Pesan Rahbar

Home » » Dinasti Raja Arab Saudi Pendukung Yahudi Sebenarnya

Dinasti Raja Arab Saudi Pendukung Yahudi Sebenarnya

Written By Unknown on Thursday 7 August 2014 | 04:08:00


Isu Ghazzah masih belum selesai sepenuhnya. Mereka diserang kembali, namun sayang media tidak berminat melaporkannya lagi dengan hebat seperti bulan Jan lalu. Dari sudut lain, umat Islam masih menyimpan amarah dan dendam kepada pemerintah-pemerintah Negara Arab khasnya Mesir yang sangat kejam membantu Israel melumpuhkan Ghazzah dan membantai Hamas. Persis Firaun! Tidak kurang yang menghantam pemerintah Saudi yang 'hangat-hangat tahi ayam' mengkritik Israel. Sering kali mereka terlihat bungkam dalam memberikan pernyataan keras pada Israel ketika Palestina dibantai. Soalnya, mengapa pemerintah Saudi bersikap sedemikian? Baiklah, silakan dibaca artikel dibawah.

Diringkas dari: Risalah Mujahidin, Indonesia, edisi 26 Jan-Feb 2009
Penulis buku berjudul 'Ali Saud min aina wa ila aina' (Ali Saud dari mana dan ke mana) yaitu Muhammad Shakher menggemparkan dunia ketika mengungkapkan fakta terkait siapa sebenarnya Dinasti Saud sehingga setiap kali terjadi konflik antara Palestina - Israel, pasti mereka diam dan bungkam. Muhammad Shakher akhirnya dibunuh oleh Rezim Saudi karena penemuannya yang menggemparkan itu. Benarkah Dinasti Saud berasal dari keturunan Anza bin Wael, keturunan Yahudi militant?

Informasi yang diungkapkan sangat mencekam sekaligus mencengangkan. Sulit untuk dipercaya, sebuah dinasti yang bernaung dibawah pemerintah Islam Saudi bisa melakukan kebiadaban iblis dengan melakukan pembakaran masjid sekaligus membunuh jamaah shalat yang berada didalamnya. Jika isi buku yang terbit pada 03 Rabi'ul Awal 1401 H (1981 M) ini 'terpaksa' terpercaya karena faktanya yang jelas, maka kejahatan Kerajaan Arab Saudi terhadap kabilah Arab dahulu, sama seperti kebuasan Zionis Israel membantai rakyat Muslim di Jalur Ghazzah.

Lebih mencurigakan lagi, sikap kelompok Salafiyyun di Indonesia yang menolak dari mengutuk Israel. Lidah mereka lebih fasih mengutuk tertuduh bom Bali: Imam Samudera, Amrozi dan Al-Ghufron dari mengutuk Ariel Sahron, Ehud Olmert, Meir Dagan, Tzipi Livni dan tokoh Zionis lainnya. Alasannya, mengikuti doktrin Dinasti Saud bahwa Israel anak keturunan Nabi Ya'akub. Seorang Salafi di Mataram yang tidak ingin membela Palestina dan menolak mengutuk Israel menyebut, "Bangsa Israel tidak bisa dimusuhi karena mereka keturunan Nabi Ya'akub as".

Mendeteksi Asal Dinasti Saudi
Hasil dari pengungkapan sebanyak 43 halaman buku tersebut ditambah dengan banyak referensi lainnya, disebutkan bahwa Dinasti Saudi dimulai sejak abad ke-12 Hijriah atau abad ke-18 Masehi. Ketika itu di tengah kota Jazirah Arab, tepatnya di wilayah Najd yang secara sejarahnya sangat terkenal, lahirnya Nagara Saudi yang pertama didirikan oleh Imam Muhammad bin Saud di Ad-Dir'iyah yang terletak di sebelah barat laut Kota Riyadh pada tahun 1175 H / 1744 M dan meliputi hampir sebagian besar wilayah Jaizrah Arab.

Negara ini mengaku memikul tanggung jawab dakwah menuju kemurniaan Tauhid kepada Allah, mencegah pebuatan bid'ah dan khurafat, kembali kepada ajaran para Salafus Soleh dan mematuhi kebijakan Islam yang lurus. Tingkat awal Negara Saudi Arabia ini berakhir pada tahun 1233 H / 1818 M. Tahap kedua dimulai ketika Imam Faisal bin Turki mendirikan Negara Saudi kedua pada tahun 1240 H / 1824 M. Tahap ini berlangsung sampai tahun 1309 H / 1891 M. Pada tahun 1319 H / 1902 M, Raja Abdul Aziz ingin mengembalikan kejayaan kerajaan para pendahulunya, ketika dia merebut kembali kota Riyadh yang merupakan ibu kota bersejarah kerajaan ini.

Semenjak itulah Raja Abdul Aziz mulai bekerja dan membangun serta mewujudkan kesatuan sebuah wilayah terbesar dalam sejarah Arab modern, yaitu berhasil mengembalikan suasana keamanan dan ketenteraman ke bagian terbesar wilayah Jazirah Arab, serta menyatukan seluruh kawasan yang luas kedalam sebuah Negara modern yang kuat yang dikenal dengan nama Pemerintah Saudi Arabia. Penyatuan dengan nama ini yang dideklarasikan pada tahun 1351 H / 1932 M merupakan dimulainya fase baru sejarah Arab modern.

Raja Abdul Aziz As-Saud pada saat itu menegaskan kembali komitmen para pendahulunya, raja-raja Dinasti Saud untuk selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip Syariah Islam, menebar kemanan dan ketertiban keseluruh penjuru negeri Pemerintah yang sangat luas, mengamankan perjalanan haji ke Baitullah, memberikan memperhatikan ilmu dan para ulama 'dan membangun hubungan luar negeri untuk mewujudkan tujuan-tujuan solidarity Islam dan memperkuat tali persaudaraan diantara seluruh bangsa Arab dan kaum Muslimin serta sikap saling memahami dan menghormati dengan seluruh masyarakat dunia. Di atas prinsip inilah, para putra beliau sesudahnya mengikuti jejak langkahnya dalam memimpin Kerajaan Arab Saudi. Mereka adalah Raja Saud, Raja Faisal, Raja Khalid, Raja Fahd dan server II Kota Suci, Raja Abdullah bin Abdul Aziz.

Dinasti Saud Keturunan Yahudi
Namun, dimasa yang jauh sebelumnya, di Najd tahun 851 H. Sekelompok pria dari Bani Al-Masalikh yaitu keturunan dari Kaum Anza, yang membentuk sebuah kelompok dagang yang bergerak dibidang bisnis gandum dan jagung dan bahan makanan lain dari Iraq dan membawanya kembali ke Najd, Direktor perdagangan ini bernama Sahmi bin Hathlul. Kelompok dagang ini melakukan kegiatan bisnis mereka sampai ke Basra, disana mereka bertemu dengan seorang pedagang gandum Yahudi bernama Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe.

Ketika sedang terjadi proses tawar menawar, si Yahudi itu bertanya kepada kafilah dagang itu, "dari mana Anda berasal?" Mereka menjawab, "dari kaum Anza, kami adalah keluarga Bani Al-Masalikh". Setelah mendengar itu, orang Yahudi itu menjadi gembira dan mengaku bahwa dirinya juga berasal dari kaum keluarga yang sama tetapi terpaksa tinggal di Basrah, Irak karena perseteruan keluarga antara ayahnya dan anggota keluarga kaum Anza.

Setelah itu Mordakhai kemudian menyuruh budaknya untuk menaikkan karung-karung berisi gandum, kurma dan makanan lain ke atas pundak unta-unta milik kabilah itu. Hal itu adalah sebuah ungkapan penghormatan bagi para saudagar Bani Al-Masalikh itu dan menunjukkan kegembiraannya karena berjumpa saudara tuanya di Irak. Bagi pedagang Yahudi itu, kafilah dagang merupakan sumber pendapatan dan hubungan bisnis. Mordakhai adalah saudagar kayaraya yang sejatinya adalah keturunan Yahudi yang bersembunyi dibalik wajah Arab dari kabilah Al-Masalikh.

Ketika rombongan itu hendak bertolak ke Najd, si Yahudi ini meminta diizinkan untuk bersama mereka karena sudah lama dia ingin pergi ke tanah asal mereka, Najd. Setelah mendengar permintaan pria Yahudi itu, kafilah dagang suku Anza ini pun senang dan menyambutnya dengan gembira. Pedagang Yahudi yang sedang bertaqiyyah (menyamar) itu tiba di Najd dengan pedati-pedatinya (kendaraan tunggangan).

Di Najd, dia mulai melancarkan aksi propaganda tentang sejatinya siapa dirinya melalui sahabat-sahabat, teman dagang dan teman-teman dari Bani Al-Masalikh yang baru dikenal. Setelah itu, disekitar Mordakhai berkumpullah para pendukung dan penduduk Najd. Tapi, tanpa disangka dia berhadapan dengan seorang ulama 'yang menentang doktrin dan pahamnya. Dialah Sheikh Salman Abdullah At-Taimi seorang ulama karismatik dari daerah Al-Qasem. Daerah-daerah yang menjadi lokasi dakwahnya sepanjang distrik Najd, Yaman dan Hijaz.

Karena suatu alasan tertentu, si Yahudi Mordakhai (yang menurunkan keluarga Saud itu), berpindah dari Al-Qasem ke Al-Ihsa. Disana dia merubah namanya dari Mordakhai ke Markhan bin Ibrahim Musa.Kemudian dia pindah dan menetap di sebuah tempat bernama Dlir'iya dekat AlQateef. Disana dia memaklumatkan propaganda dustanya bahwa perisai Nabi saw telah direbut sebagai barang rampasan oleh seorang kuat musyrikin pada waktu Perang Uhud antara Arab Musyrikin dan umat Islam. Katanya, "perisai itu telah dijual oleh Arab Musyrikin kepada kabilah kaum Yahudi bernama Bani Qainuqa 'yang menyimpannya sebagai harta karun".

Selanjutnya dia mengukuhkan lagi posisinya di kalangan Arab Badwi melalui cerita-cerita dusta yang menyatakan bagaiman kaum Yahudi di Tanah Arab sangat berpengaruh dan berhak mendapatkan penghormatan tinggi. Akhirnya, dia diberi suatu rumah untuk menetap di Dlir'iya dekat Al-Qatef. Dia berkeinginan mengembangkan daerah ini sebagai pusat Teluk Persia. Dia kemudian mendapatkan ide untuk menjadikannya sebagai situs atau batu loncatan guna mendirikan negara Yahudi di tanah Arab. Untuk memuluskan cita-citanya itu, dia mendekati kaum Arab Badui untuk memperkuat posisinya, kemudian secara perlahan dia memberitakan dirinya sebagai raja kepada mereka.

Kabilah Ajaman dan kabilah Bani Khaled yang merupakan penduduk asli Dlir'iya menjadi risau akan sepak terjang dan rencana busuk keturunan Yahudi itu. Mereka berencana menentang untuk berdebat dan bahkan ingin mengakhiri hidupnya. Mereka menangkap Yahudi itu dan menawannya, namun berhasil meloloskan diri.

Saudagar keturunan Yahudi ini mencari suaka di sebuah peternakan bernama Al-Malibed Ghusaiba yang dekat dengan Al-Arid (sekarang Riyadh). Disana dia meminta suaka kepada pemilik kebun tersebut untuk menyebunyikan diri dan melindunginya. Tuan kebun itu sangat simpati lalu memberikan tempat kepadanya untuk berlindung. Tetapi, tidak sampai sebulan tinggal dirumah pemilik kebun itu, kemudian Yahudi itu secara biadab membantai tuan kebun bersama keluarganya.

 Sungguh bengis, air susu dibalasa dengan tuba. Mordakhai memang pandai beralibi, dia katakan bahwa mereka semua telah dibunuh oleh pencuri yang menerobos masuk rumahnya. Dia juga berpura-pura bahwa dia telah membeli kebun tersebut dari tuan tanah sebelum terjadinya pembantaian itu. Setelah merampas tanah tersebut, dia menamakannya Al-Dlir'iya yaitu nama tempat dari mana dia diusir dan sudah ditinggalkannya.

Lalu, Mordakhai dengan cepat mendirikan sebuah markas dan tempat pertemuan bernama 'Madaffa' diatas tanah yang dirampasnya itu. Di markaz inilah beliau mengumpulkan para pahlawan dan kepala-kepala propaganda (kaum Munafiq) yang selanjutnya mereka jadi ujung tombak propaganda dustanya. Mereka mengatakan bahwa Mordakhai adalah Syekh kepada orang-orang keturunan Arab yang disegani. Dia menabuh gendang perang terhadap Sheikh Shaleh Salman At-Taimi, musuh tradisional. Akhirnya, Sheikh Salman tewas ditangan anak buah Mordakhai di Masjid Al-Zalafi.

Mordakhai berhasil dan puas hati dengan aksi-aksinya. Dia berhasil membuat Dlir'iya sebagai pusat kekuasaannya .Ditempat itulah dia mengamalkan poligami, mengawini puluhan gadis, melahirkan banyak anak yang kemudian diberi nama dengan nama-nama Arab. Walhasil, kaum kerabatnya semakin bertambah dan berhasil menghegemoni daerah Dlir'iya dibawah bendera Dinasti Saud.

 Mereka acapkali melakukan criminal, menggalang beragam konspirasi untuk menguasai semenanjung Arab. Mereka melakukan aksi perampasan dan perampokan tanah dan ladang penduduk setempat, membunuh setiap orang yang mencoba menentang rencana jahat mereka. Dengan beragam cara dan trik mereka melancarkan aksinya. Memberikan suap, memberikan pemikat-pemikat wanita dan gratifikasi uang kepada para pejabat berpengaruh dikawasan itu. Bahkan mereka 'menutup mulut dan membelenggu tangan' para sejarawan yang mencoba menyingkap sejarah hitam dan merunut asal garis keturunan mereka kepada kabilah Rabi'a, Anza dan Al-Masalikh.

Kelompok Wahabi
Seorang Munafiq bernama Muhammad Amin At-Tamimi (director / manager Perpustakaan Kontemporer Kerajaan Saudi) menyusun garis keturunan (Family Tree) untuk keluarga Yahudi ini (keluarga Saudi) dan menghubungkan keturunan mereka kepada Nabi Muhammad. Sebagai imbalannya, ia mendapat sebesar 35.000 pound Mesir dari Duta Besar Saudi Arabia di Kairo, Mesir pada tahun 1362 H / 1943 M. Nama duta besar ini adalah Ibrahim Al-Fadel.

Seperti disebutkan diatas, Yahudi nenek moyang Keluarga Saudi (Mordakhai) yang berpoligami dengan wanita-wanita Arab dan melahirkan banyak anak, saat ini pola poligami Mordakhai dilanjutkan oleh keturunannya dan mereka bertaut pada warisan pernikahan itu. Salah seorang anak Mordakhai bernama Al-Maqaran (Yahudi: Mack Ren) memiliki anak bernama Muhammad dan anak yang lainnya bernama Sa'ud inilah Dinasti Saudi saat ini berasal. Keturunan Saud (keluarga Saud) memulai melakukan kampanye pembunuhan pimpinan terkemuka suku-suku Arab dengan dalih mereka murtad, khianati Islam, meninggalkan ajaran Al-Qur'an dan keluarga Saud membantai mereka atas nama Islam. Rakyat yang mencoba bersuara memprotes kunjungan sang puteri yang jelas-jelas menghamburkan uang Negara ini akan ditembak mati dan dipenggal lehernya.

Didalam buku sejarah Keluarga Saud dihalaman 98-101, penulis pribadi sejarah keluarga Saud menyatakan bahwa Dinasti Saud menganggap semua penduduk Najd menghina Tuhan. Oleh karena itu, darah mereka halal, harta bendanya dirampas, wanita-wanitanya dijadikan selir, tidak seorang Muslim pun yang dianggap benar kecuali pengikut kelompok Muhammad bin Abdul Wahab (yang aslinya juga keturunan Yahudi Turki).

Doktrin Wahabi memberikan otoritas kepada keluarga Saud untuk menghancurkan desa dan penduduknya termasuk anak-anak dan memperkosa wanitanya, menusuk perut wanita hamil, memotong tangan anak-anak, kemudian membakarnya. Selanjutnya mereka diberikan kewenangan dengan ajarannya yang kejam (brutal Doctrin) untuk merampas semua harta kekayaan milik orang yang dianggapnya telah menyimpang dari ajaran agama karena tidak mengikuti ajaran Wahabi.

Keluarga Yahudi yang jahat dan mengerikan ini melakukan segala jenis kekejaman atas nama kelompok agama palsu mereka (kelompok Wahabi) yang sebenarnya diciptakan oleh seorang Yahudi untuk menabur benih-benih terorisme terror didalam hati penduduk di kota-kota dan desa-desa. Pada tahun 1163 H, Dinasti Yahudi ini mengganti nama semenanjung Arab dengan nama keluarga mereka menjadi Saudi Arabia, seolah-olah seluruh wilayah itu milik pribadi mereka dan penduduknya sebagai bujang atau budak merdeka, bekerja keras siang dan malam untuk senangan tuannya, yaitu keluarga Saudi.

Mereka dengan sepenuhnya menguasai kekayaan alam negeri itu seperti milik pribadinya. Bila ada rakyat biasa yang mengajukan perlawanan atas kekuasaan sewenang-wenang Dinasti Yahudi ini, dia akan dihukum pancung dilapangan terbuka. Seorang putri anggota keluarga kerajaan Saudi beserta rombongannya sekali kesempatan mengunjungi ke Florida, Amerika Serikat, dia menyewa 90 buah Suite Rooms di Grand Hotel dengan harga $ 1 juta semalamnya. Rakyat yang mencoba memprotes kunjungan sang puteri yang jelas menghamburkan uang Negara ini akan ditembak mati dan dipenggal kepalanya.

Fakta Menggemparkan. Sejumlah kesaksian yang meyakinkan bahwa, keluarga Saud merupakan keturunan Yahudi dapat dibuktikan dengan fakta-fakta berikut:
Pada tahun 1960-an, pemancar radio 'Sawtul Arab' di Kairo, Mesir dan pemancar radio di San'a, Yaman, membuktikan bahwa nenek moyang keluarga Saud adalah dari keturunan Yahudi. Bahkan Raja Faisal tidak dapat menyanggah pernyataan itu ketika memberitahu kepada 'The Washington Post' pada tanggal 17 September 1969 dengan menyatakan bahwa, "kami (keluarga Saud) adalah keluarga Yahudi. Kami sepenuhnya tidak setuju dengan setiap penguasa Arab atau Islam yang memperlihatkan permusuhan kepada Yahudi, sebaliknya kita harus tinggal bersama mereka dengan damai. Negeri kami, Saudi Arabia adalah merupakan sumber awal Yahudi dan nenek moyangnya, lalu menyebar keseluruh dunia ".

Pernyataan ini keluar dari lisan Raja Faisal As-Saud bin Abdul Aziz. Hafez Wahabi, penasehat Hukum Keluarga Kerajaan Saudi menyebutkan didalam bukunya yang berjudul 'Semenanjung Arabia' bahwa Raja Abdul Aziz yang mati tahun 1953 mengatakan: "pesan kami (pesan Saudi) dalam menghadapi oposisi (lawan) dari suku-suku Arab, kakekku, Saud Awal menceritakan saat menawan sejumlah Sheikh dari suku Mathir dan ketika kelompok lain dari suku yang sama datang untuk meminta membebaskan semua tawanannya. Saud Awal memberikan perintah kepada orang-orangnya untuk memenggal kepala semua tawanannya, kemudian memalukan mereka dan menurunkan nyali para penengah (orang yang ingin membuat negosiasi) dengan cara mengundang mereka ke jamuan makan. Makanan yang disediakan adalah daging manusia yang sudah dimasak, potongan kepala tawanan ditempatkan diatas piring ".

Para penengah menjadi terkejut dan menolak untuk makan daging saudara mereka sendiri. Karena mereka menolak untuk memakannya, Saud Awal memerintahkan memenggal kepala mereka juga. Itu kejahatan yang sangat mengerikan yang dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya sebagai raja kepada rakyat yang tidak berdosa karena kesalahan mereka menentang terhadap kebengisannya dan memerintah dengan sewenang-wenang.

Hafez Wahabi selanjutnya menyatakan bahwa, berkaitan dengan kisah berdarah nyata yang menimpa Sheikh suku Mathir dan sekelompok suku Mathir yang mengunjunginya dalam rangka meminta pembebasan pimpinan mereka yang menjadi tawanan Raja Abdul Aziz As-Saud, yaitu Faisal Ad-Darwis. Diceritakan kisah (pembunuhan Ad-Darwis) itu kepada utusan suku Mathir dengan maksud untuk mencegah mereka untuk tidak meminta pembebasan pimpinan mereka. Jika tidak, akan diperlakukan sama. Dia bunuh Sheikh Faisal Darwis dan darahnya dipakai untuk berwudlu sebelum dia shalat.

Kesalahan Faisal Darwis waktu itu hanya karena dia mengkritik Raja Abdul Aziz As-Saud. Ketika Raja menandatangani dokumen yang disiapkan pengusa Inggris pada tahun 1922 sebagai pernyataan memberikan Palestina kepada Yahudi. Tanda tangannya dibubuhkan dalam sebuah konferensi di Al-Qir tahun 1922.

Sistem regim keluarga Yahudi (keluarga Saud) dulu dan sekarang masih tetap sama. Tujuannya untuk merampas kekayaan Negara, merampok, memalsukan, melakukan semua jenis kekejaman, ketidak adilan, serangan dan penghinaan, yang kesemuanya itu dilakukan sesuai dengan ajaran kelompok Wahabi yang memungkinkan memenggal kepala orang yang menentang ajarannya.

Wallahua'lam bis sowab.

(ABNS) 
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: