Oleh Abdillah Toha
Saya sebenarnya segan membahas topik ini.
Namun karena masalahnya sudah berkembang terlalu jauh belakangan ini,
saya merasa harus ikut urun rembug sebagai bagian dari tanggung jawab
saya sebagai warga negara dan sebagai bagian dari muslim Indonesia.
Muslim Indonesia? Ya, muslim yang berbeda
karakter dari muslim di banyak negara lain, khususnya di beberapa
negara Timur Tengah yang sedang dilanda perang antar muslim demi merebut
kekuasaan dan mendirikan “Islam yang murni”. Muslim Indonesia berbeda,
karena kita adalah muslim yang toleran, menghargai perbedaan, serta
sangat luwes dalam mengadaptasikan keislaman kita dengan kearifan lokal.
Sayang sekali karakteristik dan perilaku
tasamuh muslim Indonesia yang sudah berjalan ratusan tahun ini
belakangan menghadapi serangan kelompok garis keras yang sebenarnya
minoritas tetapi militan, fanatik, dan agresif. Toleransi atau tasamuh
dianggap sebagai tanda kelemahan. Orang-orang ini dihinggapi penyakit
kejiwaan yang bisa disebut sebagai paranoid, yakni selalu merasa
ketakutan kepada segala sesuatu yang berbeda dan diluar diri atau
kelompoknya. Pihak luar ini dipersepsi oleh mereka sebagai ancaman
terhadap eksistensinya. Inilah kelompok yang hanya mengenal dua warna,
hitam dan putih. Tidak boleh ada warna lain diantara keduanya.
Kelompok Islam garis keras ini tidak
hanya terjangkit bayangan ancaman dari penganut agama lain tapi justru
belakangan ini dia juga khawatir terhadap apa yang dipersepsinya sebagai
ancaman atas benteng akidah mereka dari muslim sendiri yang tidak
sealiran dengan mereka. Maka satu-satunya jalan adalah melakukan
pre-emptive strike kepada lawannya yang dikhawatirkan akan menjadi besar
bila dibiarkan.
Mereka bergerak dalam semua front, dari
masjid-masjid sampai ke pengajian, selebaran, tabloid, media sosial dan
bahkan ke kehidupan politik. Pukulan mereka belum sampai kepada
menggorok leher lawan seperti yang terjadi di beberapa negara Timur
Tengah, tapi sudah dalam bentuk pengusiran dari rumah tinggal korban,
ancaman pembunuhan, intimidasi, provokasi, sampai kepada penyebaran
berita-berita bohong dan fitnah. Modus operandi yang terakhir ini,
penyebaran berita bohong dan fitnah, sudah diterapkan dalam kampanye
pilpres kali ini dalam rangka menjauhkan konstituen muslim dari memilih
lawan politik mereka. Capres Jokowi, seorang muslim yang taat, adalah
salah satu korban yang dikampanye hitamkan sebagai penganut kristen dan
keturunan Tionghoa yang membahayakan umat Islam Indonesia.
Yang menyedihkan adalah bahwa kampanye
hitam yang sistematis ini ternyata cukup efektif. Banyak kalangan Islam
yang percaya, dan yang mengherankan pula, tidak kurang dari kalangan
warga muslim terdidik yang termakan oleh isu ini, walau berbagai
sanggahan telah disampaikan secara lisan, tulisan, dan dalam bentuk
video yang menafikan kebenaran dari tuduhan itu.
http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=0fRJZIBDztc
(lihat video : http://m.youtube.com/watch?v=0fRJZIBDztc&sns=tw ).
Tuduhan dan sanggahan saling bergantian
ini seakan membuat ramalan Amien Rais tentang “Perang Badar” dalam
pilpres kali ini menjadi sebuah kenyataan.
Mereka lupa akan adanya hadis Nabi yang
setengah mengutuk pengkafiran sesama muslim secara tidak benar. Muhammad
SAW bersabda ” Dan barangsiapa yang menuduh seseorang dengan panggilan
“kafir” atau “musuh Allah” padahal dia tidak kafir, maka tuduhan itu
akan kembali kepada penuduh”. ( Dari Abu Dzar di Shahih Bukhari).
Kasus yang mirip dengan ini pernah pula
dialami oleh presiden Amerika Barack Obama yang sempat difitnah ketika
menyalonkan diri sebagai presiden. Lawan politiknya, termasuk Hillary
Clinton, menyebar luaskan isu bahwa Obama sesungguhnya adalah seorang
Muslim yang berkehendak menguasai Gedung Putih di negeri yang mayoritas
warganya beragama Kristen.
Isu ini disebarkan antara lain dengan menunjuk kenyataan bahwa nama tengah Obama adalah Husein. Untunglah pada akhirnya Obama tetap terpilih sebagai presiden Amerika.
Inilah salah satu strategi menghalalkan
cara demi memenangkan calon yang didukungnya. Inilah pula transaksi
menjual agama dengan cara yang paling berbahaya demi meraih kekuasaan.
Berbahaya karena isu agama adala isu sara yang sangat peka dan
berpotensi memecah belah bangsa. Bila sesungguhnya hal ini tidak
dilakukan oleh tim sukses resmi capres Prabowo tapi oleh para
pendukungnya yang fanatik, maka sejauh ini kita tidak mendengar
pernyataan tim sukses mereka dan partai-partai Islam pendukungnya yang
mengecam kampanye hitam jenis ini. Ketiadaan kritik atau kecaman itu
bisa dipersepsi sebagai restu resmi atas cara-cara tidak terpuji itu.
Tulisan ini tidak bermaksud mengatakan
bahwa andaikata tuduhan itu benar maka Jokowi tidak layak menduduki
jabatan presiden di negeri yang mayoritas penduduknya muslim. Konstitusi
kita menjamin setiap warga negara, apapun agama dan keyakinannya, hak
pilih dan hak untuk dipilih dalam semua jabatan. Tulisan ini bertujuan
untuk mengingatkan kita bahwa betapapun keras dan ketatnya persaingan
dalam pilpres kali ini, sebagai warga negara yang bertanggung jawab kita
harus tetap menjauhkan diri dari cara kampanye yang memojokkan lawan
lewat disinformasi, kebohongan, apalagi fitnah.
Abdillah Toha
22-06-2014
.
(Abdillah Toha, Penasehat Wakil Presiden RI bidang Telaah Strategi adalah mantanAnggota DPR RI, wakil Daerah pemilihan Banten 2, periode 2004-2009 asal PAN).
22-06-2014
.
(Abdillah Toha, Penasehat Wakil Presiden RI bidang Telaah Strategi adalah mantanAnggota DPR RI, wakil Daerah pemilihan Banten 2, periode 2004-2009 asal PAN).
Post a Comment
mohon gunakan email