Oleh: Muhammad Zazuli
Seorang laki-laki yang membawa gergaji dan kapak memaki-maki, mengancam dan membubarkan kegiatan sekolah minggu untuk anak-anak di lantai tiga Blok A Rusun Pulogebang, Jakarta Timur sehingga membuat anak-anak itu trauma dan menangis ketakutan. Di sisi lain juga ada seorang Ibu-ibu Pengurus Pengajian di Solo menghentikan kegiatan musik Campur sari di kampungnya karena dianggap tidak pantas.
Inilah potret Indonesia masa kini dimana kelompok intoleran dan radikal mulai terang-terangan dan tidak segan lagi menunjukkan arogansinya. Kemenangan mereka di Pilkada DKI membuat kelompok ini semakin percaya diri untuk melakukan aksinya. Ancaman masih akan terus muncul hingga Pilpres 2019 nanti dan mungkin hal ini akan terus berkelanjutan hingga negara ini jatuh ke dalam tangan mereka.
Bayangkan jika mereka berhasil berkuasa di negeri ini. Bayangan gelap nasib bangsa yang semakin mendekati suasana di Irak, Suriah, Afghanistan, Pakistan dan negara-negara konflik Timur Tengah lainnya semakin nyata. Namun pemerintah mengalami kesulitan untuk menangani problema ini. Semakin ditekan dan dilarang maka mereka akan memprovokasi massa bahwa pemerintah sedang memusuhi Islam sehingga layak dilawan dan ditumbangkan. Tapi jika dibiarkan maka ini akan merusak nilai-nilai dasar kita dalam berbangsa dan bernegara sesuai prinsip Bhinneka Tunggal Ika.
Saya paham hal ini karena saya pernah menjadi bagian dari mereka dan memahami cara kerja dogmatisme dan sistem cuci otak mereka. Itulah sebabnya saya gencar melakukan perlawanan dan kontra opini terhadap kelompok intoleran tersebut yang terbukti sudah mampu menguasai medsos dan dunia maya, terlebih kelompok mereka pernah menguasai kementerian yang mengurusi bidang ini.
Bagi saya kebangkitan kaum radikal jauh lebih nyata dan lebih berbahaya daripada isu kebangkitan PKI yang hanya bagaikan mimpi di siang bolong yang tanpa bukti. Mereka siap mati untuk memperjuangkan cita-cita mereka karena merasa ini adalah “perintah Tuhan”. Sedangkan kelompok moderat dan toleran biasanya hanya akan berjuang setengah-setengah saja karena mereka tidak memiliki sistem kaderisasi, jaringan, propaganda, dogmatisasi dan sistem cuci otak yang menyerupai kelompok intoleran tadi.
Di dunia Barat masalah seperti ini tidak terjadi karena pemahaman mereka tentang Tuhan dan agama sudah lebih cerdas dan dewasa dibandingkan dengan masyarakat kita. Meski demikian kaum imigran dari Timur Tengah yang sebagian masih memiliki benih radikal ini juga bisa menjadi ancaman bagi dunia Barat.
Diakui atau tidak, selama kelompok dan ideologi radikal masih ada maka Islamophobia juga akan terus ada. Ketidakadilan dunia Barat terhadap permasalahan Palestina juga turut memicu situasi ini. Mungkin inilah yang dimaksud oleh Prof Samuel Huntington dari Harvard dengan istilah “Clash of Civilization” dimana pasca Perang Dingin maka friksi tingkat global yang akan terjadi selanjutnya adalah kaum modern versus kaum radikal.
Dan kita semua akan menjadi saksi sejarah sekaligus aktor yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam perang ideologi tersebut. Anda akan memilih berada di pihak mana?
Salam NKRI
(suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email