Para pengacara yang melaporkan saya itu seperti pawang hujan abal-abal.
Pawang hujan itu pekerjaan yang enak. Kalau berhasil menahan hujan, maka ia bisa membanggakan kerjaannya. Kalau tidak berhasil “Yah, saya tidak bisa melawan kekuasaan Tuhan YME. Saya apalah.. apalah..”
Begitu juga pengacara yang melaporkan saya.
Ketika 700 pengacara bersatu ingin melaporkan saya, saya senyum saja. “Mereka gak mungkin berani..” karena dakwaannya saja sudah lemah, tidak ada sedikitpun tulisan saya yang menghina Yang Mulia Imam Besar Rizik Shihab.
Saya hanya memuji dengan gaya sarkas.
Tapi ya begitulah. Karena tidak berhasil mendapatkan bukti penghinaan, mereka lalu menyebar isu bahwa saya dilindungi penguasa sehingga gak mungkin dimasukkan penjara.
Sama kayak pawang hujan kan ? Menang kalah dapat pujian.
Begitu juga ketika seorang pengacara tidak terkenal melaporkan saya karena dianggap mengadu domba umat Islam vs Kristen.
Dia gagal mengartikan kata “lawan” dalam tulisan saya. Karena pikirannya selalu perang, maka yang dipikirnya adalah melawan secara fisik seperti kasus di Ambon dan Poso.
Padahal sudah jelas disitu saya berkata melawan secara hukum. Pergunakan hukum sebagai alat perlawanan, karena itulah sebaik-baiknya cara.
Jadi apa yang salah ketika saya meminta umat Kristen, Hindu dan Budha melawan secara hukum atas pernyataan ES ? Lah, kok perbandingannya kasus Rohingya ? Gak Jonru to Jonru namanya itu.
Dan seperti biasa, nanti laporannya yang lemah itu mentah di polisi. Terus dia teriak, “Denny Siregar dilindungi penguasa !” Pengacara jaman now, asal tereak tanpa bukti kuat.
Kenapa bukan ES sendiri yang melaporkan saya seperti ia melaporkan Romo Magnis ?
Karena takut buat saya terkenal kayaknya, jadi dicarilah pengacara ecek-ecek yang rindu proyek.
Seperti kata pepatah, “berakit ke hulu berenang ke tepian. Dilaporkan dahulu, umroh kemudian..”
Seruputtt ahh…
Denny Siregar
(Denny-Siregar/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email