Pesan Rahbar

Home » » Bid’ah menurut Syi’ah Imamiyah, Meluruskan Akidah Sunni (Dimaksud: Wahabi, Karena Wahabi Dahulunya Adalah Cabang Sunni)

Bid’ah menurut Syi’ah Imamiyah, Meluruskan Akidah Sunni (Dimaksud: Wahabi, Karena Wahabi Dahulunya Adalah Cabang Sunni)

Written By Unknown on Sunday 27 July 2014 | 06:02:00



Jaman sekarang ngomongin bid’ah, berarti orang kalau pergi harus dengan kuda/onta? Apakah dizaman Nabi ada facebook…Apakah kehidupan kita sehari hari ini tidak diliputi bidah? sekarang sebutkan dalil berdakwah via internet. Internet ini menggunakan software komputer. Software ini dibuat oleh ahli komputer dari Amerika. Kita bahkan mungkin menggunakan sofware windows bajakan, tidak membeli. Pemiliknya seorang nasrani atau yahudi. Berdakwah adalah ibadah dan perintah jelas dalam Al Qur’an.Rasulullah juga tidak pernah berdakwah via internet . Khulafaur Rasyidin juga tidak pernah SMS-an tausiyah via Handphone…


Sungguh sayang sungguh malang, umat Islam di masa ini bak buih di lautan, banyak jumlahnya namun tercerai-berai. Heran bukan kepalang melihat fenomena ini, kita semua tahu bahwa Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam hanya 1 macam, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya: “Sesungguhnya kalian adalah umat yang satu dan Aku adalah Rabb kalian, maka beribadahlah kepada-Ku” [Al-Anbiyaa : 92].

Namun mengapa hari ini Islam menjadi bermacam-macam? Aneh bukan?setelah Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan mulai tampak.

Para ulama Ahlus Sunnah dan Syi’ah tidak mencatat hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan Khalifah Ali AS yang bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Ini jelas bertepatan dengan sabda Nabi SAWA:”Ali bersama al-Qur’an dan al-Qur’an bersama Ali.”.

Dan di dalam hadith yang lain,“Aku tinggalkan kepada kalian Thaqalain; Kitab Allah dan Ahlul Baitku.Kalian tidak akan sesat selama-lamanya jika kalian berpegang kepada kedua duanya.Dan kedua-duanya tidak akan berpisah sampai bersama-sama mengunjungiku di Haudh.”{Muslim, Sahih, VII, hlm. 122].

Dan ianya menunjukkan bahwa khalifah Ali adalah maksum. Jika tidak, niscaya hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan beliau yang menyalahi nas dicatat oleh Ahlul Sunnah dan Syi’ah.


Kontradiksi Syaikh Al-Utsaimin Dalam Konsep Bid’ah

Syaikh Utsaimin Al Wahabi Al Setan Nejed menyatakan:
“Hukum asal perbuatan baru dalam urusan-urusan dunia adalah halal. Jadi, bid’ah dalam urusan-urusan dunia itu halal, kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Tetapi hukum asal perbuatan Baru dalam urusan-urusan agama adalah dilarang. Jadi, berbuat bid’ah dalam urusan-urusan agama adalah haram dan bid’ah, kecuali ada dalil dari al-Kitab dan Sunnah yang menunjukkan keberlakuannva.” (Al-Utsaimin, Syarh al-Aqidah al Wasithiyyah, hal. 639-640).

Tentu saja pemyataan Mbah Utsaimin ini membatalkan tesis sebelumnya, bahwa semua bid’ah secara keseluruhan itu sesat, dan sesat itu tempatnya di neraka. Narnun kernudian, di sini al-Utsaimin membatalkannya dengan menyatakan bahwa bid’ah dalam urusan dunia, halal semua, kecuali ada dalil yang melarangnya. Bid’ah dalam urusan agama haram dan bid’ah semua, kecuali ada dalil yang membenarkannya. Dengan klasifikasi bid’ah menjadi dua (versi al-Utsaimin), yaitu bid’ah dalam hal dunia dan bid’ah dalam hal agama, dan memberi pengecualian dalam masing-masing bagian, menjadi bukti bahwa al-Utsaimin tidak konsisten dengan pemyataan awalnya (tidak ada pembagian dalam bid’ah). Selain itu, pembagian bid’ah menjadi dua versi ini, tidak memiliki dasar yang dapat dipertanggung jawabkan, dan hanya retorika Wahhabisme saja dalam mencari mangsa untuk menjadi pengikutnya.

Dalam bagian lain, al-Utsaimin juga menyatakan:
“Di antara kaedah yang ditetapkan adalah bahwa perantara itu mengikuti hukum tujuannya. Jadi perantara tujuan yang disyariatkan, juga disyariatkan. Perantara tujuan yang tidak disyariatkan, juga tidak disyariatkan. Bahkan perantara tujuan yang diharamkan juga diharamkan. Karena itu, pembangunan rnadrasah-rnadrasah, penyusunan ilmu pengetahuan dan kitab-kitab, meskipun bid’ah yang belum pernah ada pada masa Rasulullah dalam bentuk seperti ini, namun ia bukan tujuan, melainkan hanya perantara, sedangkan hukum perantara mengikuti hukum tujuannya. Oleh karena itu, bila seseorang rnembangun madrasah untuk mengajarkan ilmu yang diharamkan, rnaka membangunnya dihukumi haram. Bila ia membangun madrasah untuk rnengajarkan syariat, maka membangunnya disyariatkan.” (Al-Utsaimin, al-Ibda’ fi Kamal Syar’i wa Khathar al-Ibtida’, hal. 18-1 9).

Dalam pernyataan ini Al-Utsaimin juga membatalkan tesis yang diambil sebelumnya. Pada awalnya dia mengatakan, bahwa semua bid’ah secara keseluruhan, tanpa terkecuali adalah sesat, dan sesat tempatnya di neraka, dan tidak akan pemah benar membagi bid’ah menjadi tiga apalagi menjadi lima. Kini, al-Utsaimin telah menyatakan, bahwa membangun madrasah, menyusun ilmu dan mengarang kitab itu bid’ah yang belum pernah ada pada masa Rasulullah namun hal ini bid’ah yang belum tentu sesat, belum tentu ke neraka, bahkan hukum bid’ah dalam soal ini terbagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan hukum tujuannya.

Begitulah, al-’Utsaimin yang sangat dikagumi oleh Salafy Wahhabi akhirnya jatuh ke dalam lumpur tanaqudh (kontradiksi). Pada awalnya dia mengeluarkan tesis bahwa semua bid’ah itu sesat, tanpa terkecuali. Namun kemudian, dalam buku yang sama, ia tidak dapat mengelak dari realita yang ada, sehingga membagi bid’ah menjadi beberapa bagian sebagaimana pandangan mayoritas ulama.

Para ulama menyatakan:
“Orang yang memiliki ajaran batil pasti kontradiksi dengan dirinya sendiri. Karena Allah SWT telah berfirman: “Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. al-Nisa’ 82).


Bid’ah adalah segala sesuatu yang bertentangan dengan sumber hukum (kitabullah , sunnah Nabinya dan Imam maksum as).

Syi’ah imamiyah meyakini bahwa semua bid’ah adalah sesat (Al-Maktabah Al-Shamilah, Tahzibul Ahkam, juz 61 halaman 14).

Hal yang serupa juga terdapat dalam kitab lainnya semisal Nahjul Balaghah : “Bid’ah itu adalah membuat sesuatu yang baru berdasar hawa nafsunya, dan tidak bersandar kepada sumber-sumber yang haq (yakni Quran dan sunnah)”.(Al-Maktabah Al-Shamilah hal 50 juz 1).

Alamah Majlisi : Bid’ah dalam syariat adalah apa-apa yang baru setelah Rasulullah Saw. dan tak terdapat secara khusus pada nash, dan bukan termasuk sesuatu yang “umum”, atau terdapat larangan padanya secara khusus atau umum (Biharul Anwar, jilid 71 halaman 202-203).


Wahabi berkembang dan bisa mencetak buku, majalah, radio, dsb karena gelontoran dana dari Pemerintah Arab Saudi, bukan karena mencintai ahlulbait. Wahabi ahlul bid’ah.


Bid’ah adalah mengubah ketetapan syari’at !! Hukumnya HARAM !

Qs.33. Qs.Al Ahzab ayat 36. : “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”.


Contoh bid’ah misalnya :

1. Nabi SAW menetapkan bahwa Imam Ali adalah khalifah pengganti beliau, tetapi Sunni menetapkan bahwa Nabi SAW tidak menunjuk pengganti sehingga pengangkatan khalifah cukup melalui musyawarah !!!.

2. Nabi bilang khalifah ada 12, semua dari ahlulbait lalu orang awam bilang khalifah cuma 4 dan tidak mesti dari ahlulbait.

3. hadis “Berpeganglah kamu sekalian dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa’ Rasyidin setelahku” adalah hadis PALSU yang bisa menjerumuskan seseorang kedalam bid’ah !!!.

kalau hadis tersebut di artikan memberi kewenangan kepada 4 khalifah untuk membuat hukum baru ( sunnah khulafa rasyidin), maka jelas bertentangan dengan QS. AN Nisa’ ayat 59.

Pada QS. An Nisa’ ayat 59 jelas bahwa setiap ada perselisihan antara kaum mukminin maka harus dikembalikan kepada Allah (Al-Quran ) dan Rasul-Nya ( Sunnah Rasul ). Artinya hanya Allah dan Rasul-Nya yang berhak membuat hukum. Sementara Ulil Amri bukan pembuat hukum tetapi hanya sebagai PELAKSANA hukum. Kalau memang Ulil Amri punya hak untuk membuat hukum pasti ayatnya berbunyi “…kembalikanlah kepada Allah, Rasul-Nya dan Ulil Amri”.

4. PAHAMAN ANEH DAN KEJI : Mengakui Para Pemimpin Zalim sebagai Pemimpin yang Sah …

AJARAN / PAHAMAN YANG ANEH DAN KEJI : “Siapa saja bisa menjadi Imam (Pemimpin) apakah dia itu orang yang zalim, fasiq, bodoh, pembohong, perampas, pembunuh dan lain-lain”.

Tidakah hal ini bertentangan dan menyeleweng dari firman Tuhan “ Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai Imam kepada manusia. Dia(Ibrahim) berkata: Semua zuriyatku?Dia berfirman: Janjiku tidak termasuk orang-orang yang zalim” (al-Baqarah(2):124).

Sesuai dengan ayat diatas orang yang zalim jelas tidak boleh menjadi Imam jadi Imam itu harus maksum. Tetapi Ahlus Sunnah wal Jama‘ah mendukung orang-orang yang zalim menjadi pemimpin mereka dan kemaksuman para pemimpin itu tidak diperlukan.

Kemudian mereka juag mewajibkan ummat supaya mentaati pemimpin-pemimpin zalim tersebut. Itulah mengapa mereka layak disebut telah menyeleweng dari ajaran Islam yang benar dan bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah (Saw.).

Dengan alasan Sabda Rasulullah SAWW “Kalian lebih mengetahui urusan duniamu” (antum a‘lamu bi-umuri dunya-kum) (Muslim, Sahih , ii, hlm. 875). Mereka telah dengan beraninya memisahkan agama dengan politik , dan ini adalah bid’ah yang besar.

Sungguh, jika memiliki pahaman seperti ‘sebelah’ , bahwa ayat dapat dihapus oleh Hadits, itu jelas adalah pahaman tercela dan tidak masuk akal , maka bertobatlah dari pahaman semacam ini.


Hanya karena membongkar sejarah maka syiah dituduh sebagai ahlul bid’ah, padahal mengkritisi sejarah bukan sesuatu yang tabu, apalagi diharamkan. Sudah sejak dulu kala, sejarah tergantung dari siapa yang menuliskannya. Selama penulisnya bukan Tuhan atau orang suci seperti Nabi, maka sejarah terbuka untuk dikritik, dibongkar habis, atau malah dihapus sama sekali. Apalagi kalau penulisnya seorang penguasa tiran.

Demikian juga dengan sejarah di dunia Islam. Mengingat sejarah hanyalah konstruksi ingatan, dokumen, dan monumen, maka belum tentu, bahkan mustahil, akan sama persis dengan faktanya di masa lampau. Syiah berupaya mempreteli sejarah Islam versi mayoritas yang cenderung diposisikan sebagai untouchable narration, perlu melancarkan kritik sejarah Islam, ini banyak bergantung pada perspektif dan sejarah Ahlul Bait Rasulullah saw.

Syiah menganggap penyelenggaraan acara mengenang kelahiran Nabi maupun perayaan ASYURA (dalam batas batas tertentu) adalah sebuah amalan yang bernilai pahala selain dapat menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah saw.

Menurut ulama Syiah, mengenang hari-hari penting yang pernah dilalui Rasulullah saw dapat menumbuhkan kecintaan dan kerinduan kepada Nabi saw selain dapat lebih mengenal sejarah perjalanan dan kepribadian Nabi saw. Perintah mencintai Nabi dan keluarganya adalah perintah yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam Islam. Sementara menyelenggarakan maulid Nabi hanyalah sekedar wasilah untuk lebih mencintai Nabi dan merupakan syiar Islam.

Dengan kedudukannya sebagai wasilah, tentu saja tidak bisa dihukumi bid’ah, bahwa menyelenggarakan maulid Nabi tidak pernah dianjurkan Nabi dan dicontohkan orang-orang saleh terdahulu. Sama halnya perintah menuntut ilmu. Belajar di sekolah, mulai dari tingkatan dasar sampai perguruan tinggi dengan fasilitas gedung tetap, persyaratan-persyaratan tertentu sampai pemberian ijazah dan gelar tentu tidak pernah dianjurkan Nabi atau dilakukan ulama-ulama saleh terdahulu, namun dengan melakukannya bukan berarti amalan tersebut adalah amalan bid’ah, sebab sekolah hanyalah wasilah dari pelaksanaan atas perintah menuntut ilmu. Begitu pula jika dikaitkan dengan perintah mencintai Nabi dan keluarganya.

Sejak kanak-kanak aku sudah dikelilingi oleh buku-buku. Tetapi, tidak pernah ada cerita yang begitu menyakitkan, membekas, dan membayang-bayangiku dengan banyak pertanyaan, kemarahan, serta kepedihan selain cerita tentang Imam Hussein. Tidak ada cerita yang sudah kubaca ratusan kali tetapi tetap menangis dan menyesakkan dada selain cerita tentang Imam Hussein.

Aku terlahir sebagai Muslim, terdidik sebagai Muslim, dari keluarga Muslim yang taat, tetapi baru ketika SMA, aku menemukan dan membaca cerita Imam Hussein. Aku sering didongengkan oleh ustaz dan ustazah di sekolahku tentang kasih sayang Nabi Muhammad kepada kedua cucunya Hasan dan Hussein. Tetapi, rupanya, mereka yang mengklaim sebagai umat Muhammad sendirilah yang membantai Imam Hussein dan anak-anaknya sedemikian rupa, memenggal kepalanya, mengaraknya selama 40 hari, dan sampai hari ini dicitrakan sebagai PEMBANGKANG!

Aku sudah membaca banyak sekali artikel yang menuduh pengikut Imam Husein sendirilah yang membunuhnya, bukan suruhan Yazid, dan juga bukan salah Yazid karena Yazid berhak berijtihad begitu pun Hussain. Aku sudah banyak membaca semua artikel yang menentang, yang menuduh ini pemujaan terhadap Imam Hussein, ini adalah khas Syiah, ini Syiah adalah sesat, ini adalah Judaisme-isasi baru yang dicangkokkan kepada Islam oleh Syiah, dan seterusnya…

Silakan engkau berikan ratusan ribu hadist kepadaku, dan segala macam tafsir al-Quran untuk menentangku menangis, menghayati dan merenungi kesyahidan Imam Hussein, silakan engkau mengkafirkan aku, silakan engkau mengeluarkan aku dari pertemanan karena aku mencintainya dengan caraku. Aku hanya menggunakan hati, tak perlu rasionalisasi berlebihan untuk hal ini.

Bagi mereka umat Islam yang belum tahu cerita tentang Imam Husein, aku masih bisa memaafkan, jika masih bersukacita dan berpesta pora pada 10 Muharram, tetapi bagi mereka yang mengetahui ceritanya dan memilih merasionalisasi atau memberikan 1001 alasan bahwa Hussain harus dibunuh atau layak dibunuh oleh siapapun sedemikian rupa: MAAF!! maaf seribu maaf, kalau aku kehilangan hormat kepada engkau sebagai Muslim, dan tak tahu lagi bagaimana hendak menyematkan engkau sebagai pengikut Umat Muhammad. Aku hanya berhenti kepada bahwa engkau juga manusia. Dan, menyayangkannya.

Aku tak peduli apakah engkau Sunni, Syiah, Ahmadiyah, Sikh, Bahai, Kristen, Atheist, Sufi, Buddhist, Hindu, Kejawen, Agnostik, atau Yahudi, jika engkau bisa menangis membaca cerita Imam Hussein, jika engkau bisa memberi apresiasi kepada perjuangan Imam Hussein tanpa ‘meributkan detail siapa yang membunuhnya,” ya aku akan menghormati kalian, menghormati kalian lebih daripada ulama-ulama yang bahkan mentertawakan orang-orang yang menangisi Imam Husein, ulama-ulama yang mengatakan ini sesat dan itu kafir dengan mudah hanya karena cerita Karbala didengung-dengungkan kembali dan kepahlawanan Imam Hussein diangkat kembali, atau malah menyangkutpautkannya dengan ritual-ritual tertentu kaum Syiah sebagai kebodohan dan kesesatan hanya untuk mengalihkan isu sebenarnya: Syahidnya Hussein!…

Jika anak kalian dibantai, jika bapak kalian dibantai, jika ibu kalian dibantai, dibantai…dan kalian malah merayakannya secara pesta pora, bahagia pula menjadi anak yatim piatu dan tertawa memuji pembunuhnya, aku yakin bahwa kalian menderita sakit jiwa akut.

Aku malu menjadi Muslim jika aku gembira dengan Tragedi Karbala, aku malu menjadi Muslim jika aku mencari pahala di tengah dahaga dan airmata Imam Hussein dan keluarganya di Padang Karbala pada hari Asyura, aku malu menjadi Muslim jika aku membiarkan pembantai Imam Hussein diangkat sebagai pahlawan, aku malu menjadi Muslim jika aku dianggap memuja Imam Hussein hanya karena dia putra Nabi Muhammad dan melakukan syirik karena itu – pertanyaanku, apakah kausenang jika putramu digorok dan disembelih seperti itu?

Aku tak perlu menjadi orang Syiah untuk meratap di Hari Asyura. Aku sudah menangisi meratapi Imam Hussein. Tetapi, dalam sekejap jika aku membekukan hatiku aku bisa saja menjadi seorang yang mengaku-aku sebagai umat Muhammad dan menunjuk-nunjuk, Kau Syiah telah sesat, memuja Ali dan Husein, ini kan hanya soal politik, ini kan hanya ini dan itu…


Renungkanlah, mengapa Imam Hussein harus dibunuh, putranya yang masih bayi harus dibunuh???

Karena Imam Hussein, aku belajar mengenal siapa yang benar-benar Muslim siapa yang benar-benar bukan. Tak peduli apakah mereka Sunni, Syiah, Sufi, Ahmadiyah, Abangan atau Liberal. Aku tak peduli. Karena Imam Hussein, aku senantiasa diingatkan untuk mengukur diriku sendiri apakah aku telah menjadi Muslim atau belum…Karena Imam Hussein jugalah aku belajar mencintai, belajar hanya membenci kepada kezaliman dan ketidakadilan…Masihkah engkau mau membenciku, menuduhku, menghinaku? Silakan.

Dengan cara begitu aku malah berterimakasih karena engkau telah mengajariku cara menjadi pengikut rombongan kecil Imam Hussein yang kelaparan, kehausan, di tengah padang pasir panas, berhari-hari, lalu gugur di tangan kezaliman dan sampai hari ini ada di antara umat kakek mereka malah mencap mereka sebagai pembangkang.


Makna Bid’ah dan ciri-cirinya


Di dalam Kitab Sunan karya al-Imam at-Tirmidzi no.3788 disebutkan :

Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Aku tinggalkan padamu sesuatu yang jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat sepeninggalku, yang mana yang satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu Kitab Allah, yang merupakan tali penghubung antara langit dan bumi, dan ‘itrah Ahlul Baitku. Keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga datang menemuiku di telaga. Maka perhatikanlah aku dengan apa yang kamu laksanakan kepadaku dalam keduanya”.

Jadi, mengikuti Sunnah Rasul dan berpegang dengan itrah keturunan Rasul juga merupakan perintah dari Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wa sallam.

‘itrah Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam akan ada terus hingga tiba saatnya mereka semuanya nanti akan berkumpul dan mendatangi Rasulullah di telaga Haudh pada hari kiamat.


Definisi Bid’ah adalah merubah ketetapan syari’at, hukum nya HARAM ( dalil : Qs. Al Ahzab ayat 36 )

Lalu apa sebenarnya definisi bid’ah? Ini penting diketahui, agar kita bisa menghindari.


Asy Syarif Al Murtadha, ulama syiah terkemuka, saudara kandung penyusun Nahjul Balaghah , As Syarif Ar Radhi, dalam Ar Rasa’il jilid 2 hal 264 mengatakan:

Bid’ah : menambah atau mengurangi ajaran agama, dengan mengatas namakan ajaran agama.

Artinya, ajaran hasil modifikasi itu dianggap sebagai ajaran agama. Padahal ajaran agama yang sudah dimodifikasi sejatinya bukan ajaran agama, tapi ajaran hasil modifikasi. Ketika ajaran modifikasi dianggap sebagai ajaran agama, maka itulah bid’ah.


Sementara Ibnu Muthahhar Al Hilli, ulama syiah penulis kitab minhajul karamah, fi ma’rifatil imamah, dalam Al Mukhtalaf jilid 2 hal 131 mengatakan :Adzan adalah ibadah yang harus diambil dari syareat, menambah adzan adalah bid’ah, sama seperti mengurangi, dan segala macam bid’ah hukumnya haram.

At Thuraihi, seorang ulama syiah, dalam kitabnya yang berjudul Majma’ul Bahrain jilid 1, kata bada’a /Bid’ah : penambahan dalam agama, yang tidak ada dasarnya dari Al Qur’an maupun sunnah.

Seorang pakar hadits syiah, Yusuf Al Bahrani, dalam kitabnya yang berjudul Al Hadaiq An Nadhirah jilid 10 hal 180 menyatakan:

Yang nampak jelas dari bid’ah, apalagi dalam masalah ibadah adalah haram, dengan dalil riwayat At Thusi dari Zurarah dan Muhammad bin Muslim dan Al Fudhail, dari As Shadiqain (2 imam) : ketahuilah, seluruh bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.

Al Muhaqqiq Al Asytayani dalam Bahrul Fawaid hal 80 mengatakan:

Bid’ah, memasukkan sesuatu yang bukan ajaran agama, ke dalam ajaran agama, dilakukan dengan keyakinan bahwa perbuatan itu termasuk ajaran agama.

Syi’ah imamiyah meyakini bahwa semua bid’ah adalah sesat… Bid’ah adalah segala sesuatu yang bertentangan dengan sumber hukum ( kitabullah , sunnah Nabinya dan Imam maksum as).


Dalam syari’at : ada hal hal yang tidak ada pada zaman Nabi SAW tapi bukan bid’ah, misal : ma’had-ma’had (di zaman Rasul tidak ada ma’had). Acara-acara tanpa ada keyakinan apapun seperti halnya penertiban/ pengkhususan waktu di PESANTREN, pengkhususan kelas dan tingkatan DAYAH yang semuanya tidak pernah dikhususkan oleh syari’at, Belajar tajwid Metode Iqra’ : bukankah hal semacam ini tidak termasuk bid’ah ????

Satu lagi contoh, Al Quran yang antum baca tiap hari, itu khan ada tanda harokatnya, di zaman Nabi harokat itu belum ada dan Nabi tidak memerintahkan memberi harokat di dalam Al Quran.

“Mencintai dan mengagungkan Nabi adalah perintah tegas dari Allah SWT. Mengenang segala peristiwa penting yang berkaitan dengan Nabi adalah dalam rangka menumbuhkan kecintaan kepada Nabi sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT. Karenanya memperingati maulid Nabi tidak bisa dikatakan sebagai amalan bid’ah sebab ada landasannya dalam Al-Qur’an dan Hadits.”.


MELURUSKAN PEMAHAMAN TENTANG BID’AH

Alamah Majlisi : Bid’ah dalam syariat adalah apa-apa yang baru setelah Rasulullah Saw. dan tak terdapat secara khusus pada nash, dan bukan termasuk sesuatu yang “umum”, atau terdapat larangan padanya secara khusus atau umum.(Biharul Anwar, jilid 71 halaman 202-203).

maka bid’ah disini adalah yang bertentangan dengan sumber hukum tersebut. Seperti halnya pendapat masyhur ulama yang mengatakan bahwa dalam masalah bid’ah kita harus melihat kaidah umum dan khusus, karena ada sebagian hukum yang bersifat umum dan belum ada khususnya di zaman Nabi saw. dan Imam maksum as., di sisi lain ada sebagian hukum yang khusus di zaman Nabi dan Imam maksum as. Baik berupa perkataan, perbuatan, maupun takrirnya. Jika bertentangan dengan ushul Syariah dan sunnah (Nabi Saw. maupun Imam maksum as.) maka hal tersebut dikatakan bid’ah, artinya jika perkara yang tidak bercabang dan bertentangan dengan yang umum maka hal tersebut dikatakan bid’ah, seperti yang telah dijelaskan oleh Alamah Majlisi, tanpa membagi bid’ah hasanah ataupun dalalah, karena di satu sisi Syiah juga meyakini bahwa semua bid’ah adalah sesat (Al-Maktabah Al-Shamilah, Tahzibul Ahkam, juz 61 halaman 14)

Oleh sebab itu dalam mencari hukum sesuatu yang seakan-akan baru di zaman sekarang pada masa ghaibnya Imam Zaman maka harus merujuk kepada sumber nashnya, dan hal ini memerlukan upaya istinbath hukum oleh orang-orang yang paham dibidangnya. []


Halaman makam Muawiyah bin Abu Sofyan berpagar dan terkunci rapat, sehingga tidak seorang pun bisa masuk, dulu makam ini terbuka tetapi menjadi sangat kotor dan penuh sampah karena semua orang Damaskus membenci Muawiyah dan sebagai bentuk rasa tidak hormat orang-orang syiria kepada muawiyah, mereka sering membuang sampah ke makam ini sambil mengutuk dirinya.Menurut guide disekitar makam Muawiyah tumbuh tanaman berduri yang tidak diketemukan di daerah manapun kecuali disekitar makamnya…”

(Syiah-Ali/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: