Koran Kayhan Iran hari Senin (7/4/2008)
menulis, menurut laporan situs Fars mengutip sebuah situs Suriah, sebuah
sumber yang dapat dipercaya terkait teror Imag Mughniyah, komandan
Hizbullah Lebanon mengatakan, “Badan intelijen Rezim Zionis Israel,
Amerika, Arab Saudi dan Yordania terlibat dalam teror Imad Mughniyah.”
Sumber yang tidak ingin namanya
disebutkan ini menjelaskan, “Para pejabat Arab Saudi meminta Amir Kuwait
dan Amir Qatar menjadi mediator meminta kepada pemerintah Suriah agar
mengundurkan hasil penyidikan atas teror Imad Mughniyah dan menghapus
nama Arab Saudi dalam laporan tersebut. Menurut para pejabat Arab Saudi,
masalah ini akan berakibat pada munculnya kembali perselisihan Ahli
Sunnah dan Syiah di dunia Arab.
Sumber ini menambahkan, “Sangat mungkin
sekali Damaskus akan menerima permintaan Riyadh yang disampaikan lewat
mediasi Kuwait dan Qatar. Tentu saja dengan syarat Arab Saudi memberikan
insentif kepada Suriah.” Menurutnya, bila mediasi Kuwait dan Qatar
berhasil mempengaruhi Suriah, maka utusan khusus Arab Saudi segera
menuju Damaskus.
Masih dari sumber Suriah, Saud Al-Faisal,
Menteri Luar Negeri Arab Saudi hari Rabu dua minggu lalu melawat Suriah
dengan tujuan membebaskan sejumlah intelijen Arab Saudi yang dua bulan
lalu ditangkap pihak keamanan Suriah karena berniat membunuh Bashar
Asad, Presiden Suriah namun negosiasi Al-Faisal tidak berhasil dan
pulang dengan tangan hampa.
Terbongkar Konspirasi Teror Syahid Imad Mughniyah, Rencana dari Israel, Eksekutornya Arab Saudi.
Koran Iran berbahasa Persi, Kayhan
tanggal 9 April 2008 memuat berita tentang terbongkarnya peran Arab
Saudi dalam aksi teror Imad Mughniyah, mantan komandan Hizbullah.
Koran Kayhan mengutip Kantor Berita Fars
bahwa sebuah sumber terpercaya dalam investigasi teror Imad Mughniyah
menyatakan bahwa pejabat keamanan Kedutaan Arab Saudi di Suriah yang
bertanggung jawab melakukan aksi teror terhadap Imad Mughniyah.
Sumber ini mengungkapkan bahwa beberapa
hari telah berlalu dari rencana pengumuman resmi hasil investigasi
Suriah soal teror Imad Mughniyah. Dia menambahkan, rencananya hasil
investigasi ini akan diumumkan sebelum Sidang KTT Liga Arab, namun
dikarenakan kehadiran para pejabat Arab Saudi di sidang ini, para
pejabat Suriah menangguhkannya hingga tanggal 6 April, tapi setelah
tanggal yang ditetapkan itu, lagi-lagi pengumuman hasil penyidikan itu
ditangguhkan setelah Kuwait campur tangan.
Sumber yang tidak ingin namanya
disebutkan itu menjelaskan bahwa rencana teror Imad Mughniyah disiapkan
oleh Rezim Zionis Israel dan agen-agen setempat yang melakukan eksekusi.
Dia mengatakan, orang-orang Zionis telah mengetahui gerak-gerik syahid
Imad Mughniyah di daerah itu sejak setahun lalu. Salah satu anasir
penting dan kunci dalam aksi teror Imad Mughniyah adalah salah satu
pejabat keamanan Arab Saudi di Damaskus.
Sumber terpercaya ini menyatakan,
agen-agen eksekutor teror Imad Mughniyah berasal dari Yordania, Suriah
dan Palestina. Mereka sebelum ini menyewa atau membeli sebuah rumah
penduduk di dekat tempat tinggal Imad Mughniyah di Kufr Susah dan
tinggal dengan keluarga pemilik di sana.
Dia menegaskan bahwa penemuan terbaru
menunjukkan bahwa para pejabat Arab Saudi, khussunya Pangeran Bandar bin
sultan, Ketua Badan Keamanan Nasional Arab Saudi yang mantan Duta Besar
Arab Saudi di Amerika ikut dalam aksi teror Imad Mughniyah. Dia
menambahkan, “Pejabat keamanan Arab Saudi setelah melakukan aksi teror
itu segera lari mencari persembunyian, namun Badan Keamanan Suriah
berhasil menangkapnya dan menyeretnya ke Damaskus lewat seorang wanita
yang pernah punya hubungan dengannya. Karena dua mobil yang meledak yang
berujung pada syahadah Imad Mughniyah dibeli lewat wanita ini dan atas
namanya. Setelah berhasil membeli dua mobil, satunya diberikan kepada
eksekutor teror Imad Mughniyah dengan meletakkan bom di dalamnya dan
setelah itu mobil diparkir di tempat parkir tempat tinggal Imad
Mughniyah.
Sumber terpercaya ini mengingatkan betapa
Arab Saudi meminta tolong Amir Qatar dan Kuwait menjadi mediator agar
laporan hasil investigasi itu tidak mencantumkan nama Arab Saudi.
Menurutnya, Qatar tidak banyak berperan dalam masalah ini, namun Amir
Kuwait pergi ke Arab Saudi dan berusaha merekatkan friksi yang terjadi
antara Riyadh-Damaskus di bawah slogan persatuan negara-negara Arab.
40 Hari Imad Mughniyah dan Laporan Reuters dari Lebanon.
Menjelang peringatan 40 hari syahadah Imad Mughniyah
di Huseiniyah Sayyyid al-Syuhada di Dhahiah, Reuters menurunkan laporan
menarik, “Orang-orang Syiah Lebanon yang masih berkabung secara
berkelompok-kelompok menuju tempat pemakaman Imad Mughniyah, mantan
komandan Hizbullah. Mereka ramai membicarakan bahwa pria yang dahulunya
dikejar-kejar Amerika dan Israel telah berubah menjadi simbol
perlawanan.”
Seperti dilansir oleh Raja News dengan mengutip
laporan wartawan Reuters dari Beirut, Laila Bassam melanjutkan, Imad
Mughniyah diteror dengan bom mobil di Damaskus pada tanggal 12 Februari.
Imad Mughniyah dikejar-kejar berbagai badan intelijen internasional dan
bahkan regional selama lebih dari 20 tahun. Imad Mughniyah sewaktu
diteror menjabat sebagai komandan Hizbullah. Tempat di mana Imad
Mughniyah dikuburkan bersama-sama para pejuang Hizbullah lainnya telah
menjadi tempat ziarah.
Hizbullah adalah kelompok yang hebat dengan dukungan
Iran dan Suriah dan pada hari ini, Senin 24 Maret adalah acara 40 hari
syahadahnya. Sebagaimana telah direncanakan, Sayyid Hasan Nasrullah pada
hari ini akan menyampaikan pidatonya.
Bassam menuliskan tentang tempat dikuburkannya Imad
Mughniyah. Disebutkannya, Tempat dikuburkan Imad Mughniyah berjarak
beberapa kilometer dari tempat acara peringatan 40 hari syahadahnya.
Imad Mughniyah dikuburkan bersama para pejuang Hizbullah seperti Hadi
Nasrullah, Anak Sayyid Hasan Nasrullah. Hadi Nasrullah gugur syahid pada
tahun 1997 saat berperang melawan Israel. Sepeninggal Imad Mughniyah,
jumlah peziarah semakin meningkat. Di sekitar lokasi pekuburan
terpampang foto-foto para pejuang Hizbullah dan terdengar sayup-sayup
suara bacaan al-Quran dari speaker yang di pasang di sana.
Reuters menegaskan betapa Hizbullah dan Iran menuduh
Israel berada di balik teror Imad Mughniyah yang biasa dipanggil Haji
Ridhwan. Reuters menambahkan, saat perang 33 hari pada tahun 2006
melawan Israel, Imad Mughniyah menjadi salah satu komandan Hizbullah.
Sekalipun Israel menolak dituduh sebagai pelaku teror Imad Mudhniyah,
tapi Imad Mughniyah menjadi salah seorang paling dicari Mossad, Badan
Intelijen Israel.
Kantor Berita Inggris ini kembali mengulangi tuduhan
media Barat bahwa Imad Mughniyah bertanggung jawab dalam penyanderaan
orang, pesawat dan serangan terhadap target-target Barat dan Israel di
dekade 80-an dan di awal-awal dekade 90-an.
Dalam laporannya, Reuters mewawancarai seorang
peziarah kuburan Imad Mughniyah bernama Fathimah Saad yang ikut bersama
rombongan mini bus. Mereka berasal dari sebua desa di Lebanon Selatan.
Fathimah mengatakan, “Kami bangga dengan syahid Imad Mughniyah. Dia
adalah pemimpin tangguh yang memenangkan kami saat menghadapi Israel.
Kami bangga karena Imad Mughniyah menjadi musuh nomor satu di mata musuh
kami.”
Memasuki lokasi pekuburan syuhada Hizbullah dapat
disaksikan betapa setiap kuburan ditelakkan sebuah bendera yang
bertuliskan, “Mereka yang zalim tidak akan pernah tenang, karena
jari-jari kami berada di pelatuk senjata.”
Reuters menambahkan, “Pendukung Imad Mughniyah
menilainya sebagai mitos. Tempat tinggal dan bagaimana dia berpindah
dari satu tempat ke tempat lain selama lebih dari 20 tahun tidak banyak
diketahui bahkan oleh pejabat senior Hizbullah. Kebanyakan orang
menganggap dia lebih sering berada di Iran, Suriah dan Lebanon.”
Reuters juga mewawancarai Sayyid Fatin, anak Fathimah
Saad. Menurut Fatin, “Kami benar-benar tidak tahu siapa sebenarnya Imad
Mughniyah. Kami tidak tahu bahwa dia berada di balik setiap kemenangan
kami menghadapi Israel. Namun yang pasti penghormatan rakyat terhadapnya
semakin besar setelah syahadahnya. Imad Mughniyah adalah simbol
pengorbanan.”
Reuters menanyai Ummu Ali (60) yang tengah duduk di
samping kuburan Imad Mughniyah dan dengan khusyu’ membaca al-Quran
mengatakan, “Syahdah adalah pemberian Allah. Tidak penting berapa dari
kami yang berhasil mereka syahidkan. Dengan darah syahid, kami menjadi
semakin kuat. Insya Allah, kami semua akan melanjutkan jalan yang telah
mereka tempuh.”
Bandar bin Sultan, Amr Ash 2008!
Tajuk Rencana koran Hizbullah Iran edisi 9
April 2008 menurukan laporan mengenai hubungan pangeran Bandar bin
Sultan dari Arab Saudi dengan teror Imad Mughniyah, mantan komandan
Hizbullah. Ikuti laporan tersebut!
Seorang pangeran Arab Saudi yang melumuri
darahnya dengan meneror salah satu pejuang Hizbullah yang ikhlas jelas
sesuai dengan logika Imam Khomeini ra. mengenai permusuhan keluarga Al
Saud dengan Islam. Dengan ini, jangan memasukkan keraguan dalam diri
anda mengenai cerita bahu-membahunya Arab Saudi dengan Setan Besar.
Berikut ini sebuah laporan tentang peran pangeran Bandar bin Sultan,
mantan Duta Besar Arab Saudi di Amerika yang saat ini menjabat sebagai
Ketua Dewan Keamanan Nasional Arab Saudi dalam teror syahid Imad
Mughniyah, mujahid dan mitos perlawanan.
Teror ini membuktikan betapa keluarga ini
merupakan kaki tangan Gedung Putih. Namun teror Imad Mughniyah bukan
usaha pertama pangeran Arab Saudi ini dalam melenyapkan tokoh-tokoh
pejuang Syiah dan tentu bukan yang terakhir kalinya. Mengenal lebih jauh
unsur Amerika ini dan mengetahui langkah-langkah pengkhianatannya
terhadap umat Islam sangat membantu untuk membuktikan betapa dia adalah
tokoh kunci dalam teror Imad Mughniyah. Pangeran Bandar bin Sultan bin
Abdul Aziz Alu Suud adalah anak putra mahkota Arab Saudi saat ini,
Sultan Abdul Aziz. Bandar lahir di Thaif pada tahun 1949. Pada tahun
1983 sampai 2005 dia ditugaskan sebagai Duta Besar Arab Saudi di
Washington. Bandar bin Sultan oleh sebagian orang disebut sebagai Bandar
Bush. Selama hampir tiga dekade Bandar menjadi paling dekatnya duta
besar negara terpenting yang menjadi sekutu Amerika di Timur Tengah.
Menurut kebanyakan para analis politik,
Bandar bin Sultan punya pengaruh khusus di bagian politik luar negeri
Bush, terutama bila itu terkait dengan masalah-masalah Timur Tengah.
Pengaruhnya begitu kuat sehingga Bob Woodward, wartawan terkenal Amerika
yang punya peran penting dalam membongkar kasus Watergate dalam buku
“Plan of Attack” mengklaim bahwa Presiden Amerika, George W. Bush
sebelum menyampaikan keputusannya kepada Colin Powell, Menteri Luar
Negeri Amerika waktu itu untuk menyerang Irak, terlebih dahulu informasi
ini disampaikan kepada Bandar bin Sultan.
Scott McCloud, Pimpinan Redaksi Majalah
Time di Kairo yang selama 22 tahun terakhir bertanggung jawab untuk
melaporkan kejadian-kejadian di Timur Tengah dan Afrika Utara bagi
majalah ini terkait dengan Bandar bin sultan menulis, “Bila saya
mengatakan bahwa Bandar bin sultan dalam pengambilan sikap politik luar
negeri Amerika soal Timur Tengah punya pengaruh yang sama besar dengan
Condoleezza Rice, maka itu bukan sikap yang berlebihan.”
Selama bertahun-tahun, Bandar bin Sultan
punya komunitas luar biasa dalam menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh
kuat politik di Amerika yang akhirnya dikenal sebagai teman Washington
di masa-masa sulit. Sebagai contoh, Bandar bin Sultan punya peran kunci
dalam perundingan dengan Libia demi meyakinkan Muammar Qaddafi agar
menghentikan program nuklirnya. Menurut tulisan Woodward dalam buku
“Veil: Secet Wars of the CIA” yang dicetak tahun 1987 menyebutkan Bandar
bin Sultan bahkan di pemerintahan Reagen punya kerja sama dengan
penasehat keamanan nasional Amerika sebagai penjamin dana jutaan dolar
kepada gerilyawan Kontra di Nicaragua (saat itu Amerika secara hukum
tidak mampu melakukan itu). Menurut tulisan Woodward, berdasarkan
permintaan bantuan dari CIA, Bandar bin Sultan mengucurkan dana sebesar
dua juta dolar kontan untuk mencegah Partai Komunis memegang tampuk
kepemimpinan di Italia.
Baru-baru ini, seorang pengamat politik
Arab dalam wawancaranya dengan televisi Aljazeera membongkar bagian lain
dari langkah-langkah tersembunyi Bandar bin Sultan yang berperan dalam
terjadinya kekacauan. Nasser Qandil, Kepala Pusat Riset dan Media Timur
Modern di Lebanon dalam wawancaranya dengan Aljazeera mengatakan,
“Baru-baru ini, Bandar bin Sultan menyatakan kepada kelompok-kelompok
jihad bahwa sebagaimana Uni Soviet adalah musuh kita dahulu, kini Iran
menjadi musuh kita dan sikap kita adalah berperang dengan Iran dan
seluruh orang Syiah dunia.” Michael Moore, sutradara film dokumentasi
terkenal Amerika dalam film terkenalnya Fahrenheit 9/11 menggambarkan
hubungan mesra dan luas Bandar bin Sultan dengan para pejabat Gedung
Putih sebelum dan sesudah peristiwa 11 September. Dia mengajak para
penonton untuk berpikir dengan mengajukan pertanyaan cerdas, “Bagaiamana
bisa ketika seluruh kaum muslimin di Amerika dari seluruh etnis dan
negara karena peristiwa ini dianggap teroris dan mendapat tekanan di
mana-mana, sementara Duta Besar Arab Saudi di Amerika yang jelas-jelas
punya hubungan dengan kelompok Al Qaedah tetap mampu menjaga hubungan
baiknya dengan para pejabat senior Amerika?”
Bandar bin sultan kembali ke Riyadh pada
tahun 2005 dan dengan alasan pribadi meninggalkan pos Duta Besar di
Washington. Hanya beberapa hari setelah tiba di Riyadh, kematian Raja
Fahd diumumkan. Dengan kejadian ini, Raja Abdullah menjadi Raja Arab
Saudi dan Sultan bin Abdul Aziz, ayah Bandar menjadi putra mahkota
negara ini. Bandar bin Sultan dalam pergeseran kekuatan di dalam
keluarga Suud akhirnya menjadi Sekjen Dewan Keamanan Nasional Arab
Saudi. Dengan ini, kebanyakan analis politik menilai pengunduran dirinya
sebagai Duta besar di Washington setelah menjabat selama 22 tahun punya
kaitan dengan posisinya yang baru. Salah tugas yang diembannya di
posnya yang baru ini adalah mengkoordinasi milisi Sunni. Bandar
menduduki posisi ini, namun dia tetap menjadi orang Arab Saudi yang
punya pengaruh paling besar dan penting di Amerika, bahkan menjadi
pribadi di belakang layar dalam diplomasi Timur Tengah.
Peningkatan kehadiran personil Al Qaedah
di Irak dan tidak efektifnya metode kekerasan dengan kelompok-kelompok
milisi berdampak dimulainya lobi-lobi rahasia Amerika dengan orang-orang
Sunni pendukung Al Qaedah. Namun kehadiran secara luas dalam sistem
politik baru Irak menjadi pra syarat sebelum memulai segala kerja sama
dengan kelompok-kelompok Sunni Irak. Keinginan ini ditentang oleh
orang-orang Syiah di negara ini dan membuat Syiah sebagai penghalang
besar rencana mereka. Kondisi ini tetap berlangsung sampai kemenangan
Hizbullah dalam perang 33 hari menghadapi Rezim Zionis Israel. Kini,
Hizbullah tampil sebagai mitos di tengah-tengah masyarakat muslim, baik
Syiah maupun Sunni.
Di sisi lain, perbedaan internal di
antara kekuatan-kekuatan inti di Lebanon merupakan masalah dan ancaman
terbesar bagi pemerintah Fouad Siniora. Perbedaan yang muncul tidak
membahayakan orang-orang Syiah sejak Hizbullah muncul menjadi kekuatan
besar di Lebanon. Dalam kondisi yang semacam ini, tiba-tiba muncul
kelompok Fatah Islam di Utara Lebanon dan setelah sejumlah anggota
kelompok ini yang memiliki warga negara Arab Saudi tertangkap, tumbuh
satu kecurigaan hubungan kelompok ini dengan Arab Saudi. Fatah Islam
merupakan kelompok yang diciptakan Bandar bin Sultan untuk mengontrol
kekuatan Hizbullah. Bandar bin Sultan juga pendukung asli bahkan pendiri
kelompok 14 Maret Lebanon. Di tengah-tengah para pemimpin kelompok 14
Maret dia mengatakan, “Kalian harus menyertai aku dan akan kalian lihat
bahwa kami akan menciptakan sebuah kelompok di Lebanon yang tidak mampu
dilawan oleh Hizbullah.” Bandar bin Sultan juga mengatakan, “Saya
membeli posisi Perdana Menteri untuk Rafik Hariri dengan harga 50 juta
dolar!”
Dengan mencermati tindak-tanduk pangeran
Bandar bin Sultan selama ini, Hizbullah sebagai kelompok yang senantiasa
langkahnya bertentangan dengan politik bersama Al Saud, Rezim Zionis
Israel dan Amerika. Dapat dikatakan bahwa teror salah seorang komandan
senior, khususnya ahli strategi Hizbullah merupakan keinginan mereka
sejak dahulu. Oleh karenanya, Banda bin Sultan dengan bekerja sama
dengan Rezim Zionis Israel, sebagian pejabat Yordania dan Amerika punya
perang dalam meneror Imad Mughniyah seperti yang dapat ditemukan dalam
berita-berita. Pangeran Arab Saudi ini di tahun 2008 sangat layak bila
disebut sebagai Amr Ash. Dia mengaku Islam tapi selalu berpikiran untuk
menikam Islam dari belakang, salah satunya adalah teror para mujahid.
Dengan demikian, dia telah menorehkan namanya seperti nenek moyangnya
sebagai pembunuh para Imam as.
Mengapa kita sebagai orang-orang media menyembunyikan
hakikat sebenarnya kepada opini publik? Apakah dengan sikap ini kita
ingin memberikan dukungan kosong kepada Liga Arab?
Mengapa kita tidak
menyadarkan rakyat mengenai hakikat raja-raja dan para jenderal yang
menekan mereka?
Jenderal-jenderal yang puluhan tahun tidak memberikan
kesempatan rakyat bernapas bebas?
Mereka menghina dan menistakan rakyat.
Para jenderal yang lebih dari setengah abad berada di pasar jual beli
budak yang dibentuk Amerika menjual rakyatnya dengan harga murah!
Mengapa kita menjelaskan mengenaisumber penyakit yang
menyengsarakan rakyat?
Mengapa kita tidak mengatakan hal itu secara
langsung?
Mengapa kita tidak mengatakan bahwa mereka adalah para
penguasa yang diistilahkan “moderat dan pelayan konspirasi Amerika”?
Mengapa kita tidak mengatakan bahwa pemimpinnya adalah keluarga Alu Saud
yang asli keturunan Yahudi?
Ini satu hal yang telah dibuktikan oleh
berbagai dokumen. Bagaimana mereka menculik dan membunuh Naser Al-Said,
seorang rohaniwan penentang di Hijaz pada tahun 1979. Inilah sumber
penyakit dan musibah!
Opini umum negara-negara Arab dan Islam tidak sadar
akan konspirasi Arab Saudi. Sebagai contoh, Arab Saudi memimpin
konspirasi untuk mencegah terlaksananya Konferensi Tingkat Tinggi
negara-negara Arab di Damaskus yang akan diadakan tanggal 28 Maret 2008.
Sebuah kejahatan politik dan moral telah dilakukan oleh media-media
Arab.
Transformasi situasi Lebanon yang terjadi sejak
beberapa bulan lalu terkait dengan Arab Saudi dan usaha Washington dan
Tel Aviv. Ketiga negara ini berusaha mencitrakan Suriah sebagai negara
yang bertanggung jawab atas situasi politik Lebanon. Konspirasi kotor
ini punya dua target penting:
1. Mencegah dilaksanakannya sidang KTT negara-negara
Arab. Sidang ini untuk pertama kalinya diadakan di Damaskus pada tahun
1946. Arab Saudi tahu bila KTT Liga Arab jadi dilaksanakan di Suriah,
itu berarti dukungan negara-negara Arab terhadap Suriah. Dan itu berarti
usaha Riyadh, Washington dan Tel Aviv untuk mencitrakan Suriah
bertanggung jawab dalam krisis Lebanon menjadi gagal. Suriah gagal
dikucilkan oleh negara-negara Arab.
2. Tujuan konspirasi yang dilakukan oleh
sekutu-sekutu Washington dan Arab Saudi sebagai pemimpinnya, merupakan
batu loncatan untuk invasi militer ke Suriah dan kemungkinan juga Iran,
Hizbullah dan Hamas yang mayoritas pemimpinnya tinggal di Suriah.
Ini adalah tujuan yang tengah diupayakan oleh Amerika
dan para sekutu Arabnya. Lawatan Presiden Mesir, manuver Raja Arab
Saudi dan Menteri luar negerinya, Raja Yordania dan kelompok-kelompok
Syekh Arab Teluk Persia tidak membawa berita gembira. Mereka membawa bau
konspirasi untuk membelah umat dan kawasan menjadi dua bagian penting.
Kubu pertama adalah Washington dan itu ditunjukkan dengan lawatan Bush
yang disertai dengan tarian pedangnya yang menghina. Dan kubu kedua
adalah kelompok anti Washington.
Sebelum ini, saya telah membongkar konspirasi Arab
Saudi yang mendapat perintah dari Washington dan hubungan dengan Israel
lewat Pangeran Bandar bin Sulthan dan 15 perusahaan raksasa Israel yang
aktif di Riyadh untuk menggagalkan rencana Arab menyelesaikan krisis
politik Lebanon. Arab Saudi menggantikan proposal usulan Arab dengan
rencana Amerika yang berlandaskan konflik, kekerasan dan friksi.
Arab Saudi dengan bekerja sama dengan dinas-dinas
intelijen Arab, kebanyakan dengan Yordania, melakukan teror terhadap
tokoh-tokoh Arab, antara lain adalah Imad Mughniyah. Mereka juga
mengirimkan senjata kepada tim Hariri dan dua penjagal (Junblat dan
Geagea). Dan lewat media-media massa dan jaringan satelit asing yang
dimilikinya berusaha mengambinghitamkan Suriah.
Arab Saudi mengklaim bahwa Suriah menekan kelompok
oposisi Lebanon agar tidak menerima rencana Amerika dalam menyelesaikan
krisis politik Lebanon dan akhirnya untuk melucuti senjata Hizbullah.
Namun Arab Saudi dan media-media yang mendukungnya
lupa bahwa salah satu tokoh oposisi pemerintah Lebanon, Michel Aoun
adalah tokoh yang selama ini tidak pernah setuju dengan Suriah dan
kehadirannya di Lebanon. Bagaimana mungkin dia dipengaruhi oleh Suriah?
Ini sebuah kebohongan!
Masalah asli Lebanon terkait dengan urusan dalam
negara ini. Yang menghalangi peneyelesaian krisis Lebanon adalah
Washington-Arab Saudi dan sekutu Amerika yang selalu mencegah upaya
penyelesaian krisis Lebanon.
Kini, Arab Saudi telah mengambil keputusan pasti
terkait KTT Damaskus, tentu dengan perintah Amerika, untuk menciptakan
persilisihan. Oleh karenanya, sudah menjadi kewajiban dan sesuai dengan
kode etik jurnalistik, media tanpa basa-basi harus menyingkap hal ini
kepada opini umum.
Kewajiban agama menuntut, lebih dari yang lain,
Khadimul Haramain untuk lebih perhatian dengan sidang KTT negara-negara
Arab. Terlebih lagi waktu dan tempatnya telah ditetapkan setahun yang
lalu. Namun, kali ini dengan dalih krisis Lebanon, mereka ingin ingkar
janji. Pemerintah yang menyatakan menghormati kesucian musim haji bagi
1,5 miliar kaum muslimin tidak layak untuk melakukan langkah-langkah
politik, media dan agama semacam ini.
Strategi Arab Saudi di tengah konflik Yaman.
(ABNS)
Sejak
dahulu strategi Arab Saudi terkait dengan negara Yaman adalah upaya
untuk menjaga agar stabilitas keamanan di Yaman tidak terwujudkan. Yaman
yang kuat dan stabil tidak diinginkan oleh Yaman. Ini dapat ditelusuri
dalam sejarah modern Yaman. Di samping itu, kebergantungan ekonomi Yaman
kepada ekonomi Arab Saudi sumbangan-sumbangan berkala dari Arab Saudi
kepada tokoh-tokoh politik, sosial dan kabilah-kabilah Yaman membuat
peran Arab Saudi di Yaman harus diperhitungkan.
Kehadiran
Arab Saudi di Yaman dapat dilihat pada partai Islah yang dipimpin oleh
Syaikh Abdullah al-Ahmar dan Syaikh Abdulmajid al-Zandani dan beberapa
tokoh Wahhabi/Salafi serta beberapa syaikh kabilah yang menerima
sumbangan seperti telah disinggung di atas. Kedutaan Amerika dan Arab
Saudi termasuk yang terbesar di San’a.
Pada
sepuluh tahun belakangan ini, Jenderal Ali Abdullah Saleh berusaha
untuk melemahkan posisi Syaikh Abdullah al-Ahmar agar pengaruh Arab
Saudi di Yaman agak berkurang. Untuk itu, antara tahun 1999 sampai 2003
Ali Abdullah Saleh berusaha memanfaatkan isu global perang menghadapi
teroris al-Qaedah ia memberikan kesempatan kepada orang-orang Syiah
Zaidiyah dan sekaligus memperbaiki hubungannya dengan Iran. Dengan itu
ia berharap peran Wahhabi/Salafi di Yaman dapat ditekan. Namun,
kekhawatiran terhadap orang-orang Syiah Zaidiyah mengambil alih
kekuasaan sebagaimana mereka pernah berkuasa 45 tahun lalu. Kekhawatiran
ini membuat munculnya perang dengan orang-orang Syiah pada tahun 2004.
Sekarang setelah tiga tahun berperang akhirnya masih belum dapat
ditebak.
Sejak
tiga tahun ini, Wahhabi/|Salafi memanfaatkan situasi yang ada dan
memperbaiki kembali jaringannya yang porak-poranda sebelumnya. Di
samping itu, kebencian mereka terhadap orang-orang Syiah membuat mereka
mengirimkan pasukannya ke Sa’da. Jelas, Arab Saudi tidak akan rela
orang-orang Syiah yang minoritas bakal menjadi kelompok yang berpengaruh
di Yaman.
Dalam
perang Sa’da, Arab Saudi dengan baik memainkan perannya sebagai pihak
yang tidak memihak. Namun, kenyataannya dalam konflik bersenjata di
daerah Razih Arab Saudi memberi izin tentara Yaman melewati
teritorialnya untuk memerangi pengikut al-Hautsi. Berita yang ekspos
oleh al-Majalis menyebutkan tentara Arab Saudi telah dikirim ke daerah
Najran dengan niat mendukung pasukan Yaman ikut memerangi pengikut
al-Hautsi. Tentunya, kebenaran berita ini belum dapat dibuktikan, namun
kejadian terakhir di Sa’da sangat penting bagi Arab Saudi. Berita dari
al-Majalis menambahkan sebuah tank Arab Saudi yang berada di Najran
menembak sebuah mobil yang menyebabkan tewasnya pengemudi mobil itu.
Dalam
kondisi bagaimanapun, bila Arab Saudi memerangi orang-orang Syiah
Yaman, maka perang Sa’da akan meluas ke dalam negeri Arab Saudi sendiri.
Karena selain tiga propinsi Najran, Jizan dan Asir yang terletak di
Selatan Arab Saudi, 60 tahun lalu masuk wilayah Yaman, mayoritas
penduduknya bermazhab Syiah Zaidiyah. Orang-orang Syiah Islamiliyah
Najran juga merupakan kabilah yang kuat dan bersenjata. Berdasarkan
persamaan sejarah, geografi dan mazhab dengan Syiah Zaidiyah yang berada
di Sa’da, kemungkinan mereka membantu saudara-saudaranya sangat besar
dan tanpa dapat dihalang-halangi mereka akan masuk ke medan pertempuran.
Ditambah lagi dengan orang-orang Syiah Itsna ‘Asyariyah yang berada di
kawasan Timur Arab Saudi yang sudah jelas akan mendukung pengikut
al-Hautsi.
Oleh
karenanya, sangat jauh bila dibayangkan Arab Saudi akan melakukan
blunder politik dengan ikut menyerang secara terbuka pengikut al-Hautsi.
Tentunya Arab Saudi akan lebih memperketat perbatasannya agar jangan
sampai pengikut al-Hautsi memasuki tanah mereka.
Berita-berita
yang masuk menunjukkan bahwa bagaimana Arab Saudi terpaksa menerima
pengikut al-Hautsi yang terluka untuk diobati di rumah-rumah sakit
mereka yang berdekatan dengan perbatasan. Yayasan-yayasan sosial yang
dibangun dari sumbangan orang-orang Bahrain menampung pengungsi Yaman
setelah mendapat izin dari orang-orang Syiah Ismailiyah Najran. Apa yang
terjadi ini membuat pemerintah Yaman marah besar. Berita terakhir
menyebutkan bahwa tentara Yaman mencegah bantuan dari rombongan Arab
Saudi kepada para pengungsi Sa’da.
Beberapa
Minggu lalu sekitar 50 ribu pengungsi di kamp pengungsi Sa’da
menandatangani surat panjang yang berisikan permintaan kepada Raja
Abdullah untuk mengirimkan bantuan berupa obat-obatan, makanan dan
selimut kepada anak-anak, wanita dan orang tua. Bantuan makanan dari PBB
dengan menganggarkan dana 443 ribu dolar untuk makanan dan apa yang
dibutuhkan oleh para pengungsi Sa’da. Tentunya, bila tentara Yaman
memberikan izin mereka melakukan tugasnya.
Dukungan Muqtada Shadr atas Syiah Yaman.
Perubahan penting yang terjadi dalam tiga hari terakhir krisis Yaman dapat diurut dalam beberapa poin di bawah ini:
1.
Setelah tuduhan berulang-ulang dari pihak Yaman terkait dengan campur
tangan Iran dalam masalah krisis Sa’da, Jubir Kementrian Luar Negeri
Iran mengeluarkan pernyataan sambil menunjukkan keterkejutannya dengan
sikap Yaman selama ini. Huseini menyebutkan, Berulang-ulang kali Iran
menyatakan bahwa apa yang terjadi di Sa’da murni urusan dalam negeri
Yaman. Apa yang dikatakan oleh beberapa pejabat Yaman dan terakhir
ucapan dari Menteri Dalam Negeri Yaman tidak sesuai dengan realita.
Huseini
sangat berharap pejabat Yaman dapat menyelesaikan krisis yang terjadi
di negaranya dengan cara-cara damai dan tidak perlu mengadu domba dan
menuduh negara lain. Jubir Kementrian Luar Negeri Iran menyebutkan bahwa
Iran senantiasa sahabat Yaman dari dulu hingga sekarang. Ia
menambahkan, hubungan baik ini akan dapat tetap terjaga dengan tidak
mudah menuduh negara lain.
2.
Pernyataan Muqtada Shadr dalam salat Jumat di Kufah disorot secara
negatif oleh kelompok-kelompok politik yang berafiliasi ke pemerintah
Yaman. Ketidaksenangan mereka karena pernyataan dukungan Muqtada Shadr
terhadap Syiah Yaman dan jawaban langsung Iran terhadap pernyataan
Menteri Dalam Negeri Yaman. Muqtada Shadr meminta kepada PBB, Persatuan
Arab dan dunia internasional agar turut campur dalam krisis Yaman.
Perwakilan Muqtada Shadr di Beirut dalam wawancaranya dengan Aljazeera
menyebutkan dukungan pasukan al-Mahdi terhadap pendukung al-Hautsi.
3.
Perjalanan Syaikh Abdullah al-Ahmar pemimpin kabilah terbesar di Yaman
ke Arab Saudi guna pengobatan dilakukan tanpa pemberitaan media. Syaikh
al-Ahmar setelah tiga tahun berdiam diri setelah mendapat dukungan dari
kabilah-kabilah yang ada akhirnya bersedia membantu pasukan pemerintah.
Pamor politiknya kemudian menurun dengan sikapnya ini. Karena kebanyakan
kabilah di Sa’da tidak mau mencampuri urusan krisis Sa’da. Di samping
itu, bantuan Syaikh al-Ahmar kepada pasukan pemerintah sampai saat ini
tidak mengubah apapun. Itulah mengapa masa depan politik Syaikh al-Ahmar
dan anak-anaknya menjadi tidak menentu.
4.Di
medan pertempuran, peperangan sengit tetap berlanjut. Pasukan elit
Yaman menggantikan pasukan sebelumnya di bukit Razih. Pada hari Jumat
kemarin di gunung Syawabah di kawasan Razih, puluhan anggota pasukan
elit ini yang tewas dan luka-luka. Sementara itu puluhan lainnya
luka-luka dan tewas dalam pertempuran di kawasan Alu al-Shaifi dan
Ketaf.
Tentara Yaman menyuap wartawan asing.
Tiga
jaringan informasi satelit terkenal (salah satunya berafiliasi ke salah
satu negara Teluk Persia) yang menurunkan wartawan di Yaman memulai
penyidikan terhadap para wartawannya setelah ada berita bahwa mereka
disuap untuk mengirimkan berita ke pusat oleh pemerintah dan militer
Yaman.
Dikabarkan, semenjak perang dimulai hingga sekarang, sekitar 4
bulan, setiap harinya mereka mendapat bayaran 250 dolar dari pihak
militer Yaman. Mereka cukup memberitakan ke kantor pusatnya
laporan-laporan yang sesuai dengan kebijakan pemerintah Yaman. Perang
dan korban yang jatuh harus diberitakan sedemikian rupa sehingga
kredibilitas militer Yaman tetap dapat dipertahankan. Selama 4 bulan
peperangan berjalan antara pasukan pemerintah dan pengikut al-Hautsi
kebanyakan pemirsa tiga media ini merasa heran karena tidak mengabarkan
yang sebenarnya terjadi dalam perang Sa’da.
Pada
hari Senin tanggal 28 Mei, Yahya Badruddin al-Hautsi menulis surat
kepada Muqtada Shadr sebagai ucapan terima kasihnya atas dukungan
terbuka Muqtada Shadr terhadap gerakan Syiah di Sa’da. Ia juga meminta
kepada ulama sedunia mengutarakan dukungannya dan mengutuk pembantaian
rakyat tidak berdosa yang dilakukan oleh tentara Yaman. Dalam surat itu
ia membuka kedok pemerintah bahwa sebelumnya, pemerintah Yaman meminta
dari orang-orang Syiah Sa’da agar mengirimkan pemuda-pemuda Yaman ke
Irak dan berperang dengan Amerika sebagai sikap penentangannya terhadap
Amerika. Ia meminta kepada para pemuda Yaman yang dikirim ke Irak agar
tidak tertipu dengan bualan pemerintah. Ia meminta agar mereka tidak
melakukan aksi-aksi bom bunuh diri. Dengan tindakan kriminal hendaknya
mereka tidak menghancurkan kehidupan rakyat Irak. Mereka hendaknya tidak
menjadi alat dari kekuatan-kekuatan yang hanya memikirkan posisinya.
Presiden
Yaman Ali Abdullah Saleh dalam wawancaranya dengan media Assyarq milik
Qatar yang dimuat dalam situs 26 September yang berafiliasi ke
Kementrian Pertahanan Yaman, ia berkata, para pengacau berada di sebuah
kawasan yang luasnya tidak lebih dari 2 kilo meter persegi. Pasukan
pemerintah telah mengepung mereka di kawasan itu. Sampai saat ini
pasukan pemerintah belum turun tangan menyerang dan menghancurkan mereka
karena tidak ingin terjadi pertumpahan darah baik dari masyarakat sipil
dan tentara. Mungkin dengan cara ini mereka mau menyerahkan diri.
Pernyataan
presiden Yaman ini disampaikan dalam kondisi di mana konflik bersenjata
masih terus berlangsung di daerah Ketaf di Timur propinsi Sa’da sampai
ke Razih yang terletak di Barat Sa’da.
Pemerintah Yaman mengancam wartawan asing.
Situs
Aleshteraki menurunkan laporan, Ahmad al-Syalafi salah seorang wartawan
Aljazeera sekaligus warga Yaman asli di Sa’na dalam wawancaranya
berkata, tidak diliputnya perang Sa’da oleh wartawan-wartawan televisi
negara-negara Arab dikarenakan ancaman dari pemerintah semenjak
dimulainya krisis Sa’da dan bukan dikarenakan upaya penyuapan dari pihak
Yaman.
Ia
menambahkan, masalahnya bukan uang. Saya ingin menjelaskan masalah
secara terbuka, sejak awal perang pemerintah Yaman mengancam kami bahwa
keselamatan kami dalam bahaya. Tolong tuliskan, “Para pejabat Yaman
sejak dimulainya perang secara terpisah bertemu dengan satu-satu
wartawan baik dari televisi maupun media dari negara-negara Arab. Dalam
pertemuan terpisah itu pemerintah Yaman disampaikan kepada kami bahwa
keselamatan kalian dalam bahaya dan dalam hal ini kami tidak bertanggung
jawab”.
Ahmad
al-Syalafi melanjutkan, Mereka menyampaikan kepada saya bahwa al-Hautsi
mencari saya untuk dibunuh. Setelah itu, tentara Yaman juga mengancam
saya untuk dibunuh. Ini cukup untuk dimengerti oleh kami yang berprofesi
sebagai wartawan apa maksud dari pernyataan mereka itu”.
Ketika
ia ditanya, mengapa Anda tidak memberitakan yang sebenarnya bahwa
pemerintah Yaman mengancam keselamatan Anda? Ia menjawab, Kami telah
mengabarkan ancaman dari pemerintah Yaman ini kepada kantor pusat
Aljazeera. Jawabannya yang kami dapat adalah “Keselamatan kalian lebih
penting buat kami, ketimbang meliput berita”.
Sangat
disayangkan al-Syalafi tidak menjawab mengapa DVD yang memuat berita
perang Sa’da yang telah dikirimkan ke kantor pusat Aljazeera sampai saat
ini tidak ditayangkan. Padahal sebagai perbandingan bagaimana Aljazeera
menayangkan ucapan Al-Zhawahiri, Al-Qaeda, pengadilan Islam Somalia,
Fath al-Islam di Nahr al-Barid. Para analis politik yakin tidak
diliputnya perang Sa’da oleh televisi Aljazeera terkait erat dengan
kebijakannya atas gerakan politik di dunia Islam dan Arab.
Penjelasan
al-Syalafi bahwa para wartawan diancam keselamatannya tidak
bertentangan dengan berita yang diturunkan oleh situs Aleshteraki
mengenai penerimaan uang suap oleh sebagian wartawan. Itu dikarenakan
selama ini pemerintah Yaman senantiasa melakukan apa saja untuk mencapai
tujuan-tujuannya. Sangat mungkin sebagian diancam dan sebagian lainnya
disuap. Mereka yang dapat didiamkan dengan ancaman, maka cara itu yang
dipakai, sementara mereka yang dapat didiamkan dengan suap, maka itulah
yang dipakai. Tujuannya agar kezaliman dan pembantaian mereka terhadap
orang-orang Syiah di Sa’da tidak terekspos dan dunia internasional diam
tidak mengambil sikap. Akan tetapi mereka lupa Allah berfirman, “Mereka
berbuat makar dan Allah juga melakukan makar. Dan Allah adalah
sebaik-baik pelaku makar”.
Media pro pemerintah boleh meliput di Sa’dah.
Hari
Minggu tanggal 24 Juni 2007 lalu, dengan rencana yang matang pemerintah
Yaman memperbolehkan sekitar 100 wartawan dalam dan luar negeri untuk
melihat propinsi yang telah hancur akibat perang.
Para
wartawan ini dibawa ke sana dalam paket wisata yang di koordinasi oleh
Kementrian Pertahanan dan Kementrian Dalam Negeri Yaman yang dituntun
oleh komandan pasukan elit Yaman. Dalam aksinya ini, para wartawan
dibawa melihat daerah-daerah seperti Syida’, al-Malahith, al-Zhahir dan
Razih. Semua tahu bila kamera para wartawan diajak untuk meliputi
daerah-daerah seperti Alu al-Shaifi, Bani Ma’adz, Dhahyan dan al-Thalh
dunia akan tahu seberapa jauh tentara Yaman melakukan tindakan kejahatan
yang tidak berperikemanusiaan.
Muhammad
al-Alwani pimred situs al-Shahwah mengkritik kebijakan pemerintah
terkait dengan masalah pemberitaan konflik Yaman dalam lima bulan perang
yang terjadi di propinsi Yaman. Menurutnya: Setelah perang usai dan
terjadi kesepakatan gencatan senjata, jalur menuju Sa’dah seharusnya
dibuka bagi para wartawan. Dengan ini, sebagian dari kenyataan
sebenarnya yang terjadi dalam perang ini dapat diungkapkan kepada
masyarakat Yaman dan dunia. Sayangnya, pemerintah hanya memanggil
wartawan-wartawan yang dekat dan pro terhadap pemerintah Yaman. Ini
membuat berita sebenarnya yang terjadi di Yaman tidak dapat diberitakan
sebagaimana apa adanya. Bahkan tidak sedikit media-media yang
memberitakan sedikit dari kejadian perang langsung mendapat teguran
keras dari pemerintah.
Ia
menambahkan: Media independen dan yang kontra dengan pemerintah tidak
diikutsertakan dalam perjalanan menuju Sa’dah agar kenyataan yang
sebenarnya terjadi di Sa’dah tidak dapat disebarkan ke San’a dan dunia.
Dalam paket wisata ini beberapa wartawan dari media cetak seperti
al-Shahwah dan al-Tsauri serta beberapa situs seperti situs al-Shahwah,
al-Wahdawi, Aleshteraki, Bila Quyud dan al-Syura.
Sejak
lima bulan lalu ketika perang dimulai, pemerintah melarang wartawan
untuk pergi ke Sa’dah. Pemerintah dengan media-media yang pro
terhadapnya memberitakan informasi yang membohongi rakyat Yaman. Mereka
menyebarkan berita perang yang terjadi sesuai dengan yang mereka
inginkan. Namun, dibalik itu semua ada beberapa media independen
berusaha untuk tetap obyektif melaporkan apa sebenarnya yang terjadi di
perang Yaman.
Sebagai
sebuah perbandingan, Aljazeera dan Alarabiya yang biasanya memberitakan
hal-hal sederhana dan kecil yang terjadi di kawasan Timur Tengah,
mereka tidak memberitakan apa sebenarnya yang terjadi di Yaman. Dalam
berita-berita sebelumnya disebutkan bagaimana ada ancaman-ancaman dari
pihak pemerintah bagi keselamatan mereka yang ingin meliput perang di
Sa’dah atau mendapat uang suap dari pemerintah agar tidak memberitakan
apa sebenarnya yang terjadi di Sa’dah.
Iran
sendiri tidak memberitakan secara proporsional apa yang terjadi di
Sa’dah untuk menghindari tuduhan pemerintah Yaman. Padahal, pemerintah
Yaman hanya melakukan protes kepada Iran terkait dengan siaran televisi
Alalam dan radio Arab Chanel 2 yang berbahasa Arab dan tidak yang
berbahasa Persia. Itulah mengapa tidak banyak media; baik cetak maupun
elektronik yang memberitakan perang di Sa’dah.
Di
Iran, hanya radio Quran dan radio Maaref yang memberitakan beberapa
kejadian di Yaman. Namun, yang patut dipuji adalah sikap yang
ditunjukkan oleh beberapa situs seperti FARS, Shianews, Rajanews dan
Edalatkhaneh memberitakan kejadian perang di Sa’dah dengan lebih baik.
Yang patut disesalkan, kantor berita Iran IRNA malah memberitakan bahwa
pasukan dan pengikut al-Hautsi sebagai pelaku keonaran di Yaman. Mereka
mendaur ulang diplomasi pemerintah Yaman. Bila kenyataannya demikian,
lebih baik IRNA sekalian melakukan sensor untuk tidak memberitakan
masalah Yaman.
Di
Indonesia sendiri hampir tidak ada media yang menginformasikan perang
di Sa’dah. Padahal, sebagian besar keturunan Arab Indonesia yang dikenal
sebagai sayyid memiliki hubungan kental dengan Yaman. Tapi tidak ada
berita yang secara independen memberitakan masalah ini. Bahkan tidak
pernah ada pernyataan-pernyataan sikap dari para keturunan Arab
Indonesia, setidak-tidaknya di awal-awal perang Sa’dah mereka menyatakan
ketidaksetujuannya.
Al-Hautsi menyambut gembira usulan gencatan senjata.
Kesiapan
tentara Yaman untuk menerima gencatan senjata disambut gembira oleh
Abdul Malik Badruddin al-Hautsi. Abdul Malik mensyaratkan bahwa ia akan
menerima hal itu bila tentara serius ingin melakukan gencatan senjata.
Bila keseriusan itu ditunjukkan, maka ia dan pengikutnya akan menahan
diri di setiap front yang ada. Pasukannya tidak akan menyerang tentara
pemerintah kecuali mereka akan melindungi dirinya dari serangan yang
mungkin dilancarkan.
Situs www.26sep.net
milik Kementrian Pertahanan Yaman pada hari Rabu kemarin mengumumkan
kesiapan angkatan bersenjata untuk melakukan gencatan senjata dengan
pasukan al-Hautsi di propinsi Sa’dah. Syarat yang diajukan adalah Abdul
Malik al-Hautsi harus mengumumkan tidak akan melakukan kekacauan.
Pada
sore hari Kamis, ada pertemuan penting di gedung kepresidenan yang
dihadiri oleh Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri dan para komandan
perang. Dalam pertemuan ini dibicarakan perkembangan terakhir perang
dan hasil-hasilnya.
Menurut
sumber-sumber berita yang berafiliasi ke pemerintah, angkatan
bersenjata Yaman menginginkan segera dilakukan gencatan senjata dengan
syarat Abdul Malik tidak lagi melakukan perusakan dan menaati
undang-undang negara Yaman. Pengikut al-Hautsi hendaknya meletakkan
senjata, turun gunung dan meninggalkan tempat-tempat persembunyiannya.
Mereka harus kembali ke tempat asalnya untuk memulai kehidupannya
seperti anggota masyarakat yang lain.
Pemerintah
berjanji untuk membangun kembali daerah-daerah yang rusak akibat perang
dan berusaha untuk mengubah image yang buruk akibat perang selama ini.
Sebelumnya, pemerintah telah meminta kepada pengikut al-Hautsi agar
menyerahkan diri, namun pada kali ini, syarat itu ditiadakan.
Para
analis melihat bila pihak-pihak yang menginginkan terjadi perang
saudara tetap berkobar tidak melakukan aksi-aksi, maka gencatan senjata
itu dapat terjadi secepatnya. Begitu juga keseriusan pihak pemerintah
sangat berpengaruh dalam hal ini.
Berita bohong: Pengikut al-Hautsi pecah.
Berita bohong: Pengikut al-Hautsi pecah
Lebih
dari sepuluh hari dari persetujuan gencatan senjata di Yaman antara
pengikut al-Hautsi dan pasukan Yaman di propinsi Sa’dah, namun masih
terdengar bentrokan bersenjata antara pasukan al-Hautsi dengan
preman-preman kabilah pro pemerintah di daerah-daerah seperti Qathabir,
Manbah dan Heidan. Bentrokan bersenjata ini dapat menjadi ancaman bagi
berlangsungnya gencatan senjata.
Qatar
sebagai negara ketiga yang berhasil membawa kedua belah pihak
menandatangani perjanjian gencatan senjata tengah berusaha untuk
menjalankan pasal-pasal yang ada. Namun, sampai saat ini mereka belum
dapat menemui para komandan pengikut al-Hautsi. Sampai saat ini
sambungan telepon baik rumah maupun seluler masih terputus di propinsi
Sa’dah membuat sebagian besar dari para pemimpin kabilah dan tokoh-tokoh
di Sa’dah belum mau bekerja sama dengan pihak Qatar.
Terlebih-lebih
lagi mereka sebagai yang paling menderita kerugian akibat perang tidak
diperhatikan.
Anggota
pelaksana yang terdiri dari pihak Qatar memiliki perbedaan sangat
mendasar dengan para tokoh yang dekat dengan al-Hautsi dalam hal
pelaksanaan poin-poin hasil perundingan gencatan senjata. Mereka sebagai
pihak penengah tidak memandang penting penghentian perang dan
mencarikan solusi bagi permasalahan yang ada di propinsi Sa’dah. Bagi
mereka perdamaian harus terlaksana dalam waktu singkat dan ini tidak
mungkin.
Sekaitan
dengan masalah ini media yang dekat dengan Abdul Malik al-Hautsi
menukil: Para komandan pasukan pengikut al-Hautsi begitu menekankan
masalah perdamaian. Untuk itu mereka akan berusaha untuk menerima segala
masalah sekalipun lebih berat dari perang dan penahanan dari pihak
pemerintah selama beberapa tahun ini. Sumber ini menolak asumsi yang
selama ini beredar bahwa pengikut al-Hautsi punya usulan baru. Pengikut
al-Hautsi hanya punya satu kata dan tidak terpecah dalam
kelompok-kelompok kecil. Sekali lagi, pengikut al-Hautsi menekankan
untuk menjalankan poin-poin yang telah disepakati.
Dua
hari lalu, situs Alarabiya yang berafiliasi ke Arab Saudi mengumumkan:
Sebuah kelompok dari para pejuang Syiah memisahkan diri dari kelompok
pendukung al-Hautsi. Dikabarkan mereka tidak menerima hasil-hasil
perundingan antara Abdul Malik al-Hautsi dan pemerintah. Kelompok ini
mengklaim bahwa ketika disusunnya poin-poin perundingan gencatan senjata
mereka tidak diikutsertakan.
Beberapa
nama komandan kelompok ini disebutkan Daghsan Ahad Daghsan, Malafi
al-Shaifi dan Abu Yusuf al-Shaifi. Namun, dengan laporan dari media yang
dekat dengan al-Hautsi berita ini tidak lebih dari sebuah kebohongan.
Pada masa-masa seperti ini, banyak kepentingan yang menginginkan
pengikut al-Hautsi terpecah dan menjadi lemah. Karena kelemahan pengikut
al-Hautsi akan menguntungkan pemerintah Yaman dan Arab Saudi.
Pemerintah Yaman melanggar kesepakatan gencatan senjata.
Minggu
kemarin, setelah presiden Yaman Ali Abdul Saleh mengumumkan gencatan
senjata untuk memperingati persatuan Yaman Selatan dan Utara di kota Eb,
beberapa jam setelahnya pasukan Yaman dengan mengerahkan pasukan besar
menggempur posisi-posisi pengikut al-Hautsi di Dhahyan dan Alu
al-Shaifi. Gencatan senjata Minggu kemarin hanya berlaku dari jam 8
malam sampai jam 10 malam hari selasa.
Pada
pagi hari Rabu, sekitar seribu pasukan pemerintah Yaman yang dibantu
oleh tank-tank dan angkatan udara menyerbu secara hebat kota Dhahyan.
Berdasarkan berita yang sampai, pasukan pemerintah mendapat perlawanan
gigih dari pengikut al-Hautsi yang membuat pasukan pemerintah mengalami
kerugian dan memakan banyak korban. Hal itu membuta pasukan pemerintah
menarik mundur pasukannya.
Selama
dua hari pertempuran, ini adalah kesekian kalinya pasukan pemerintah
menyerang kota Dhahyan dengan hebatnya dan menghadapi perlawanan gigih
dari pengikut al-Hautsi. Dalam perang ini, pengikut al-Hautsi berhasil
menghancurkan lima tank pasukan Yaman.
Ada
analisa yang menyebutkan bahwa presiden Yaman tidak punya kekuatan
untuk menguasai dan mengontrol pengikut al-Hautsi. Itulah mengapa ia
mengajak untuk melakukan gencatan senjata. Pelanggaran pasukan Yaman
atas gencatan senjata yang telah disepakati, sangat mungkin muncul dari
perselisihan para komandan pasukan Yaman.
Setelah
presiden Ali Abdul Saleh mengumumkan gencatan senjata, Yahya Badruddin
al-Hautsi menyetujui usulan tersebut karena menghormati peristiwa
persatuan Yaman. Yahya al-Hautsi meminta agar gencatan senjata ini
diaplikasikan di semua medan pertempuran. Salah satu usulannya adalah
penarikan mundur pasukan pemerintah dari desa-desa dan ladang-ladang
penduduk sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam proses gencatan
senjata. Ia juga meminta agar Ali Abdul Saleh tidak mengizinkan
perjalanan komite ulama ke Sa’da, karena dapat menyulut api peperangan.
Komite ulama ini harus terdiri dari tokoh-tokoh yang disepakati oleh
kedua belah pihak.
(ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email