Kaum
Muslim sepakat bahwa tidak wajib meletakkan tangan kanan di atas tangan
kiri atau bersedekap, yang dalam bahasa Arab disebut taktif atau
takfir. Akan tetapi, mereka berselisih pendapat dalam menetapkan
hukumnya (selain dari wajib itu) .
Mazhab
Hanafi mengatakan, "Bersedekap itu hukumnya sunah, bukan wajib. Yang
terutama bagi laki-laki adalah meletakkan telapak tangan di atas
punggung tangan kiri dan ditempatkan di bawah pusar. Sedangkan bagi
perempuan adalah meletakkan kedua tangannya di atas dada."
Mazhab
asy-Syafi'i mengatakan, "Hal itu disunahkan bagi laki- laki dan
perempuan. Yang paling utama adalah meletakkan telapak tangan kanan di
atas punggung tangan kiri dan ditempatkan di antara dada dan pusar, dan
agak bergeser ke arah kin."
Mazhab
Hanbali mengatakan, "Hal itu adalah sunah. Yang paling utama adalah
meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kin, dan
ditempatkan di bahwa pusar."
Mazhab
Maliki mengatakan, "Hal itu boleh dilakukan. Akan tetapi, di dalam
salat fardu disunahkan meluruskan tangan (ke bawah) ."
Mereka
sepakat bahwa bersedekap ( taktfj) itu tidak wajib. Bahkan kebanyakan
dan mereka memandanganya sebagai sunah. Sedangkan mazhab Maliki
betpandangan sebaliknya. Tidak sedikit ulama dari kalangan Ahlusunah
menjelaskan bahwa bersedekap itu tidak wajib.
Telah
dikutip dari mazhab Maliki bahwa sebagian mereka memandang bersedekap
itu sebagai mustahabb (yang disukai atau sunah). Sedangkan sebagian yang
lain memandang bahwa yang mustahabb adalah meluruskan tangan ke bawah,
dan memandang bersedekap sebagai makruh. Sebagian lagi berpendapat boleh
memilih antara bersedekap dan meluruskan tangan ke bawah.
Adapun
Syi’ah, yang termasyhur di kalangan mereka memandang bahwa bersedekap
itu haram dan membatalkan salat. Sebagian mereka mengatakan, “Bersedekap
itu haram tetapi tidak membatalkan salat." Sementara kelompok ketiga,
seperti al-Halabi, mengatakan bahwa bersedekap itu makruh. Barangsiapa
yang mau bersandar pada pendapat dan hadis-hadis yang diriwayatkan dari
para imam ahlulbait dalam masalah ini, silakan merujuk pada pembahasan
tentang itu.
Sekalipun
Ahlusunah sepakat bahwa bersedekap itu tidak wajib, namun masalah
tersebut telah mewariskan satu bentuk kesulitan di tengah masyarakat
Islam. Syi.ah, tentu dengan ijma mereka, mengikuti larangan dari para
imam ahlulbait. Mereka meluruskan (ke bawah) tangan mereka ketika sedang
salat. Tetapi kebanyakan masyarakat awam dari kalangan Ahlusunah
memandang mereka dengan pandangan tertentu. Kadang-kadang orang- orang
awam itu menyebut mereka sebagai para ahli bid’ah karena meningga1kan
bersedekap ini. Walaupun di kalangan mereka, bersedekap itu hukumnya
sunah. Padahal meninggalkan perbuatan sunah tidak dipandang sebagai
bid’ah. Bahkan mazhab Maliki memandang bersedekap itu sebagai makruh.
Selain itu, para imam ahlulbait melarangnya.
Bagaimanapun,
hendaklah para penyeru pendekatan antar mazhab yang. ikhlas berusaha
agar jangan menjadikan masalah meluruskan tangan ke bawah dan
menyedekapkannya sebagai sumber perpecahan.
Hal
itu tidak menjadi masalah di tangan masyarakat Syi’ah. Tetapi hal itu
kadang-kadang menjadi penyebab saling mencaci, saling menyerang, dan
menumpahkan darah di antara Syi’ah dan Ahlusunah dengan dalih bahwa imam
masjid ini menyedekapkan tangannya ketika salat, imam yang lain
menggenggamkan telapak tangannya, dan imam yang satu lagi meluruskan
tangannya ke bawah.
Muhammad shalih al-'Utsaimin berkata: "Pada suatu tahun di Mina terjadi sebuah insiden di
hadapan saya dan beberapa orang teman. Barangkali
insiden itu terasa ganjil bagi Anda. Ketika itu, datang dua kelompok
orang. Masing-masing kelompok terdiri dari tiga atau empat orang. Setiap
orang melemparkan tuduhan kafir dan laknat kepada yang lain-padahal
mereka itu sedang melaksanakan ibadah haji. la memberitahukan bahwa
salah satu dari dua kelompok itu melaksanakan salat dengan bersedekap
dan meletakkan tangannya di atas dada. Ini mengingkari sunah. Karena
yang disunahkan menurut kelompok ini adalah meluruskan tangan ke bawah.
Sedangkan kelompok yang lain mengatakan bahwa meluruskan tangan ke
bawah, bukan bersedekap, adalah kufur dan patut dilaknat. Terjadi
perdebatan sengit di antara mereka”
Selanjutnya ia mengatakan:
"Perhatikanlah.
bagaimana setan mempermainkan mereka dalam masalah yang mereka
perselisihkan. Sehingga sebagian mereka mengafirkan sebagian yang lain
disebabkan masalah tersebut yang hanya merupakan sunah. bukan termasuk
rukun- rukun Islam dan bukan pula termasuk ibadah-ibadah fardu. Sebagian
ulama berpendapat bahwa yang disunahkan adalah bersedekap. Sedangkan
ulama yang lain mengatakan bahwa yang disunahkan adalah meluruskan
tangan ke bawah. Padahal yang benar yang ditunjukkan sunah adalah
meletakkan tangan kanan di atas lengan kiri."
Saya
tidak menuduh bahwa para pemuda, saudara-saudara dan yang lain itu
lalai dalam masalah ini. Kelalaian dalam masalah ini adalah tanggung
jawab para ulama dan juru dakwah. Sebab, mereka telah mengajarkan
ibadah-ibadah sunah seperti meng- ajarkan ibadah-ibadah wajib. Sehingga
orang-orang awam me- ngira kebanyakan ibadah-ibadah sunah itu sebagai
ibadah-ibadah fardu. Meninggalkan sunah juga seperu itu, bertentangan
dengan ruh syariat. Demikian pula, mendawamkannya dengan anggapan bahwa
hal itu wajib seperti ibadah-ibadah fardu lainnya tidak lepas dari
praktik bid'ah. Karenanya harus diperlihatkan yang sebenarnya secara
terus-menerus.
Nabi
saw memisahkan salat lima waktu (sesuai waktu-waktu- nya). Tetapi
kadang-kadang beliau menjama di antara dua salat agar orang-orang tidak
mengira bahwa pemisahan (berdasarkan waktu-waktunya) itu adalah fardu.
Namun sayang, justru yang dikhawatirkan itu terbukti di kalangan ahli
fiqih, mereka yang mengaku sebagai ahli fiqih, dan orang-orang yang
taklid. Hal itu sangat menyedihkan.
Pemimpin
dan juru dakwah setiap kelompok meyakini bahwa pendapat imam mazhabnya
dalam masalah fiqih adalah wahyu yang tidak bercacat. Kemudian hal itu
berujung pada ketidaktahuan kaum Muslim terhadap hukum-hukum salat.
Sehingga akhirnya sebagian mereka mengafirkan sebagian yang lain. Mereka
itu orang-orang yang malang yang tidak mengetahui Islam sedikit pun.
Selain
itu, hadis-hadis yang mereka jadikan dalil, sebagai sunah, tidak cukup
untuk membuktikannnya sebagai sesuatu yang di- sunahkan. Berikut ini
adalah hadis-hadis yang mereka jadikan dalil bahwa hal itu merupakan
sesuatu yang disunahkan padahal menurut para imam ahlulbait hal itu
adalah bid'ah.
Yang mungkin dijadikan dalil bahwa bersedekap itu merupa- kan sunah dalam salat tidak lepas dari tiga riwayat berikut:
I. Hadis dari Sahal bin Sa'ad yang diriwayatkan al-Bukhan.
2. Hadis dari wa 'il bin Hujur yang diriwayatkan Muslim. Al- Baihaqi menukilnya melalui tiga sanad.
3. Hadis dari 'Abdullah bin Mas'ud yang diriwayatkan al-Baihaqi dalam Sunan-nya.
Berikut ini kami ketengahkan kepada Anda kajian terhadap masing-masing hadis di atas.
I. Hadis darl Sahal bin Sa'ad
Al-Bukhari
meriwayatkan dari Abu Hazim bin Sahal bin Sa 'ad: "Orang-orang
diperintahkan agar bersedekap dalam salat-bagi laki-Iaki." Selanjutnya
Abu Hazim berkata, "Saya tidak mengetahuinya kecuali ia menisbatkan
(yamni) hal itu kepada Nabi saw."
Isma 'i1 berkata, “Hal itu dinisbatkan (yumna) , bukan ia me- nisbatkan (yamni) ."
Riwayat
tersebut menjelaskan tata cara bersedekap. Namun, yang menjadi
persoalan adalah periwayatannya dari Nabi saw. Hadis itu tidak bisa
dijadikan dalil karena dua alasan berikut:
Pertama,
kalau Nabi saw yang memerintahkan bersedekap, lalu apa makna kalimat
“Orang-orang diperintahkan ..."? Apakah tidak lebih tepat kalau kalimat
itu berbunyi: “Nabi saw memerintahkan ..."? Bukankah ini menunjukkan
bahwa hukum tersebut muncul setelah wafat Nabi saw, lalu para khalifah
dan para gubernur mereka memerintahkan kepada orang-orang untuk
bersedekap dengan anggapan bahwa hal itu lebih dekat pada kekhusyukan.
Oleh karena itu, setelah hadis ini al-Bukhari mencantumn satu bab yang
disebut bab “kekhusyukan".
‘Ibn
Hajar berkata, “Hikmah bersedekap adalah karena hal itu merupakan sikap
peminta-minta dan orang hina. Hal tersebut dapat mencegah hal-hal yang
tak berguna dan lebih mendekatkan diri pada kekhusyukan. Al-Bukhari
telah memperhatikan hal itu dan menyambungnya dengan bab kekhusyukan."
Kedua,
pada lampiran as-Sanad terdapat keterangan yang menegaskan hal itu
dilakukan oleh orang-orang yang memerintah, bukan Rasulullah saw.
Artinya,
ia tidak mengetahui bahwa bersedekap itu adalah sesuatu yang disunahkan
dalam sa1at. Melainkan ia hanya dinisbatkan kepada Nabi saw. Maka hadis
yang diriwayatkan Sahal bin Sa’ad ini adalah marfu:
Ibn
Hajar berkata, ”Menurut istilah ahli hadis, apabila perawi mengatakan
menisbatkannya, maksudnya adalah hadis itu marfu' kepada Nabi saw."
Ini
semua apabila kita membaca kata kerja dalam hadis tersebut dibaca dalam
bentuk pasif. Akan tetapi,jika kita membacanya dalam bentuk aktif,
berarti Sahal menisbatkan hal ini kepada Nabi saw. Dengan asumsi bahwa
bacaan ini benar dan tidak merupakan hadis mursal dan marfu ' maka
kalimat ‘Saya tidak mengetahuinya kecuali...’ menunjukkan lemahnya
penisbatan itu. la mendengarkan dari orang lain teteapi nama orang itu
tidak disebutkan.
2. Hadis dari Wa.il binHujur
A.
Muslim meriwayatkan dari wa'il bin Hujur bahwa ia melihat Nabi saw
mengangkat kedua tangannya ketika memulai salat sambil bertakbir. Lalu
beliau berselimut dengan pakaiannya. Kemudian beliau bersedekap. Ketika
hendak rukuk, beliau mengeluarkan kedua tangannya dari pakaiannya,
kemudian mengangkatnya sambil bertakbir, dan rukuk
Berda1il
dengan hadis tersebut berarti berdalil dengan perbuatan. Perbuatan
tidak bisa dijadikan dalil kecuali diketahui maksudnya. Padahal,
perbuatan tersebut tidak jelas tujuannya karena lahiriah hadis itu
menyebutkan bahwa Nabi saw menyambungkan ujung-ujung bajunya, lalu
ditutupkan pada dadanya dan bersedekap. Apakah perbuatan itu dimaksudkan
agar menjadi sunah dalam salat? Apakah beliau melakukannya semata-mata
agar pakaian itu tidak lepas. Atau apakah beliau melekatkan pakaian itu
pada badannya hanya untuk menjaga dirinya dari hawa dingin? Perbuatan
itu tidak jelas maksudnya. Karenanya perbuatan itu tidak bisa dijadikan
dalil kecuali diketahui bahwa hal itu dilakukan agar menjadi sunah.
Nabi
saw telah melaksanakan salat bersama kaum Muhajirin dan Anshar selama
lebih dari sepuluh tahun. Kalau hal itu ter- bukti datang dari Nabi saw
tentu akan banyak periwayatan dan tersebar luas, dan niscaya
periwayatannya tidak hanya terbatas pada wa 'il bin Hujur saja. Oleh
karena itu, periwayatan oleh wa'il bin Hujur memunculkan dua kemungkinan
itu.
Memang
terdapat periwayatan hadis yang sama melalui sanad yang lain, tetapi
tanpa menyebutkan kalimat "Kemudian beliau menyelimutkan pakaiannya".
Kalau
masalah ini berputar di antara orang-orang yang suka melebih-lebihkan
dan yang suka mengurangi, maka yang kedua yang dipilih. Cermatilah hal
ini seperti kajian pada bagian pertama, maka akan tampak bahwa maksud
perbuatan itu tidak je1as.
Padahal,
kalau Nabi saw terus-menerus melakukan perbuatan tersebut, pastilah hal
itu diketahui oleh masyarakat luas. Sedarigkan kalimat "Saya melihat
‘Alqamah melakulkannya " menunjukkan bahwa perawi tersebut mempelajari
sunah itu darinya.
C.
Al-Baihaqi meriwayatkan hadis dengan sanad yang lain dari wa'il bin
Hujur . Di dalamnya terdapat masalah seperti yang telah kami sebutkan
dalam hadis sebelumnya.
Catatan:
Tidak mungkin orang seperti .Abdullah bin Mas.ud, seorang sahabat
mulia, tidak mengetahui apakah hal itu disunahkan dalam salat atau
tidak. Padahal ia termasuk orang-orang yang pertama masuk Islam. Dalam
sanad hadis itu terdapat nama Hasyim bin Basyir yang dikenal sebagai
mudallis (pembuat hadis palsu).
Oleh
karena itu, kita perhatikan bahwa para imam ahlulbait as menjaga diri
dari hal itu dan memandangnya sebagai perbuatan orang-orang Majusi di
hadapan raja mereka.
Muhammad
bin Muslim meriwayatkan hadis dari ash-shadiq as atau al-Baqir as: Saya
katakan kepadanya, "Seorang laki-laki bersedekap dengan meletakkan
tangan kanan di atas tangan kiri- nya." Imam as menjawab, "Hal itu
adalah takfir yang tidak boleh dilakukan."
Zurarah
meriwayatkan hadis dari Abu Ja’far as: “Kalian harus menghadap kiblat
ketika salat dan jangan bersedekap, karena bersedekap hanya dilakukan
oleh orang-orang Majusi."
Ash-Shaduq
meriwayatkan hadis mela1ui sanadnya dari ‘Ali as: "Seorang Muslim yang
sedang salat berdiri di hadapan Allah .Azi.a wa Jalla tidak
menyedekapkan tangannya menyerupai orang- orang kafir-yakni orang-orang
Majusi."
Pada
akhir pembahasan ini, kami hendak mengajak pembaca memperhatikan ucapan
Doktor Ali as-Salus. Setelah menukil pendapat-pendapat dari kedua belah
pihak, kepada mereka yang mengharamkan dan membatilkannya, ia berkata,
"Mereka yang berpendapat bahwa hal itu haram dan batil, atau batil saja,
hanya- lah orang-orang yang menganut fanatisme mazhab dan menyukai
perselisihan yang mencerai-beraikan kaum Muslim."
Apakah
dosa kaum Syi’ah apabila ijtihad dan pengkajian terhadap AI-Qur’an dan
sunah membimbing mereka untuk mengatakan bahwa bersedekap merupakan
sesuatu yang baru yang dibuat sepeninggal Nabi saw. Orang-orang
diperintahkan untuk melakukan hal itu pada zaman para khalifah.
Barangsiapa yang mengatakan bahwa bersedekap itu merupakan bagian dari
salat sebagai fardu atau sunah, ia telah membuat sesuatu yang baru dalam
agama yang bukan bagian darinya. Apakah pantas mem- berikan balasan
kepada orang yang berijtihad dengan melem- parkan tuduhan fanatik mazhab
dan mencintai perselisihan?
Sumber: http://www.al-shia.org/
Post a Comment
mohon gunakan email