Pesan Rahbar

Home » , , , » Imam Husein as, Ruh Kemanusiaan

Imam Husein as, Ruh Kemanusiaan

Written By Unknown on Sunday, 27 July 2014 | 23:01:00


Imam Husein as mengetahui bahwa keadilan dan kemerdekaan bagi sebuah masyarakat ibarat oksigen bagi paru-paru. Mereka yang mengarahkan masyarakat kepada keadilan dan kemerdekaan, maka nilai-nilai kemanusiaan telah berjasa atas pengabdian agungnya. Begitulah cara Imam Husein as mengusung panji kemanusiaannya. Pribadi mulia ini telah menciptakan sebuah peristiwa besar demi tegaknya agama Allah Swt dan nilai-nilai kemanusiaan. Padang Karbala telah menjadi dunia sejuta kenangan, baik yang menyayat hati dan mengucurkan air mata atau mengilhami ruh manusia untuk bersikap mulia dan berani dalam memerangi penindasan. Karbala adalah tempat peristirahatan manusia agung dan teladan kemanusiaan.

Ketika kita melangkah memasuki komplek pemakaman Imam Husein as di Padang Karbala, maka kebesaran jiwa dan kedudukan mulia beliau akan menyihir kita dan setiap orang yang mencari setitik kedamaian di sana. Para peziarah dengan penuh kesantunan dan khusyuk berkata: "Salam atasmu wahai pahlawan Islam dan Muslimin. Wahai pemimpinku, aku bersaksi bahwa engkau adalah pelita yang tidak pernah ternodai oleh kegelapan sepanjang sejarah. Aku bersaksi bahwa engkau adalah pilar-pilar agama yang kokoh dan benteng yang kuat serta insan yang beriman. Dan aku juga bersaksi bahwa engkau adalah seorang pemimpin yang baik dan bertaqwa, tali petunjuk Ilahi dan hujjah Allah Swt kepada penduduk bumi."

Tidak begitu jauh dari posisi makam Imam Husein as, ada sebuah lorong gelap yang berakhir pada sebuah kamar kecil. Di sana juga terdapat sebuah kerangkeng besi serupa makam yang diterangi cahaya remang-remang. Di sanalah tempat manusia agung itu meneguk cawan syahadah. Seorang pribadi yang senantiasa dicium dahinya dan dicintai oleh Rasulullah Saw, terbaring setelah diserang dari segala penjuru oleh manusia-manusia keji.

Kerangkeng besi makam Imam Husein as memiliki enam sudut. Dua sudut tambahan itu dijadikan sebagai tempat pemakaman Ali Akbar, bayi mungil Imam Husein as, yang dipanah saat dahaga mencekik. Kerangkeng besi itu sengaja dibuat enam sudut sehingga jelas tempat pemakaman Ali Akbar. Imam Sajjad as tercatat sebagai satu-satunya putra Imam Husein as yang tersisa di medan tempur dan terbaring sakit.

Di sekitar kerangkeng besi makam Imam Husein as, ada sebuah tempat lagi yang menyerupai jendela baja besar. Di sana terpahat nama para syuhada Padang Karbala. Mereka adalah sahabat setia Imam Husein as yang berperang hingga tetes darah penghabisan. Manusia-manusia mulia itu tetap setia meski Imam Husein as telah mencabut baiatnya dari mereka. Di tempat itu, Imam Sajjad as mengumpulkan jasad-jasad anggota keluarga dan sahabat Imam Husein as untuk dimakamkan.

Pergi berziarah ke Padang Karbala ibarat mengikat janji setia dengan Imam Husein as agar tujuan dan jalannya tidak terlupakan. Para peziarah berkata penuh khidmat: "Wahai putra Rasulullah Saw! Aku bersaksi bahwa engkau telah menyeru kepada keadilan. Engkau adalah orang yang paling jujur dan bijak. Engkau juga bersikap jujur dan ikhlas atas seruan-seruanmu kepada masyarakat. Aku bersaksi bahwa engkau telah menunaikan kewajiban dengan menghendaki kebaikan untuk semua dan berjihad di jalan Allah Swt serta menghambakan diri kepada-Nya dengan keikhlasan yang sempurna. Semoga Allah Swt memberikan sebaik-baiknya pahala kepadamu."

Peringatan peristiwa Asyura dan penghormatan luhur kepada Imam Husein as senantiasa dipentaskan sepanjang sejarah. Penguasa Bani Abbasiyah, Mutawakkil, termasuk salah seorang yang paling memusuhi Ahlul Bait as. Ia akan murka setiap kali melihat masyarakat berkumpul di Karbala dan meratapi kepergian Imam Husein as. Mutawakkil tak segan-segan memberi perintah penghancuran makam suci Imam Husein as dan pengusiran orang-orang yang berkumpul di sana. Dia bahkan tidak mengizinkan seorang pun menampakkan batang hidungnya di Padang Karbala.

Namun selang beberapa waktu kemudian, para pecinta Imam Husein as kembali membangun makam manusia suci itu berduyun-duyun datang berziarah ke sana. Karbala kembali menjadi tempat lalu-lalang manusia-manusia merdeka. Karbala laksana lingkaran berkilau, yang dipadati oleh para pecinta dan pengikut Imam Husein as.

Salah seorang ulama yang sedang menyampaikan ceramahnya di komplek makam Imam Husein as berkata: "Sesungguhnya siapakah Husein? Dia adalah putra Ali dan Fatimah. Dalam revolusi abadi Imam Husein as, keberanian dan kebesaran jiwanya akan memaksa semua orang untuk memujinya. Dia bangkit bukan untuk kepentingan pribadi atau kehidupannya, tapi jiwa dan semangatnya menyatu dengan jiwa dan fitrah seluruh manusia. Sikap rendah diri, kebesaran jiwa, keadilan, ketaqwaan, dan keikhlasan Imam Husein as merupakan pancaran keindahan. Dia telah mengorbankan hidupnya demi menghidupkan cahaya iman, keadilan, dan kemerdekaan di tengah masyarakat."

Di sudut lain komplek makam Imam Husein as, seorang ulama juga berbicara tentang keadilan dan kemerdekaan. Dia berkata: "Imam Husein as adalah pewaris pribadi-pribadi agung seperti Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad Saw. Para utusan Allah Swt tidak ada tandingannya dari segi keilmuan dan kearifan. Mereka berjuang demi terciptanya ketenangan dan kedamaian di tengah masyarakat. Begitu juga dengan Imam Husein as. Dia adalah simbol manusia-manusia yang menuntut kemerdekaan dan maskot untuk melawan kekuatan-kekuatan arogan dan tiran. Dia telah melakukan sebuah gerakan besar untuk menegakkan kebenaran dan kemuliaan. Husein as adalah manifestasi kebesaran jiwa kemanusiaan."

Ustadz Syahid Murtada Mutahhari menilai revolusi Imam Husein as terletak pada kebesaran jiwanya. Beliau berkata: "Husein adalah sebuah jiwa besar dan juga sebuah jiwa suci. Pada prinsipnya, jika jiwa sudah menjadi besar, maka ia akan menghimpit raga, tapi jiwa yang kecil akan bergerak menuruti tuntutan-tuntutan raga. Ia akan mematuhi setiap perintah yang diberikan oleh raga. Imam Ali as pernah berkata kepada putranya Imam Hasan Mujtaba as: ‘Wahai anakku! Muliakanlah jiwamu dari setiap kehinaan.' Peristiwa Karbala adalah medan konfrontasi antara manusia besar dan manusia yang berjiwa besar. Pada petang hari Asyura, manusia-manusia berjiwa besar secara lahiriyah telah tiada dan manusia-manusia yang tampak besar seperti, Umar ibn Sa'ad, Ibnu Ziyad dan lain-lain, masih mengangkat kepala di Karbala. Akan tetapi manusia berjiwa besar seperti Imam Husein as, telah menciptakan sebuah peristiwa agung. Karena dia berjiwa besar dan bangkit untuk memberantas kerusakan di tengah masyarakat dan berkata: "Aku melihat kematian sebagai sebuah kebahagiaan daripada hidup bersama orang-orang yang hina."

Para peziarah Padang Karbala senantiasa dihantui pertanyaan ini. "Benarkah ini Husein yang dikatakan Rasul Saw bahwa Husein adalah dariku dan aku bagian darinya? Belum lebih dari 50 tahun sejak wafatnya Rasul Saw, mereka yang mendengar ucapan itu begitu cepat melupakannya. Mereka bahkan mengerahkan pasukan untuk memerangi cucu baginda Rasul Saw dan menciptakan tragedi terbesar dalam sejarah."

Meski demikian, Imam Husein as tetap hidup dan seruan-seruannya akan selalu disambut oleh mereka yang ingin menegakkan keadilan dan menghapus penindasan di buka bumi. Seruan Imam Husein adalah jeritan fitrah manusia dan pekikan ruh kemanusiaan.

Sumber: IRIB Indonesia
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: