Ini salah satu keburukan Media “ISLAM” dari jaringan PKS/Ikhwanul Muslimin.
Bukannya menceritakan kebenaran, malah menebar Fitnah.
Dengan
memasang foto mantan presiden Iran, Khatami yang mencium putrinya dan
memegang putranya di artikel Nikah Mut’ah, para pembacanya mengira
Khatami Nikah Mut’ah dgn wanita muda.
Ini foto aslinya:Nikah Mut’ah pernah 2x dibolehkan oleh Nabi dan 2x pula diharamkan oleh Nabi. Di situlah Khilafiyyah terjadi.
Meski Nikah Mut’ah halal menurut Syi’ah (menurut Sunni haram),
tapi saya yakin tidak semua orang Syi’ah melakukannya atau rela
puterinya dinikah Mut’ah. Semua syarat Nikah dari Aqad, Mahar, hingga
Iddah tetap berlaku. Yang beda adalah besaran mahar dan waktu yg
ditetapkan.
Harusnya sih seandainya membahas masalah Khilafiyah pun Fitnah tetap harus dihindari agar tidak menebar kebencian dan adu domba.
Sebetulnya
tanpa tahu dalil juga orang yg bener paham bohong dan fitnah itu dosa.
Ini dalilnya agar tidak cuma di kerongkongan saja:
“Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta” [QS Adz Dzaariyaat:10]
“Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa” [Al Jaatsiyah:7]
Jika sering berdusta, maka itu akan menyeretnya ke neraka:
“Hendaklah
kamu selalu benar. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan
kebajikan membawa ke surga. Selama seorang benar dan selalu memilih
kebenaran dia tercatat di sisi Allah seorang yang benar (jujur).
Hati-hatilah terhadap dusta. Sesungguhnya dusta membawa kepada kejahatan
dan kejahatan membawa kepada neraka. Selama seorang dusta dan selalu
memilih dusta dia tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta
(pembohong). (HR. Bukhari)
Dusta adalah satu ciri orang Munafik:
Nabi
Muhammad SAW: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu bila berbicara
dusta, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat.
“(HR. Muslim)
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2009/06/24/jangan-berbohong-karena-dusta-ciri-orang-munafik/
Ning Surachman via Semah Wafiah
“….dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (Al Munafiqun: 63)
Ini salah satu bentuk KEBOHONGAN yg disebarkan untuk mengadu domba umat Islam.
Foto
ini adalah foto mantan presiden Iran Muhammad Khatami yang sedang mencium
putrinya disebarkan sebagai berita mut’ah oleh para takfiri.
Ini foto aslinya:
“Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mut’ah pada masa
penaklukan kota Mekkah, ketika kami memasuki Mekkah. Belum kami keluar,
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengharamkannya atas kami”.
HR Muslim, 9/159, (1406).
عَنْ
سَلَمَةَ بْنِ اْلَأكْوَع ِرضى الله عنه قَالَ: رَخَّصَ رَسُولُ اللهِ صلى
الله عليه وسلم عَامَ أَوْطاَس فِي اْلمُتْعَةِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ ثُمَّ
نَهَى عَنْهَا
Dari Salamah bin Akwa`Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan keringanan dalam mut’ah selama tiga hari pada masa perang Awthas (juga dikenal dengan perang Hunain), kemudian beliau melarang kami”. HR Muslim, 9/157, (1405).
Kisah Nikah Mut’ah Penganut Syi’ah.
Nikah
mut’ah adalah pernikahan tanpa batas dengan menerabas aturan-aturan
syariat yang suci, mut’ah ini telah melahirkan banyak kisah pilu. Tidak
jarang pernikahan ini menghimpun antara anak dan ibunya, antara seorang
wanita dengan saudaranya, dan antara seorang wanita dengan bibinya,
sementara dia tidak menyadarinya. Di antaranya adalah apa yang
dikisahkan Sayyid Husain Al Musawi, seorang tokoh Syi’ah murid Ayatullah
Ruhullah Al Khumaini yang kemudian bertaubat dan masuk ke Sunni.
http://www.fimadani.com/kisah-nikah-mutah-penganut-syiahIni adalah Nikah Mut’ah menurut pemahaman Website Syi’ah. Sesuai surat Al Hujurat ayat 6, saat ada orang fasiq yg memfitnah satu kaum, hendaknya kita tabayyun thd kaum yg difitnah agar kita tidak menzalimi mereka:
Nikah Mut’ah jelas dilakukan di zaman Rasulullah SAWW, zaman Abu Bakar dan sebagian di zaman Umar.
1. Syarat yang diberlakukan dalam akad Mut’ah sama dengan yang diberlakukan dalam nikah daim (permanen), sebagimana dalam nikah daim disyaratkan beberapa syarat, seperti, harus baligh, berakal (waras jiwanya), bukan berstatus sebagai hamba sahaya, harus ada saling rela, dan …demikian pula dalam nikah Mut’ah tanpa ada sedikitpun perbedaan. Adapun masalah talak, dan saling mewarisi, misalnya, ia bukan syarat sahnya akad pernikahan… ia adalah rentetan yang terkait dengannya dan tetap dengan tetap/sahnya akad itu sendiri. Oleh sebab itu hal-hal di atas tidak disebutkan dalam akad. Ia berlaku setelah terjadi kematian atau penceraian. Seandainya seorang istri mati tanpa meninggalkan sedikitpun harta waris, atau ia tidak diceraikan oleh suaminya hingga ia mati, atau suami menelantarkan sebagian kewajibannya, maka semua itu tidak merusak kebashan akad nikahnya. Demikian pula tentang nafkah dan iddah.2. Redaksi akad yang dipergunakan dalam nikah daim tidak berbeda dengan yang dipergunakan dalam nikah Mut’ah, hanya saja pada Mut’ah disebutkan jangka waktu tertentu.
http://syiahali.wordpress.com/2012/04/05/nikah-mutah-jelas-dilakukan-di-zaman-rasulullah-saww-zaman-abu-bakar-dan-sebagian-di-zaman-umar/
Post a Comment
mohon gunakan email