Apakah “shalat ayat” itu?
Dan apa sebab wajibnya secara syar'i? Bagaimana cara melakukan “shalat ayat”?
Apakah kewajiban melakukan “shalat ayat” hanya berlaku atas orang yang berada di kota kejadian, ataukah kewajibannya meliputi setiap mukallaf yang mengetahui peristiwa tersebut, meskipun tidak berada di tempat peristiwa?
Jawaban:
Salat ayat terdiri dari dua rakaat. Dalam setiap rakaat terdapat lima ruku’ dan dua sujud. Penyebab kewajibannya secara syar'i adalah gerhana matahari dan bulan, meski hanya sebagian, gempa, dan setiap peristiwa yang menakutkan bagi manusia pada umumnya, seperti badai hitam, badai merah dan kuning yang luar biasa (tidak wajar), kegelapan yang sangat, goncangan, teriakan (dari langit), api yang terkadang muncul di langit.
Selain peristiwa-peristiwa mengerikan tidaklah tergolong sebagai sebab –sebab kewajiban, kecuali dua gerhana dan gempa bumi, begitu pula ketakutan sebagian kecil orang tidaklah terhitung.
Adapun terkait dengan tata cara pelaksanaan salat ayat, terdapat beberapa cara sebagai berikut:
Cara pertama:
Setelah niat dan takbiratul ihram, membaca alfatihah dan satu surah, kemudian ruku’ dan bangun dari ruku’, lalu membaca alfatihah dan satu surah dan kembali ruku’ serta bangun dari ruku’, begitulah seterusnya sampai menyelesaikan lima kali ruku’ dalam rakaatnya dengan membaca alfatihah dan surah setiap sebelum ruku’. Setelah itu melakukan dua kali sujud, kemudian bangkit untuk melakukan rakaat kedua dengan cara yang sama seperti rakaat pertama sampai selesai dua sujud. Dan mengakhiri dengan tasyahhud dan salam.
Cara kedua:
Setelah niat dan takbiratul ihram, membaca alfatihah dan membaca ayat dari sebuah surah, kemudian ruku’ dan bangun dari ruku’, lalu membaca ayat lain dari surah tersebut dan kembali ruku’ serta bangun dari ruku’ dan membaca ayat lain dari surah yang sama, begitulah seterusnya sampai ruku’ kelima hingga menyempurnakan pembacaan surah -yang ayat-ayatnya ia baca- sebelum ruku’ yang terakhir, kemudian melaksankan ruku’ kelima dan sujud dua kali. Setelah itu bangkit (untuk rakaat kedua) dan membaca alfatihah dan ayat dari sebuah surah, lalu ruku’, begitulah seterusnya sebagaimana rakaat pertama sampai tasyahhud dan salam. Pada cara ini dimana pada setiap sebelum ruku’ ia mencukupkan dengan membaca satu ayat dari surah, maka ia tidak boleh membaca alfatihah lebih dari satu kali pada awal rakaat.
Cara ketiga:
Menggunakan salah satu dari dua cara di atas pada salah satu rakaatnya dan menggunakan cara yang lain pada rakaat yang lain.
Cara keempat:
Menyelesaikan pembacaan surah yang sebagian ayatnya telah ia baca dalam qiyam (berdiri) pertama pada qiyam kedua, ketiga atau keempat, misalnya. Maka setelah mengangkat kepala dari ruku’ ia membaca alfatihah lagi pada qiyam berikutnya dan membaca sebuah surah, atau sebuah ayat jika ia berada pada sebelum qiyam yang kelima. Apabila sebelum qiyam kelima ia hanya membaca satu ayat dari sebuah surah maka ia wajib menyelesaikannya sebelum ruku’ kelima.
Sehubungan dengan pertanyaan Anda yang ketiga disebutkan bahwa kewajiban melakukan “shalat ayat” hanya berlaku atas orang yang berada di kota ayat (kota kejadian), termasuk orang yang berada di kota yang bersambung dengannya sedemikian rupa sehingga lazim dianggap sebagai satu kota.
Referensi:
Fatwa-fatwa
(Tanya-Islam/Tebyan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email