Oleh: Aqil Syaikh Husain
Kita teringat film berjudul “A Space Odyssey” buatan tahun 1960. Sekelompok manusia hidup pada masa lalu. Mereka sangat lemah dan tidak memiliki peralatan khusus untuk menjaga diri melawan binatang-binatang buas.
Untuk membela diri, mereka hanya saling merapatkan diri dan berkhayal telah berhasil menyelamatkan diri. Tentu saja, rasa aman ini hanya bersifat sementara. Akhirnya, mereka pun tetap menjadi mangsa binatang-binatang buas itu.
Karakter-karakter yang terdapat dalam film ini hampir serupa dengan kondisi rezim Zionis Israel dan bangsa-bangsa Arab yang menjadi sekutu mereka. Keberhasilan-keberhasilan yang diperoleh oleh garis muqawamah di medan perang dan politik telah menciptakan ketakutan di kalangan kaum Zionis dan bangsa-bangsa Arab yang kezionis-zionisan. Lantaran rasa takut ini, mereka berkhayal bisa terselamatkan dari lumpur kekalahan dengan cara saling merapatkan diri dalam bentuk “koalisi”.
Dalam beberapa hari terakhir ini, kita menyaksikan langkah-langkah yang sangat gesit untuk melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Bendera-bendera Israel dikibarkan di Kurdistan Iraq. Pertemuan akrab antara kelompok-kelompok oposisi Suriah dan para petinggi Israel telah digelar. Para seniman Arab melakukan kunjungan ke tanah pendudukan Palestina dengan tujuan untuk meningkatkan reputasi mereka. Bahkan grup orkestra nasional Bahrain bersedia melantunkan lagu kebangsaan Zionis dalam sebuah pesta Israel. Putra Mahkota Bahrain bersama sebuah delegasi yang beranggotakan 40 petinggi negara juga hadir dalam pesta Zionis ini.
Semua peristiwa ini layak menjadi perhatian dan tidak kalah penting dengan pertemuan-pertemuan terang-terangan dan sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh para petinggi Israel dengan negara-negara Arab dalam rangka memperkuat hubungan diplomatik, ekonomi, keamanan, dan militer.
Sudah menjadi rahasia umum. Dalam rangka menarik perhatian Israel, pihak bangsa Arab yang menggebu untuk membangun hubungan dengan rezim Zionis harus menyetujui beberapa persyaratan. Yaitu mengakui negara Yahudi, membentuk negara Palestina di Jordania, dataran Sina, atau tempat lain selain Palestina, ikut serta dalam koalisi anti Iran dan garis muqawamah, menyetujui pembentukan sebuah sistem negara regional di bawah pimpinan Israel, dan disintegrasi negara-negara Arab.
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah apakah faktor yang mendorong rezim-rezim Arab itu menggebu untuk mengadakan hubungan dengan rezim Israel?
Jawaban untuk pertanyaan ini mungkin sangat gamblang bagi mereka yang selalu memonitor perkembangan kawasan Timur Tengah. Jawabannya adalah kekalahan yang sekarang selalu diderita oleh imperialisme dunia mulai dari rezim Amerika Serikat dan para sekutu Barat mereka hingga rezim Zionis Israel dan rezim-rezim Arab pembela Tel Aviv.
Negara-negara Arab dan Israel sangat memahami bahwa keluar dari jurang lumpur kekalahan ini tidak mungkin bisa dilakukan sendirian. Mereka sangat berutang budi kepada Amerika dan Barat dalam usaha menjaga eksistensi diri mereka. Hanya saja, dukungan ini sedikit banyak sudah mulai menurun, karena Amerika dan Barat sedang berusaha menyelamatkan kepentingan di Timur Tengah dan mencari jalan untuk menjalin kesepahaman dengan garis muqawamah.
Untuk itu, rezim-rezim Arab itu berkhayal akan bisa terselamatkan dari nasib buruk yang sedang menunggu kedatangan mereka, apabila berhasil merapatkan diri kepada Israel. Khayalan ini terus dikembangkan karena mereka berpikiran bahwa Israel masih bisa memasuki medan perang baru dan lantas keluar dengan selamat.
Padahal, Israel sendiri paham betul sangat tidak mampu untuk memasuki medan perang baru. Untuk itu, mereka berusaha mencari pasukan yang siap mati dari kalangan bangsa-bangsa Arab yang sudah kezionis-zionisan dan lantas mengirimkan mereka ke medan laga untuk melawan garis muqawamah. Seperti Saddam yang beberapa tahun lalu telah mereka kirim untuk melawan Iran dan sekarang kelompok-kelompo takfiri teroris untuk berperang melawan garis muqawamah.
Yang penting sekarang, baik masalah ini masih berhubungan dengan Saddam ketika melawan Iran dan kelompok teroris melawan garis muqawamah ataukah tidak, pilihan pihak musuh hanya satu. Yaitu kekalahan. Kekalahan inilah yang telah mendorong Israel dan rezim-rezim penguasa Arab untuk saling merapatkan diri dengan membentuk koalisi, persis seperti para karakter film “A Space Odyssey” di atas, dengan harapan bisa menyelamatkan diri dari efek-efek buruk yang sedang menanti kedatangan mereka.
(Al-‘Ahd/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email