Senin ini Menlu Retno Marsudi akan pergi ke Myanmar untuk menemui pemimpin Myanmar, Ang Suu Kyii. Bila presiden berkomentar, pasti bukan komentar yg bombastis, misalnya “mengutuk”, “mengecam” dsb, karena itu akan mempersulit misi diplomatik Menlu besok ke Myanmar. Mungkin pernyataannya hanya standar, “prihatin” dan “menyesalkan” eskalasi konflik di Myanmar, serta meminta pemerintah Myanmar untuk bersungguh-sungguh melindungi etnis Rohingya di Myanmar.
Selama ini, diantara negara-negara ASEAN, Indonesia adalah yang paling “bisa diterima” oleh pemerintah Myanmar, termasuk juga oleh militer Myanmar, karena pendekatan Indonesia yang “konstruktif” terhadap Myanmar. Bantuan-bantuan kemanusiaan, termasuk pembangunan sekolah, di Rakhine disambut dengan baik oleh pemerintah Myanmar. Sementara bantuan dari Malaysia, ditolak masuk ke Myanmar. Karena sikap Malaysia yang secara terbuka terus menyudutkan pemerintah Myanmar.
Harus dipahami bahwa Ang Suu Kyi, secara hukum, memang adalah pemimpin Myanmar yang terpilih secara demokratis. Namun secara “defacto” militer masih sangat mendominasi kehidupan politik di Myanmar. Konflik Rohingya seolah telah mengangkat kembali peran Militer ke arena politik. Sikap keras militer Myanmar terhadap orang Rohingya, atau orang Bengali menurut orang Myanmar, disambut positif oleh warga Myanmar. Karena orang “Bengali” yang muslim tersebut dianggap sebagai imigran gelap yang berasal dari Bangladesh.
Bila Ang Suu Kyi terlihat “membela” orang “Bengali” maka karir politiknya akan habis. Karena orang Myanmar tidak akan lagi menyukainya. Selain itu, sulit sekali bagi Suu Kyi untuk mampu mengendalikan militer Myanmar di lapangan. Jangan lupa, Ang Suu Kyi juga belum terlampau lama dibebaskan dari tahanan rumah oleh militer Myanmar.
Masalah konflik etnis di Myanmar antara Rohingya vs Mayoritas Myanmar adalah konflik yang biasa terjadi di negara manapun, namun menjadi heboh karena membawa nama agama, membawa nama islam. Issue yang diangkat adalah “ummat Muslim dibantai oleh ummat Budha”, ini yang keliru. Bagaimana dengan konflik di Myanmar, antara Suku Karen vs Pemerintah Myanmar, mengapa pada diam saja ketika perkampungan suku Karen diserang dan dibom oleh tentara Myanmar. Apa karena orang Karen bukan orang Islam?
Sebaiknya bila melihat masalah, harus secara obyektif dan proporsional, jangan terus dibawa ke issue agama.
(Tempo/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email