keburukan. Oleh karenanya salah satu usaha untuk mendapat nikmat-nikmat Allah serta keinginan untuk menolak bencana dan adzab -Nya bisa dilakukan dengan ketaatan kepada Allah dan berbuat baik pada makhluk -Nya”.
Dan memberi manfaat pada orang lain, bersegera melapangkan kesusahan mereka termasuk bagian dari sifat-sifat para nabi dan rasul. Lihatlah penderma Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq as, walaupun perilaku buruk yang sudah diterimanya dari saudara-saudaranya beliau tetap menyiapkan dan memberi manakala mereka datang untuk meminta kebutuhan makan keluarganya, beliau tidak menurangi sedikit pun jatah mereka.
Nabi Musa as tatkala mendatangi tempat mengambil air penduduk Madyan, beliau mendapati orang-orang saling berebut dan antri menunggu giliran mengambil air lantas beliau menjumpai ada dua wanita yang tidak ikut berdesakan menunggu giliran, maka beliau langsung menawarkan bantuan mengambilkan air sehingga kambing-kambingnya bisa minum.
Ummul mukminin Khadijah ra, beliau pernah berkata tentang Nabi Muhammad saw, “Sesungguhnya engkau adalah penyambung tali kerabat, pemikul beban orang lain yang mendapat kesusahan, pemberi orang yang papa, penjamu tamu serta pendukung setiap upaya penegakan kebenaran”. (HR Bukhari no: 3)
Dan panutan kita, Nabi Muhammad saw apabila diminta untuk memenuhi hajat seseorang maka beliau tidak pernah menolak permintaannya. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Jabir ra, beliau menceritakan, “Tidak pernah Nabi Muhammad saw dimintai sesuatu pun, lantas beliau mengatakan ‘tidak’. (HR Bukhari no: 6034. Muslim no: 2311)
Dalam hadis lain yang dibawakan oleh Imam Ahmad, beliau berkata, “Sesungguhnya kami, demi Allah, telah menemani Rasulullah saw baik di saat safar maupun dalam keadaan mukim. Maka (kami mendapati) kebiasaan beliau ialah menjenguk orang sakit di antara kami, mengiringi jenazah di kalangan kami, ikut berperang bersama kami, dan menyamaratakan di antara kami antara orang kaya dan miskin”. (HR Ahmad 1/532 no: 504)
Demikianlah, tak diragukan lagi, betapa banyak kita dapati anjuran dan penekanan Islam terkait keutamaan membantu sesama Muslim pada khususnya dan sesama manusia pada umumnya, agar mereka terlepas dari kesulitan dan kesusahan.
Namun tak cukup sampai disini, yang perlu kita perhatikan selanjutnya adalah terkait apa yang selayaknya kita lakukan saat kita bisa membantu orang lain yang sedang ditimpa kesulitan/kesusahan tersebut.
Bagaimana sebaiknya sikap kita terhadap mereka?
1. Sebaiknya kita tidak berharap terima kasih dari orang yang kita bantu.
2. Lebih baik kita berharap agar yang bersangkutan atau orang yang kita bantu, lebih sadar dan lebih mampu berterima kasih dan bersyukur kepada Allah karena sejatinya Dialah yang telah melepaskannya dari kesulitan/kesusahan tersebut, sehingga hubungannya dengan Allah semakin membaik, ketaatan dan kepatuhannya kian meningkat, keimanannya bertambah teguh dst.
3. Kita mesti sadar bahwa kita hanya perantara semata, karena tanpa kehendak dan perkenan Allah, sudah pasti kita mustahil bisa berbuat apa-apa, bahkan sekadar untuk membantu diri sendiri.
4. Justru kita yang semestinya lebih layak bersyukur karena Allah telah mengaruniakan kemudahan dan kemampuan kepada kita sehingga kita dapat membantu orang lain yang sedang ditimpa kesulitan/kesusahan, meski faktanya –terkadang pada saat yang sama– kita juga dalam kondisi kesulitan/kesusahan, tak jauh berbeda dengan kondisi orang lain yang kita bantu.
5. Kita doakan orang yang pernah kita bantu agar ke depan dia tak mengalami kesulitan/kesusahan serupa, bahkan berada dalam kondisi yang lebih baik dan bisa lebih terdorong serta lebih mampu membantu orang lain yang sedang ditimpa kesulitan/kesusahan sebagaimana dia sendiri pernah mengalami dan tahu bagaimana rasanya jika sedang ditimpa kesulitan/kesusahan.
(Islam-Indonesia/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email