Oleh: Erizeli Jely Bandaro
Ketika turun dari pesawat , salah satu anggota keluarga yang menjemput saya di Bandara nampak bingung karena saya menggunakan celana Denim warna hitam dan baju lengan panjang gunting shanghai atau tepatnya baju khas melayu. Dikepala saya menempel kopiah warna hitam,khas kopiah nasional.Istri saya juga tetap dengan model baju muslimah longgar berjilbab lebar warna putih.
Mengapa dia bingung? Menurutnya,mengapa saya tidak menggunakan pakaian haji dengan sorban dan kopiah haji. Bukankah saya baru kembali dari melaksanakan ibadah Haji. Saya katakan sambil tersenyum bahwa saya orang Indonesia. Kulit dan postur tubuh saya tidak sama dengan orang Arab, tentu pakaianpun pasti berbeda modelnya. Orang Arab tinggal di daerah panas dan kering , karenanya mereka butuh pakaian longgar agar kelembaban kulitnya tetap terjaga. Mereka perlu sorban untuk menutup wajahnya bila badai pasir datang.
Busana Arab adalah budaya Arab. Manusia dan kebudayaan merupakan satu ikatan yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun menurun. Budaya tercipta dari kegiatan sehari hari dan juga dari kejadian – kejadian yang sudah diatur oleh Allah. Jadi salah besar bila busana kita tidak sesuai dengan budaya kita, apalagi bergaya seperti orang Arab. Itu menggelikan dan nampak terbelakang cara berpikirnya.
Kalau ada yang bertanya ,islam apakah saya ? saya akan tegas bahwa saya beagama Islam tapi Saya bukan islam Arabian. Pedoman adalah Al-Quran dan Hadith. Yang menghubungkan Islam dengan Arab adalah hanya karena Nabi Muhammad SAW dilahirkan di Arab. Itu saja.
Namun Agama saya tidak ada urusan dengan budaya Arab kecuali sunah Rasul yang merupakan rekaman akhlak beliau semasa hidupnya untuk saya teladani. Saya bukanlah ahli agama, dan bukan pula hafal Al Quran. Namun hakikat tauhid saya pahami sepenuhnya. Bagi saya agama bukan hanya masalah ritual semata, juga bukan bersifat pemurniah belaka, sebagaimana sering dipersepsikan secara sempit oleh sebagian kalangan, tetapi bersifat multi aspek yang menyeluruh. Pemahaman yang sempit dan terbatas, kendati peralatan ilmu untuk memahaminya serba mencukupi, akan melahirkan citra Islam yang parsial. Jika hal itu terjadi, maka kita sebagai umat Islam akan mudah diadu domba, kehilangan ruh islamnya sebagai agama digaris depan membela kebenaran, mengutamakan kebaikan dan menjunjung keadilan.
Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad s.a.w. dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia Dunia dan Akhirat. Kalau kita mengatakan bahwa islam adalah satu satunya agama yang benar maka kita harus bisa pastikan siapapun yang dekat atau jauh dengan kita merasa aman dan damai. Bukan karena kehebatan kita menghafal Al Quran dan berzikir siang dan malam tapi karena kita melakukan kebaikan kepada orang yang jahat kepada kita , bersilaturahim kepada mereka yang memutuskannya. Memaafkan mereka yang tidak memberi kemaafan kepada kita. Berusaha amanah kepada mereka yang mengkhianati kita. Berbicara kapada mereka yang enggan berbicara dengan kita. Memuliakan mereka yg menghina kita.
Ada beberapa teman yang mencoba untuk menggiring saya kepada satu kelompok dengan agenda perjuangan syariah islam, pemurniaan islam dan lain sebagainya. Apapun agendanya bagi saya, teman itu sedang mencoba mengkotakan pikiran saya terhadap Islam. Padahal Islam itu adalah agama Allah. Ilmu Allah terlalu luas untuk hanya sekedar disekat dengan pemikiran satu golongan. Kemanapun wajah kita hadapkan, ayat ayat Allah tersebar. Kita tidak bisa takliq dengan pemikiran orang lain yang katanya dalam harakah harus istiqamah apa kata pimpinan.
Sekali kita terjebak dengan pemikiran sektoral atau aliran maka kita telah berperan membuat cahaya islam itu buram. Mengapa? Kendati Islam dalam beberapa hal tertentu melarang manusia untuk berpikir seperti berpikir tentang Dzat AIlah akan tetapi secara umum Islam setuju dengan kebebasan berpikir. Dalam pandangan Islam, seorang Muslim, di samping ia memiliki hak untuk berpikir ia juga harus menerima keyakinan dan prinsip-prinsip agama (tauhid, keadilan, kenabian, imamah dan hari kebangkitan).Namun soal urusan dunia, kebesaran islam itu berdiri diatas penghormatan kebebasan berpikir. Selalu dalam Al Aquran, Allah menyebut” apakah kamu tidak menggunakan akal” dan “bagi mereka yang mau berpikir”.
Berpikir merupakan potensi dan energi yang harus dibina pada diri manusia dan jelas bahwa tanpa adanya kebebasan dalam berpikir maka sunattulah terjadinya kesempurnaan kita sebagai manusia tidak akan ada. Selagi pemikiran beragama partial dengan membentuk aliran ekslusive dan meng-claim paling benar maka saat itulah cahaya islam meredup. Walau saya berteman dengan banyak golongan dalam islam dan bergaul dengan orang berbeda agama namun saya tidak pernah terpengaruh. Satu satunya yang harus dipatuhi dan loyal adalah ALLAH. Selain Allah, adalah kebenaran subjective.
Saya yakin bahwa sikap saya dalam beragama adalah representasi dari mayoritas umat Islam Indonesia. Mengapa? Karena para orang tua kita menasehati bahwa setiap orang punya cara berbeda menerima kebenaran dari Allah. Karena hidayah itu hak Allah. Kepada mereka yang belum Islam, tidak dilakukan paksaan, apalagi sampai membenci. Adapun terhadap kepada sesama Islam atau Ummatul Ijabah, selama mereka masih mengakui ”Tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah Pesuruh Allah” tidak ada hak kita mengecap dia bukan islam, dia kafir. Sebab, meskipun berbagai faham yang timbul dalam Islam, karena Islam memberi Kemerdekaan berfikir bagi Ummatnya, namun mereka masih dikatakan oleh Nabi s.a.w. ”Ummat-Ku”.
Alhamdulilah, di Indonesia , agamanya adalah islam rahmatan lilalamin yang menyatu dengan budaya Indonesia ; tepo selero, gotong royong, kasih sayang, tak ingin bercerai berai hanya karena perbedaan RAS, menghormati orang tua dan menghargai sahabat,patuh kepada pemerintah. Walau ada beberapa kelompok dalam islam yang eklusive namun mereka hanyalah segelintir saja.Terbukti ketika ikut pemilu suara mereka tidak lebih 10%,dan bahkan ada yang gagal mendapat minimal suara ( parliamentary threshold). Ini suatu fakta bahwa pemikiran islam partial dengan aliran yang dibawa dari filsuf Arab, yang penuh dengan kebencian kepada mereka yang berbeda mahzab, bahasa , busana, yang sehingga karenanya mudah mengkafirkan orang lain, sampai kapanpun tak akan mendapat tempat di negeri ini. Mengapa? Islam aliran adalah islam berpikir sempit, terkesan lemah dan penyendiri dari hiruk pikuk dunia. Islam seperti ini tidak sesuai dengan budaya Indonesia.
Islam Indonesia selain bagai elang yang terbang dengan idealisme spiritual yang tinggi untuk mencapai kesempurnaan pribadi juga membumikan akhlak cinta dan kasih sayang kepada semua. Itulah Islam, rahmatan lil alamin.
(Redaksi-Indonesia/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email