Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka membaiatnya di bawah pohon…(Al-Fath : 18).
Ayat
ini menurut para mufasir berhubungan para sahabat Nabi yang memberikan
baiatnya kepada Rasulullah. Salah satu dari mereka itu bernama Ammar Bin
Yasir. Ia seorang putra dari Sumayyah yang dikenal sebagai syahidah
pertama dalam Islam. Ammar berkulit sawo matang dan berperawakan tinggi.
Kedua matanya hitam kebiru-biruan. Pundaknya bidang dan rambutnya
lebat.
Ia
masuk Islam ketika berada di Ka`bah tidak sengaja mendengarkan
ayat-ayat Al-Quran yang dibacakan Muhammad SAW. Karena terasa berbeda
dengan lantunan syair-syair Arab maka Ammar menelusurinya. Maka larangan
untuk tidak mendekati Muhammad SAW tidak digubrisnya. Akhirnya Ammar
pun sengaja datang ke Darul Arqam. Di depan rumah itu Ammar kepergok
Suhaib Bin Sanan.
“Mau
apa kau ke sini,” tanya Ammar mendahului. ”Aku mau menemui Muhammad dan
ingin mendengarkan ajaran-ajarannya,” jawab Suhaib singkat. “Aku pun
begitu,” ungkap Ammar. Dan setelah itu mereka masuk dan mendengarkan
tausiyah Rasulullah hingga menjelang malam. Besoknya Ammar datang lagi
dan masuk Islam. Ia menghafal ayat-ayat Al-Quran yang disampaikan
Rasulullah SAW. Ia membacanya secara lunak. Hari berikutnya membaca
secara keras dan makin keras hingga terdengar ke luar rumah.
Ammar
selain berjasa dalam membangun masjid pertama, Quba, juga ikut berjuang
bersama Nabi dalam perang Badr, Uhud, Khaibar, Khandak dan peperangan
lainnya. Ammar bersama orangtuanya, Sumayyah Binti Kahiyyat dan Yasir
pernah disiksa oleh Abu Jahal Bin Hisyam ditengah-tengah padang pasir,
ramdha. Saat tahu tentang itu, Rasulullah datang dan berkata, “hai
keluarga Yasir, sabarlah! kalian dijanjikan pahala surga.”
Bahkan
mereka diancam akan dibunuh jika tidak meninggalkan agama Islam. Kedua
orangtua Ammar, Yasir dan Sumayah, tetap berpegang teguh memegang Islam
dengan berani berujar di hadapan para musyrikin, “kami yang sudah suci
dengan Islam tidak mau mengotorinya lagi.”
Mendengar
itu para musyrikin marah dan akhirnya membunuh keduanya dengan tombak.
Atas tindakan itu, akhirnya Ammar tidak bisa apa-apa selain menuruti
kaum musyrikin. Ia dihadapan para pemuka musyrikin melontarkan cacian
dan makiannya kepada Rasulullah dan langsung menyatakan keluar dari
agama Islam. Kejadian itu pun diketahui Nabi. Selang beberapa hari
setelah kejadian itu turunlah ayat kepada Nabi, “Barang siapa yang kafir
kepada Allah sesudah dia beriman (Dia mendapat kemurkaan Allah) kecuali
orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap beriman (Dia tidak
berdosa)” (QS An-nahl:106).
Berdasarkan
ayat ini umat Islam pada waktu itu diizinkan untuk melakukan taqiyah
dalam rangka menjaga keselamatan. Inilah yang dilakukan Ammar yang
terpaksa mencaci maki Nabi dan menyatakan keluar dari Islam untuk
penyelamatan jiwanya. Dan tindakan taqiyah yang dilakukan Ammar tadi
dibenarkan oleh Nabi, “Kalau mereka kembali menyiksamu lagi, ucapkan
cacianmu padaku; Allah akan mengampunimu dikarenakan kamu terpaksa
melakukannya.”
Setelah Rasulullah SAW ke Madinah, kaum
Muslimin tinggal bersama beliau bermukim di sana, secepatnya masyarakat
Islam terbentuk dan menyempurnakan barisannya.Maka di tengah-tengah
masyarakat Islam yang beriman ini, Ammar pun mendapatkan kedudukan yang
tinggi. Rasulullah amat sayang kepadanya, dan beliau sering membanggakan
keimanan dan ketakwaan Ammar kepada para shahabat.Rasulullah bersabda,
“Diri Ammar dipenuhi keimanan sampai ke tulang punggungnya!”
Dan sewaktu terjadi selisih paham
antara Khalid bin Walid dengan Ammar, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa
yang memusuhi Ammar, maka ia akan dimusuhi Allah. Dan siapa yang
membenci Ammar, maka ia akan dibenci Allah!”Maka tak ada pilihan bagi
Khalid bin Walid, pahlawan Islam itu, selain segera mendatangi Ammar
untuk mengakui kekhilafannya dan meminta maaf.
Jika Rasulullah SAW telah menyatakan
kesayangannya terhadap seorang Muslim demikian rupa, pastilah keimanan
orang itu, kecintaan dan jasanya terhadap Islam, kebesaran jiwa dan
ketulusan hati serta keluhuran budinya telah mencapai batas dan puncak
kesempurnaan.
Demikian halnya Ammar, berkat nikmat dan petunjuk-Nya, Allah telah
memberikan kepada Ammar ganjaran setimpal, dan menilai takaran
kebaikannya secara penuh.
Hingga disebabkan tingkatan petunjuk dan keyakinan yang telah dicapainya, maka Rasulullah menyatakan kesucian imannya dan mengangkat dirinya sebagai contoh teladan bagi para sahabat.
Beliau bersabda, “Contoh dan ikutilah setelah kematianku nanti, Abu Bakar dan Umar. Dan ambillah pula hidayah yang dipakai Ammar untuk jadi bimbingan!”
Ketika Rasulullah dan kaum Muslimin membangun masjid di Madinah, beliau turut serta mengangkat batu dan melakukan pekerjaan yang paling sukar. Di tengah-tengah khalayak ramai yang sedang hilir mudik itu, terlihatlah Ammar bin Yasir sedang mengangkat batu besar.
Rasulullah juga melihat Ammar, dan langsung mendekatinya. Setelah berhampiran, maka beliau mengipaskan debu yang menutupi kepala Ammar dengan tangannya. kemudian bersabda di hadapan semua shahabatnya, “Malangnya Ibnu Sumayyah, ia dibunuh oleh golongan pendurhaka!”
Kata-kata itu diulangi oleh Rasulullah sekali lagi… kebetulan bertepatan dengan ambruknya dinding di atas tempat Ammar bekerja, hingga sebagian kawannya menyangka bahwa ia tewas yang menyebabkan Rasulullah meratapi kematiannya itu.
Para sahabat terkejut dan menjadi ribut karenanya, tetapi dengan nada menenangkan dan penuh kepastian, Rasulullah menjelaskan, “Tidak, Ammar tidak apa-apa. Hanya nanti ia akan dibunuh oleh golongan pendurhaka!”
Ammar mendengarkan ramalan itu dan meyakini kebenaran pandangan yang disingkapkan oleh Rasulullah. Tetapi ia tidak merasa gentar, karena semenjak menganut Islam ia telah dicalonkan untuk menghadapi maut dan mati syahid di setiap detik, baik siang maupun malam.
Ammar selalu terjun bersama Rasulullah dalam tiap perjuangan dan peperangan bersenjata, baik di Badar, Uhud, Khandaq, dan Tabuk. Dan tatkala Rasulullah telah wafat, perjuangan Ammar tidaklah berhenti. Ia terus berjuang dan berjihad menegakkan agama Allah.
Hingga disebabkan tingkatan petunjuk dan keyakinan yang telah dicapainya, maka Rasulullah menyatakan kesucian imannya dan mengangkat dirinya sebagai contoh teladan bagi para sahabat.
Beliau bersabda, “Contoh dan ikutilah setelah kematianku nanti, Abu Bakar dan Umar. Dan ambillah pula hidayah yang dipakai Ammar untuk jadi bimbingan!”
Ketika Rasulullah dan kaum Muslimin membangun masjid di Madinah, beliau turut serta mengangkat batu dan melakukan pekerjaan yang paling sukar. Di tengah-tengah khalayak ramai yang sedang hilir mudik itu, terlihatlah Ammar bin Yasir sedang mengangkat batu besar.
Rasulullah juga melihat Ammar, dan langsung mendekatinya. Setelah berhampiran, maka beliau mengipaskan debu yang menutupi kepala Ammar dengan tangannya. kemudian bersabda di hadapan semua shahabatnya, “Malangnya Ibnu Sumayyah, ia dibunuh oleh golongan pendurhaka!”
Kata-kata itu diulangi oleh Rasulullah sekali lagi… kebetulan bertepatan dengan ambruknya dinding di atas tempat Ammar bekerja, hingga sebagian kawannya menyangka bahwa ia tewas yang menyebabkan Rasulullah meratapi kematiannya itu.
Para sahabat terkejut dan menjadi ribut karenanya, tetapi dengan nada menenangkan dan penuh kepastian, Rasulullah menjelaskan, “Tidak, Ammar tidak apa-apa. Hanya nanti ia akan dibunuh oleh golongan pendurhaka!”
Ammar mendengarkan ramalan itu dan meyakini kebenaran pandangan yang disingkapkan oleh Rasulullah. Tetapi ia tidak merasa gentar, karena semenjak menganut Islam ia telah dicalonkan untuk menghadapi maut dan mati syahid di setiap detik, baik siang maupun malam.
Ammar selalu terjun bersama Rasulullah dalam tiap perjuangan dan peperangan bersenjata, baik di Badar, Uhud, Khandaq, dan Tabuk. Dan tatkala Rasulullah telah wafat, perjuangan Ammar tidaklah berhenti. Ia terus berjuang dan berjihad menegakkan agama Allah.
Ada
hadits lain yang berkenaan dengan Ammar, yaitu dari Khalid Bin Walid
yang berkata bahwa dirinya pernah bertengkar dengan Ammar. Lalu
mengadukannya kepada Nabi. Saat itu Rasulullah SAW langsung berkata,
“Hai Khalid, siapa yang memaki-maki Ammar Bin Yasir, Allah akan
memaki-maki dia. Barang siapa yang memusuhinya, Allah akan menjadi musuh
dia. Barangsiapa yang merendahkan Ammar, Allah pun akan merendahkan
dia.” Inilah pujian yang menyatakan kedudukan Ammar Bin Yasir dihadapan
Allah dan Rasul-Nya.
Selain
tercatat sebagai muslim yang taat, Ammar juga termasuk orang berusaha
mendamaikan pertengkaran antara Anshar dan Muhajirin saat peristiwa
Saqifah, yang merebutkan kepemimpinan Islam pasca wafat Nabi.
Orang-orang Anshar mengajukan Saad Bin Ubadah dan orang-orang muhajirin
menunjuk Abu Bakar. Ammar ketika melihat perseturuan itu memberikan
nasehat kepada kedua kelompok tersebut. Sebagai jalan keluarnya, Ammar
mengadakan rapat yang disebut Majelis Syura. Konsep inilah bukti
kontribusi gagasan/ide dari Ammar Bin Yasir pada Islam. Ammar juga pada
masa khalifah Umar Bin Khattab diamanahi sebagai gubernur Kufah, Irak.
Bahkan
pada masa khalifah Utsman Bin Affan, Ammar memberikan nasehat
kepadanya. Terutama masalah pengangkatan pejabat-pajabat teras yang
berasal dari keluarga Utsman. Atas tindakannya itu Ammar dianggap orang
yang berusaha melakukan sabotase terhadap pemerintah. “Alhamdulillah,
ternyata penegak kebenaran selalu dihinakan,” ucap Ammar ketika Hasyim
Bin Walid Bin Mughira mengejeknya. Kemudian dalam buku Syarh Nahjul
Balaghah dikabarkan tubuhnya dipukuli beberapa kaum musyrikin hingga
pingsan. Dalam keadaan itulah sebagian kaum muslimin membawanya ke rumah
Ummu Salamah, salah seorang istri Nabi. Ammar pingsan cukup lama hingga
beberapa waktu tidak shalat—karena tidak sadar. Ketika sadar dari
pingsan Ammar berkata, “Alhamdulillah bukan sekali ini aku disakiti,
dahulu juga dianiaya ketika membela Rasulullah.”
Ketika terjadi pertentangan antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan
Muawiyah, Ammar berdiri di samping menantu Rasulullah tersebut. Bukan
karena fanatik atau berpihak, tetapi karena tunduk kepada kebenaran dan
teguh memegang janji! Ali adalah khalifah kaum Muslimin, dan berhak
menerima baiat sebagai pemimpin umat.
Ketika meletus Perang Shiffin yang mengerikan itu, Ammar ikut bersamanya. Padahal saat itu usianya telah mencapai 93 tahun. Orang-orang dari pihak Muawiyah mencoba sekuat daya untuk menghindari Ammar, agar pedang mereka tidak menyebabkan kematiannya hingga menjadi manusia “golongan pendurhaka”.
Tetapi keperwiraan Ammar yang berjuang seolah-olah ia satu pasukan tentara juga, menghilangkan pertimbangan dan akal sehat mereka. Maka sebagian dari anak buah Muawiyah mengintai-ngintai kesempatan untuk menewaskannya. Hingga setelah kesempatan itu terbuka, mereka pun membunuh Ammar.
Maka sekarang tahulah orang-orang siapa kiranya golongan pendurhaka itu, yaitu golongan yang membunuh Ammar, yang tidak lain dari pihak Muawiyah!
Jasad Ammar bin Yassir kemudian dipangku Khalifah Ali, dibawa sebuah ke tempat untuk dishalatkan bersama kaum Muslimin, lalu dimakamkan dengan pakaiannya.
Setelah itu, para sahabat kemudian berkumpul dan saling berbincang. Salah seorang berkata, “Apakah kau masih ingat waktu sore hari itu di Madinah, ketika kita sedang duduk-duduk bersama Rasulullah SAW dan tiba-tiba wajahnya berseri-seri lalu bersabda, “Surga telah merindukan Ammar?”
“Benar,” jawab yang lain. “Dan waktu itu juga disebutnya nama-nama lain, di antaranya Ali, Salman dan Bilal…” timpal seorang lagi.
Bila demikian halnya, maka surga benar-benar telah merindukan Ammar. Dan jika demikian, maka telah lama surga merindukannya, sedang kerinduannya tertangguhkan, menunggu Ammar menyelesaikan kewajiban dan memenuhi tanggungjawabnya. Dan tugas itu telah dilaksanakannya dan dipenuhinya dengan hati gembira.
Ketika meletus Perang Shiffin yang mengerikan itu, Ammar ikut bersamanya. Padahal saat itu usianya telah mencapai 93 tahun. Orang-orang dari pihak Muawiyah mencoba sekuat daya untuk menghindari Ammar, agar pedang mereka tidak menyebabkan kematiannya hingga menjadi manusia “golongan pendurhaka”.
Tetapi keperwiraan Ammar yang berjuang seolah-olah ia satu pasukan tentara juga, menghilangkan pertimbangan dan akal sehat mereka. Maka sebagian dari anak buah Muawiyah mengintai-ngintai kesempatan untuk menewaskannya. Hingga setelah kesempatan itu terbuka, mereka pun membunuh Ammar.
Maka sekarang tahulah orang-orang siapa kiranya golongan pendurhaka itu, yaitu golongan yang membunuh Ammar, yang tidak lain dari pihak Muawiyah!
Jasad Ammar bin Yassir kemudian dipangku Khalifah Ali, dibawa sebuah ke tempat untuk dishalatkan bersama kaum Muslimin, lalu dimakamkan dengan pakaiannya.
Setelah itu, para sahabat kemudian berkumpul dan saling berbincang. Salah seorang berkata, “Apakah kau masih ingat waktu sore hari itu di Madinah, ketika kita sedang duduk-duduk bersama Rasulullah SAW dan tiba-tiba wajahnya berseri-seri lalu bersabda, “Surga telah merindukan Ammar?”
“Benar,” jawab yang lain. “Dan waktu itu juga disebutnya nama-nama lain, di antaranya Ali, Salman dan Bilal…” timpal seorang lagi.
Bila demikian halnya, maka surga benar-benar telah merindukan Ammar. Dan jika demikian, maka telah lama surga merindukannya, sedang kerinduannya tertangguhkan, menunggu Ammar menyelesaikan kewajiban dan memenuhi tanggungjawabnya. Dan tugas itu telah dilaksanakannya dan dipenuhinya dengan hati gembira.
Menurut
sejarah Ammar Bin Yasir wafat dimasa khalifah Ali Bin Abi Thalib, yaitu
pada usia 94 tahun, saat perang Siffin kepalanya terlepas dari badan.
Ali Bin Abi Thalib kemudian menshalatkan dan menguburkannya di Riqqah,
300 km dari kota Damaskus, Suriyah.
Begitulah
perjuangan seorang muslim di masa awal Islam. Meskipun penuh cobaan
dari kaum musyrikin, tetapi kepatuhan dan ketangguhannya dalam memeluk
Islam betul-betul sebuah teladan yang harus diikuti umat Islam.
Post a Comment
mohon gunakan email