Ilustrasi
Poliandri adalah bentuk perkawinan dimana seorang perempuan (istri) memiliki sejumlah pasangan (suami). Kadang-kadang para suami tersebut masih bersaudara. Poliandri ini adalah bagian atau “cabang” dari “poligami”. Cabang lain dari poligami adalah “poligini” yaitu laki-laki (suami) yang memiliki sejumlah istri.
Dalam berbagai kajian antropologi, pernikahan model poliandri ini yang paling sedikit dipraktikkan oleh masyarakat di dunia ini. Yang paling banyak dipraktikkan adalah poligini, lalu rangking kedua adalah monogami, baru kemudian poliandri.
Menurut antropolog Kathrine Strakweather dan Raymond Hames dalam tulisan mereka, “A Survey of Non-Classical Polyandry,” ada sekitar 53 kelompok masyarakat di dunia ini yang mempraktikkan poliandri. India, Tibet, Nepal, dan sejumlah kawasan di Kepulauan Marquesas di Pacific dan di Amerika Selatan adalah yang paling banyak ditemukan kasus-kasus poliandri ini.
Di antara beberapa daerah tersebut, India yang paling banyak dijumpai praktik poliandri. Salah satu yang populer adalah kawasan Kinnaur, dimana masyarakatnya masih mengklaim sebagai keturunan Pandawa, seperti dalam kisah pewayangan. Kita tahu dalam kisah Mahabarata dikisahkan bahwa Draupadi memiliki lima suami yang kemudian menjadi “anggota tetap” Pandawa, yaitu Yudistira, Bimasena, Arjuna, Nakula dan Sadewa.
Di Timur Tengah, tradisi poliandri ini juga pernah dipraktikkan. Dalam buku klasik “Kinship and Marriage in Early Arabia” (karya Robertston Smith), disebutkan bahwa praktik poliandri ini pernah umum dipraktikkan oleh masyarakat suku di Jazirah Arab, khususnya Arabia selatan (yang kini masuk wilayah Yaman).
Dalam masyarakat Timur Tengah saat ini, tentu saja tradisi poliandri ini tidak umum lagi. Tapi bukan berarti tidak ada atau lenyap sama sekali. Di Yordania, tepatnya di kota al-Ramtha, seperti diberitakan oleh al-Hayat, pernah terjadi kasus poliandri yang menggemparkan, dimana seorang wanita Yordania memiliki empat orang suami dari beberapa negara Arab.
Tradisi poliandri ini memiliki beberapa tujuan mendasar, antara lain untuk membatasi ledakan populasi atau untuk menjaga harta-benda dan tanah yang langka dan berharga agar tetap utuh, tidak terbag-bagi atau menyebar ke orang lain seperti dipraktikkan oleh sejumlah kelompok masyarakat di pegunungan Himalaya.
Lalu, bagaimana mereka melakukan hubungan seksual? Ya tinggal gantian saja kan? Di sejumlah suku di India dan Tibet, ada “peraturan khusus” tentang “aktivitas keluar-masuk” ini. Misalnya, kalau ada sandal atau apa saja sebagai penanda, ditaruh / berada di depan pintu kamar istri, berarti ada salah satu suami yang ada di dalam kamar tersebut dan sedang “indehoi” dengan sang istri, oleh karena itu suami-suami lain dilarang masuk kamar dan harap bersabar menunggu antrian he he.
Jabal Dhahran, Arabia
(suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email