Oleh: Palti Hutabarat
FPI menilai bahwa sebetulnya etnis Rohingya di Myanmar tidaklah membutuhkan bantuan apa pun, selain senjata untuk berperang.
Akhirnya kita memahami mengapa kelompok-kelompok Islam ekstrimis dan radikal di Indonesia getol sekali membangun dukungan terhadap krisis di Rohingya. Ternyata karena adanya gerakan yang terindikasi adalah gerakan garis keras Islam atau teroris yang masuk ke Myanmar bernama Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA).
Meski masih jadi perdebatan mengenai kebenarannya, tetapi data intelejen dari Myanmar dan juga laporan dari Dubes RI untuk Myanmar Ito Sumardi, tidak bisa dianggap biasa saja. ARSA yang diduga terindikasi gerakan teroris berbait ISIS tidak boleh ditolerir dan harus segera dilakukan perlawanan. Apalagi kalau melihat cara mereka yang sama.
Kita bisa saja tertipu kalau tidak hati-hati dan dengan mendalam memahami krisis di Rohingya. Sama seperti krisis yang terjadi di Suriah dan juga Marawi. Kehadiran kelompok teroris ekstrimis yang ingin merebut sebuah daerah di suatu negara yang kemudian akan merebut negara tersebut sangat perlu diseriusi.
Strategi mereka sangat mirip satu dengan yang lainnya. Cara yang memanfaatkan daerah yang banyak muslimnya dan memulai pergerakan dari sana. Melakukan tindakan teror lalu bersembunyi di balik warga sipil yang ada di tempat tersebut. Akhirnya melakukan penyebaran isu agama yang digaungkan oleh simpatisan Islam ekstrimis di negara lain.
Indonesia termasuk salah satu negara dimana tindakan seperti ARSA ini mereka dukung. Tidak dalam dukungan yang jelas dan terang-terangan, melainkan dengan cara yang berbeda. Isu kemanusiaan mereka mainkan dan selipkan padahal intinya malah mendukung gerakan teroris ekstrimis merebut sebuah negara.
Itulah mengapa dalam bantuan yang digalang oleh Bachtiar Nasir diduga kuat malah mendukung gerakan teroris di ISIS. Dalam telusuran, sumbangan malah diterima oleh kelompok teroris ekstrimis dengan warna bendera yang berbeda dengan bendera resmi Suriah.
Wajar memang kalau mereka mendukung gerakan ini, karena memang memiliki garis ajaran Islam yang sama. Dan gerakan itu juga terindikasi dilakukan oleh ARSA di Myanmar.
Seorang wartawan Myanmar – Mizzima – menyatakan bahwa pemimpin Rohingya di balik serangan tersebut, Hafiz Tohar, telah berbicara panjang lebar dengan para ekstremis di Pakistan dan Irak dalam dua hari sebelum serangan terhadap pos keamanan Myanmar bulan lalu.
Kini, ketika FPI menyatakan etnis Rohingya di Myanmar tidaklah membutuhkan bantuan apa pun, selain senjata untuk berperang, maka tidak ada lain kecurigaan kita. FPI bukan lagi mempersoalkan mengenai kemanusiaan tetapi sudah berbicara mengenai peperangan. Peperangan sangatlah jauh dari nilai kemanusiaan.
Permintaan FPI ini mengungkapkan apa sebenarnya tujuan mereka. Mereka bukan sedang ingin membantu para pengungsi, melainkan ingin ikut berperang melawan Myanmar. Nah, kalau mau ikut berperan melawan Myanmar, maka sudah pasti ingin mendukung gerakan ARSA yang sudah terindikasi gerakan teroris.
Jelas sudah ternyata bahwa modus utama FPI tidak lain dan bukan adalah persoalan mendukung gerakan ekstrimis. Kemanusiaan hanyalah sebuah kedok seperti yang biasa mereka lakukan. Meminta bantuan dana dan senjata, malah untuk ikut memerangi Myanmar.
Apakah anda termasuk orang yang memberikan sumbangan kepada FPI?? Kalau iya, maka saya sarankan anda untuk kembali menjadi orang yang waras. Menjadi orang yang punya nalar kemanusiaan yang sehat. Karena anda telah mendukung gerakan ekstrimis yang ingin memecah belah negara orang lain.
Uang yang sebenarnya adalah untuk aksi kemanusiaan kini malah patut dicurigai digunakan untuk hal-hal yang tidak benar. Uang tersebut bukan untuk meredakan kekerasan, malah ingin digunakan untuk memperluas aksi kekerasan dengan perang berkepanjangan. Apakah itu yang kita inginkan saat memberikan bantuan dana??
Saya yakin tidak. Karena itu, jikalau ingin memberikan sumbangan dan bantuan, maka tidak ada lagi tempat yang paling aman dan dijamin sampai serta tidak terkait dukungan kepada kelompok teroris selain pemerintah Indonesia. Lihat saja saat ini sudah ada 6 hercules bantuan yang tiba di Bangladesh. Bantuan kmanusiaan bukan untuk perang.
Fakta ini semakin menunjukkan kepada kita bahwa FPI dan kelompok ekstrimis lainnya tidaklah benar-benar peduli kepada kemanusiaan. Sama seperti mereka yang jualan agama demi mendapatkan kekuasaan, maka kemanusiaan pun hanya jadi komoditas politik dan eksistensi ormas mereka.
Suatu saat mereka akan sadar bahwa Tuhan dan kemanusiaan tidak bisa terus menerus dipermainkan seperti ini. Dan itulah saatnya dimana Tuhan akan menghantam mereka ini semua. Gusti Ora Sare..
Salam Kemanusiaan bukan Perang.
Catatan: ARSA adalah kelompok teroris Rohingya
(Danardono-Hadinoto/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email