Kebohongan Ratna Sarumpaet soal penganiayaan menjadi blunder bagi upaya tim Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam pertarungan melawan kubu Joko Widodo dan Ma’ruf Amin di Pilpres 2019.
Hoaks yang bergulir dari kebohongan Ratna Sarumpaet diprediksi bakal mempengaruhi elektabilitas Prabowo-Sandi.
Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada Wawan Masudi menganggap fenomena hoaks Ratna Sarumpaet jadi cerminan kubu Prabowo-Sandi menghalalkan segala cara untuk menyerang petahana, Jokowi.
“Ini menunjukkan kubu Prabowo apa pun peluang yang mungkin digunakan menyerang Pak Jokowi dipakai. Sayangnya proses verifikasi dan validasi tidak dilakukan,” kata Wawan kepada CNNIndonesia.com, Rabu (3/10).
“Terjebak sendiri toh akhirnya,” Wawan menambahkan.
Kubu Prabowo-Sandi terbilang reaktif tak lama setelah foto muka lebam Ratna beredar di media sosial. Juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan Ratna bercerita luka itu akibat dianiaya di Bandung 21 September.
Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon menduga penganiayaan tersebut bermotif politik. Sementara itu, Prabowo Subianto yang langsung bertemu Ratna menyebut hal itu sebagai pelanggaran HAM.
Wawan menyayangkan reaksi kubu Prabowo yang diberikan tanpa verifikasi terlebih dahulu. Ia mengingatkan Prabowo dan Sandiaga bakal memasuki pertarungan tingkat tinggi tahun depan.
“Para calon presiden kan memiliki tanggung jawab moral menyampaikan sesuatu benar kepada publik. Bagian pencerdasan masyarakat dengan menyampaikan sesuatu yang benar, bertanggung jawab, dan valid,” ujar Wawan.
“Tim siapa pun saya kira harus punya kemampuan memverifikasi informasi apa pun mau peristiwa politik, ekonomi, atau lainnya,” katanya.
Beberapa jam sebelum Ratna mengakui kebohongannya, Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA sudah menimang dampak yang akan terjadi terhadap elektabilitas masing-masing peserta Pilpres 2019.
“Jika kasus penganiayaan fisik ini benar, akan memberikan efek elektoral negatif kepada Jokowi. Tapi jika ternyata hanya kebohongan publik, ini akan memberikan efek elektoral negatif kepada Prabowo,” ujar Denny melalui keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia com, Rabu (3/10).
Berdasarkan survei terbaru LSI Denny JA, elektabilitas pasangan Jokowi-Ma’ruf itu mencapai 52,2 persen.
Dalam survei yang digelar 12 Agustus-19 Agustus 2018 itu, Prabowo-Sandiaga hanya mendapatkan 29,5 persen. Sementara itu, 18,3 persen responden masih merahasiakan pilihannya.
Menurut Denny, efek elektoral ini akan dirasakan pada segmen pemilih yang berasal dari kaum terpelajar. Pasalnya, ada sejumlah kejanggalan dalam kasus yang menimpa Ratna.
Kejanggalan yang dicurigai Denny belakangan terbukti. Ratna mengakui bahwa dirinya ‘kerasukan setan’ mengibuli Prabowo dengan membiarkan kebohongan tentang penganiayaan bergulir hingga menjadi sikap politik dan konsumsi publik.
Denny pun mengkritik sikap Prabowo yang terkesan impulsif dengan menyatakan bahwa kasus Ratna merupakan tindakan melanggar HAM. Capres nomor urut 02 itu menyampaikan keterangannya pada Selasa (2/10) malam, tak lama setelah kabar dugaan penganiayaan itu viral di media sosial.
“Apa pembelajaran penting kasus Ratna? Tak hanya orang awam, pemimpin politik kita terlalu cepat berprasangka. Tanpa cek dan recheck yang memadai, langsung membuat pernyataan,” tuturnya. “Apa jadinya jika kita berkuasa nanti, jika karakter kita terlalu cepat merespon tanpa melakukan cek dan recheck yang memadai?” lanjut Denny.
Ia menyebut peristiwa tersebut akan sangat memalukan jika lebam Ratna ternyata hanya karena operasi kecantikan belaka. Sebab kabar itu telah menyebar di media sosial hingga dibenarkan tim Prabowo-Sandi seperti Dahnil Anzar hingga Fadli Zon.
Denny menyebut pilpres 2019 akan selalu dikenang karena drama satu babak Ratna Sarumpaet ini.
“Jika terbukti kasus Ratna itu hanya operasi kecantikan belaka, tidakkah semua kita menjadi malu? Atau kita semua tertawa memikirkan alangkah lucunya kita bisa dikecoh dan dipermainkan dengan mudahnya?” ucapnya.
Lepas dari itu, Pengamat Politik dari UGM Wawan Masudi belum bisa menyimpulkan secara pasti dampak hoaks Ratna terhadap elektabilitas Prabowo-Sandi. Menurutnya, setiap pasangan calon pemimpin saat ini memiliki kelompok pemilih solid dan permanen.
“Jadi apa pun yang terjadi tidak akan berubah. Mungkin dari kelompok yang mencermati kritis akan jauh lebih bisa melihat calon pemimpin ke depan seperti apa,” ujar Wawan.
(Merdeka/Salafy-News/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email