Pesan Rahbar

Home » » Dusta Ulama Sunni (Ahlusunnah Wal Jama’ah) Tentang 12 Khalifah Rasulullah Yang WAJIB di Ikuti

Dusta Ulama Sunni (Ahlusunnah Wal Jama’ah) Tentang 12 Khalifah Rasulullah Yang WAJIB di Ikuti

Written By Unknown on Sunday, 17 August 2014 | 05:57:00

Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW berwasiat akan tiga hal saat menjelang wafatnya:
Pertama, keluarkan kaum musyrikin dari Jazirah Arab.
Kedua, berikan hadiah kepada delegasi seperti yang biasa kulakukan.
Kemudian si perawi berkata, “aku lupa isi wasiat yang ketiga.”[1]

Akankah akal sehat kita dapat menerima dan percaya bahwa para sahabat yang hadir dan mendengar tiga wasiat Nabi itu tiba-tiba lupa pada apa isi wasiat yang ketiga ?, apa hukumnya bagi orang pelupa dan menjadi Perawi ?

Politiklah yang memaksa mereka melupakan isi wasiat itu dan tidak menyebutnya. Hal ini merupakan rangkaian musibah lain yang kita saksikan dari para sahabat seperti itu. Tidak mungkin tidak bahwa isi wasiat yang “terlupa” itu adalah wasiat Nabi akan pelantikan Ali (AS) sebagai khalifah dan imam sepeninggal beliau SAWW. Namun si perawi enggan menyebutkannya.

Orang yang meneliti sejarah dan masalah-masalah seperti ini akan merasakan bahwaisi wasiat yang diabaikan itu sebenarnya adalah pesan Nabi akan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib AS, walau diupayakan dengan sistematik untuk disembunyikan.

Bukhari dalam kitab Shahihnya bab al-Washaya, dan Muslim dalam bab Al-Wasiyah meriwayatkan bahwa Nabi pernah berwasiat pada Ali di tengah kehadiran Aisyah[2].

Ingatlah ketika Ummul Mukminin Aisyah, tidak senang mendengar nama Ali disebut-sebut, seperti yang laporkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya[3], dan Bukhari dalam kitab Shahihnya Bab Nabi Sakit Dan Wafat; dan kita tahu bahwa Aisyah melakukan sujud syukur saat mendengar kematian Imam Ali KW,

Lalu harapan apa yang masih tersisa dari Ummul Mukminin ini untuk mau meriwayatkan hadis wasiat Nabi untuk Ali bin Abi Thalib? . Ummul MukmininAisyah ini sangat dikenal oleh kalangan khusus dan umum akan sikap permusuhan dan kebenciannya pada Imam Ali, putera-puteranya serta itrah Ahlu Bait Nabi SAWW.

Masih ada cara-cara kotor mereka yang kadang-kadang menakwilkan hadis-hadis shahih dan menafsirkannya dengan makna yang tidak tepat; atau mendustakan hadis-hadis yang tidak sejalan dengan mazhab mereka walau hadits itu tertulis dalam kitab-kitab shahih dan diriwayatkan dengan sanad-sanad yang bisa dipercaya. Mereka juga kadangkala menghapus setengah atau dua pertiga dari isi hadis lalu menggantinya dengan kalimat begini dan begitu; atau meragukan para perawi yang tsiqah lantaran ia meriwayatkan hadis-hadis yang tidak sejalan dengan kehendak mereka; atau mengutip suatu hadis pada edisi pertama dari buku terbitannya, kemudian menghapusnya pada cetak-ulang berikutnya tanpa memberi sedikitpun alasan betapapun para pemerhati mengetahui sebab musababnya.

Usaha mereka itu adalah dengan sengaja hendak mengaburkan kebenaran dan mencari pembenaran sebanyak-banyaknya mereka mampu melaksanakannya, tetapi akan selalu terbongkar.

Referensi:
1. Shahih Bukhori jil. 7 hal. 121; Shahih Muslim jil. 5 hal. 75.
2. Shahih Bukhori jil. 3 hal. 68; Shahih Muslim jil. 2 hal. 14.
3. Thabaqat Ibnu Saad Bag. 2 hal. 29.


Dusta Ulama Sunni Tentang 12 Khalifah Rasulullah Yang WAJIB di ikuti.

Khulafa`ur rasyidin bersambung dengan Hadis 12 khalifah dari Quraish dlm Sahih.

BAGIAN I

Hadis 12 Pemimpin

روى‌ جابر بن‌ سَمُرة‌ فقال‌: سمعت‌ُ النبيّ صلّي‌ الله عليه‌ [وآله‌] وسلّم‌ يقول‌: يكون‌ اثنا عشر أميراً. فقال‌ كلمة‌ً لم ‌أسمعها، فقال‌ أبي‌: أنّه‌ قال‌: كلّهم‌ من‌ قريش‌.

Jabir bin Samurah meriwayatkan, “Aku mendengar Nabi (saww) berkata” :”Kelak akan ada Dua Belas Pemimpin.” Ia lalu melanjutkan kalimatnya yang saya tidak mendengarnya secara jelas. Ayah saya mengatakan, bahwa Nabi menambahkan, ”Semuanya berasal dari suku Quraisy.”[Sahih Bukhari (inggris), Hadits: 9.329, Kitabul Ahkam; Sahih al-Bukhari (arab) , 4:165, Kitabul Ahkam].

BAGIAN II

Pendapat Para Ulama Sunni

Ibn Arabi:

…فعددنا بعد رسول‌ الله صلّي‌ الله عليه‌ [وآله‌] وسلّم‌ اثني‌ عشر أميرًا، فوجدنا أبابكر، عمر، عثمان‌، عليًّا، الحسن‌، معاوية‌، يزيد، معاوية‌ بن‌ يزيد، مروان‌، عبد الملك‌ بن‌ مروان‌، الوليد، سليمان‌، عمر بن‌ عبد العزيز، يزيد بن‌ عبدالملك ، ‌مروان‌ بن محمد بن مروان، السفّاح‌،… وبعده‌ سبعة‌ وعشرون‌ خليفة‌ بن‌ بني‌ العبّاس‌. وإذا عددنا منهم‌ اثني‌ عشر انتهي‌ العدد بالصّورة‌ إلي‌ سليمان‌ بن‌ عبد الملك‌. وإذا عددناهم‌ بالمعني‌ كان‌ معنا منهم‌ خمسة‌، الخلفاء الاربعة‌، وعمر بن‌ عبد العزيز.
ولم‌ أعلم‌ للحديث‌ معني‌. ابن‌ العربي‌ّ، «شرح‌ سنن‌ التّرمذي‌ّ» 9: 68 ـ 69

Kami telah menghitung pemimpin (Amir-Amir) sesudah Nabi (sawa) ada dua belas. Kami temukan nama-nama mereka itu sebagai berikut: Abubakar, Umar, Usman, Ali, Hasan, Muawiyah, Yazid, Muawiyah bin Yazid, Marwan, Abdul Malik bin Marwan, Yazid bin Abdul Malik, Marwan bin Muhammad bin Marwan, As-Saffah… Sesudah ini ada lagi 27 khalifah Bani Abbas.

Jika kita perhitungkan 12 dari mereka, kita hanya sampai pada Sulaiman. Jika kita ambil apa yang tersurat saja, kita cuma mendapatkan 5 orang di antara mereka dan kepadanya kita tambahkan 4 ‘Khalifah Rasyidin’, dan Umar bin Abdul Aziz….

Saya tidak paham arti hadis ini. [Ibn Arabi, Syarh Sunan Tirmidzi, 9:68-69].


Qadi Iyad Al-Yahsubi:

قال‌: إنّه‌ قد ولي‌ أكثر من‌ هذا العدد. وقال‌: وهذا اعتراض‌ باطل‌ لانّه‌ صلّى‌ الله عليه‌ [وآله‌] وسلّم‌ لم‌ يقل‌: لايلي‌ الاّ اثنا عشرخليفة‌؛ وإنّما قال‌: يلي‌. وقد ولي‌ هذا العدد، ولايضرّ كونه‌ وُجد بعدهم‌ غيرهم‌. النووي‌ّ: «شرح‌ صحيح‌ مسلم‌» 12: 201 ـ 202. ابن‌ حجر العسقلاني‌ّ: «فتح‌ الباري‌» 16: 339

Jumlah khalifah yang ada lebih dari itu. Adalah keliru untuk membatasinya hanya sampai angka dua belas. Nabi (saw) tidak mengatakan bahwa jumlahnya hanya dua belas dan bahwa tidak ada tambahan lagi. Maka mungkin saja jumlahnya lebih banyak lagi. [Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 12:201-202; Ibn Hajar al-'Asqalani, Fath al-Bari, 16:339]


Jalaludin as-Suyuti:

إن‌ّ المراد وجود اثني‌ عشر خليفة‌ في‌ جميع‌ مدّة‌ الاسلام‌ إلي‌ يوم‌ القيامه‌ يعملون‌ بالحق‌ّ وإن‌ لم‌ تتوال‌ أيّامهم‌…وعلى‌ هذا فقد وُجد من‌ الاثني‌ عشر خليفة‌ الخلفاء الاربعة‌، والحسن‌، ومعاوية‌، وابن‌ الزّبير، وعمر بن‌ عبد العزيز، هؤلاء ثمانية‌. ويحتمل‌ أن‌ يُضم‌ّ إليهم‌ المهتدي‌ من‌ العبّاسيّين‌، لانّه‌ فيهم‌ كعمر بن‌ عبد العزيز في‌ بني‌ أُميّة‌. وكذلك الطاهر لما اوتي‌ من‌ العدل‌، وبقي‌ الاثنان‌ المنتظران‌ أحدهما المهدي‌ لانّه‌ من‌ آل‌ بيت‌ محمّد صلّي‌ الله عليه‌ [وآله‌] وسلّم‌. السّيوطي‌: «تاريخ‌ الخلفاء»: 12. ابن‌ حجر الهيثمي‌ّ: الصّواعق‌ المحرقة‌: 19

Hanya ada dua belas Khalifah sampai hari kiamat. Dan mereka akan terus melangkah dalam kebenaran, meski mungkin kedatangan mereka tidak secara berurutan. Kita lihat bahwa dari yang dua belas itu, 4 adalah Khalifah Rasyidin, lalu Hasan, lalu Muawiyah, lalu Ibnu Zubair, dan akhirnya Umar bin Abdul Aziz. Semua ada 8. Masih sisa 4 lagi. Mungkin Mahdi, Bani Abbasiyah bisa dimasukkan ke dalamnya sebab dia seorang Bani Abbasiyah seperti Umar bin Abdul Aziz yang (berasal dari) Bani Umayyah. Dan Tahir Abbasi juga bisa dimasukkan sebab dia pemimpin yang adil. Jadi, masih dua lagi. Salah satu di antaranya adalah Mahdi, sebab ia berasal dari Ahlul Bait Nabi (as).” [Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, Halaman 12; Ibn Hajar al-Haytami, Al-Sawa'iq al-Muhriqa Halaman 19]


Ibn Hajar al-’Asqalani:

لم‌ ألق‌ أحدًا يقطع‌ في‌ هذا الحديث‌، يعني‌ بشي‌ء معيّن‌؛ فان‌ّ في‌ وجودهم‌ في‌ عصر واحد يوجد عين‌ الافتراق‌، فلايصح‌ّ أن‌ يكون‌ المراد. ابن‌ حجر العسقلاني‌ّ، «فتح‌ الباري‌» 16: 338 ـ 341

Tidak seorang pun mengerti tentang hadis dari Sahih Bukhari ini.

Adalah tidak benar untuk mengatakan bahwa Imam-imam itu akan hadir sekaligus pada satu saat bersamaan. [Ibn Hajar al-'Asqalani, Fath al-Bari 16:338-341]


Ibn al-Jawzi:

وأوّل‌ بني‌ أُميّة‌ يزيد بن‌ معاوية‌، وآخرهم‌ مروان‌ الحمار. وعدّتهم‌ ثلاثة‌ عشر. ولايعدّ عثمان‌، و معاوية‌، ولا ابن‌ الزّبير لكونهم‌ صحابة‌. فإذا أسقطناهم‌ منهم‌ مروان‌ بن‌ الحكم‌ للاختلاف‌ في‌ صحبته‌، أو لانّه‌ كان‌ متغلّبًا بعد أن‌ اجتمع‌ النّاس‌على‌ عبد الله بن‌ الزّبير صحّت‌ العدّة‌…وعند خروج‌ الخلافة‌ من‌ بني‌ أُميّة‌ وقعت‌ الفتن‌ العظيمة‌ والملاحم‌ الكثيرة‌ حتّى ‌استقرّت‌ دولة‌ بني‌ العبّاس‌، فتغيّرت‌ الاحوال‌ عمّا كانت‌ عليه‌ تغيّرًا بيّنًا. ابن‌ الجوزي‌ّ ، «كشف‌ المشكل‌» ، نقلاً عن‌ ابن‌ حجر العسقلاني‌ّ في‌ «فتح‌ الباري‌» 16: 340، عن‌ سبط‌ ابن‌ الجوزي‌ّ.

Khalifah pertama Bani Umayyah adalah Yazid bin Muawiyah dan yang terakhir adalah Marwan Al-Himar. Total jumlahnya tiga belas. Usman, Muawiyah dan Ibnu Zubair tidak termasuk karena mereka tergolong Sahabat Nabi (s). Jika kita kecualikan (keluarkan) Marwan bin Hakam karena adanya kontroversi tentang statusnya sebagai Sahabat atau karena ia berkuasa padahal Abdullah bin Zubair memperoleh dukungan masyarakat, maka kita mendapatkan angka Dua Belas.… Ketika kekhalifahan muncul dari Bani Umayyah, terjadilah kekacauan yang besar sampai kukuhnya (kekuasaan) Bani Abbasiyah. Bagaimana pun, kondisi awal telah berubah total. [Ibn al-Jawzi, Kashf al-Mushkil, sebagaimana dikutip dalam Ibn Hajar al-'Asqalani, Fath al-Bari 16:340 dari Sibt Ibn al-Jawzi].


Al-Nawawi:

ويُحتمل‌ أن‌ المراد [بالائمّة‌ الاثني‌ عشر] مَن‌ْ يُعَزُّ الإسلام‌ في‌ زمنه‌ ويجتمع‌ المسلمون‌ عليه‌.
النووي‌ّ، «شرح‌ صحيح‌ مسلم‌» 12: 202 ـ 203

Ia bisa saja berarti bahwa kedua belas Imam berada dalam masa (periode) kejayaan Islam. Yakni ketika Islam (akan) menjadi dominan sebagai agama. Para Khalifah ini, dalam masa kekuasaan mereka, akan menyebabkan agama menjadi mulia.[Al-Nawawi, Sharh Sahih Muslim ,12:202-203].


Al-Bayhaqi:

وقد وُجد هذا العدد (اثنا عشر) بالصفة‌ المذكورة‌ إلي‌ وقت‌ الوليد بن‌ يزيد بن‌ عبد الملك. ثم‌ّ وقع‌ الهرج‌ والفتنة ‌العظيمة‌…ثم‌ّ ظهر ملك العبّاسيّة‌…وإنّما يزيدون‌ على‌ العدد المذكور في‌ الخبر إذا تركت‌ الصفة‌ المذكورة‌ فيه‌، أو عُدَّ منهم ‌من‌ كان‌ بعد الهرج‌ المذكور فيه‌.
ابن‌ كثير: «البداية‌ والنّهاية‌» 6: 249؛ السّيوطي‌ّ، «تاريخ‌ الخلفاء»:11

Angka (dua belas) ini dihitung hingga periode Walid bin Abdul Malik. Sesudah ini, muncul kerusakan dan kekacauan. Lalu datang masa dinasti Abbasiyah. Laporan ini telah meningkatkan jumlah Imam-imam. Jika kita abaikan karakteristik mereka yang datang sesudah masa kacau-balau itu, maka angka tadi menjadi jauh lebih banyak.” [Ibn Katsir, Ta'rikh, 6:249; Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa Halaman 11]


Ibn Katsir:

فهذا الّذي‌ سلكه‌ البيهقي‌ّ، وقد وافقه‌ عليه‌ جماعة‌ من‌ أن‌ّ المراد بالخلفاء الاثني‌ عشر المذكورين‌ في‌ هذا الحديث‌ هم ‌المتتابعون‌ إلي‌ زمن‌ الوليد بن‌ يزيد بن عبد الملك‌ الفاسق‌ الّذي‌ قدّمنا الحديث‌ فيه‌ بالذّم‌ّ والوعيد، فانّه‌ مسلك‌ فيه‌ نظر…فان‌ اعتبرنا ولاية‌ ابن‌ الزبير قبل‌ عبد الملك‌ صاروا ستّة‌ عشر، وعلى كلّ تقدير فهم‌ اثنا عشر قبل‌ عمر بن‌ عبد العزيز. فهذا الّذي‌ سلكه‌ على‌ هذا التّقدير يدخل‌ في‌ الاثني‌ عشر يزيد بن‌ معاوية‌، و يخرج‌ منهم‌ عمر بن‌ عبد العزيز الّذي‌ أطبق‌ الائمّة‌ على شكره‌ وعلى مدحه‌، وعدوّه‌ من‌ الخلفاء الرّاشدين‌، وأجمع‌ الناس‌ قاطبة‌ على‌ عدله‌. ابن‌ كثير، «البداية‌ والنّهاية‌» 6: 249 ـ 250

Barang siapa mengikuti Bayhaqi dan setuju dengan pernyataannya bahwa kata ‘Jama’ah’ berarti Khalifah-khalifah yang datang secara tidak berurutan hingga masa Walid bin Yazid bin Abdul Malik yang jahat dan sesat itu, maka berarti ia (orang itu) setuju dengan hadis yang kami kritik dan mengecualikan tokoh-tokoh tadi.

Dan jika kita menerima Kekhalifahan Ibnu Zubair sebelum Abdul Malik, jumlahnya menjadi enam belas. Padahal jumlah seluruhnya seharusnya dua belas sebelum Umar bin Abdul Aziz. Dalam perhitungan ini, Yazid bin Muawiyah termasuk di dalamnya sementara Umar bin Abdul Aziz tidak dimasukkan. Meski demikian, sudah menjadi pendapat umum bahwa para ulama menerima Umar bin Abdul Aziz sebagai seorang Khalifah yang jujur dan adil. [Ibn Katsir, Ta'rikh, 6:249-250]


MEREKA BINGUNG ?

Kita perlu pendapat seorang ulama Sunni lain yang dapat mengklarifikasi siapa Dua Belas Penerus, Khalifah, para Amir atau Imam-imam sebenarnya.

Al-Dzahabi mengatakan dalam Tadzkirat al-Huffaz , jilid 4, halaman 298, dan Ibn Hajar al-’Asqalani menyatakan dalam al-Durar al Kaminah, jilid 1, hal. 67, bahwa Shadrudin Ibrahim bin Muhammad bin al-Hamawayh al-Juwaini al-Syafi’i adalah seorang ahli Hadis yang mumpuni.

Lebih lengkap tentang Al-Juwaini, silahkan rujuk catatan:
______________________________________
Al-Muhadits Shadrudin Ibrahim Bin Muhammad Al-Juwaini Asy-Syafi’i (ra) dan Hadis Tentang Sayyidah Fathimah (Salamullahi ‘Alaiha).

Oleh: Haydar Syarif Al-Husayni

BAGIAN I

Al-Juwaini Dalam Pandangan Hafidz Syamsudin Adz-Dzahabi

Hafidh Syamsyuddin Adz-Dzahabi dalam Tadzkiratul Huffaz mencatat tentang Al-Juwaini (penyusun kitab Faraidus Simthain):
“Aku mendengar-hadis-dari Imam dan Muhadits, kebanggaan Islam; Shadrudin Ibrahim Bin Muhammad bin Al-Muayyid bin Hamawih Al-Khurasani Al-Juwaini, Syaikh para Sufi: ia datang kepada kami untuk memperoleh hadits dan dia meriwayatkan kepada kami dari dua perawi hadits-dari kalangan sahabat Syaikh al-Muayyid al-Thusi. Dia sangat berhati-hati (ketat) dalam mengumpulkan riwayat[1], ia seorang qari yang bagus, tampan, memiliki kewenangan, shalih dan Raja dari Ghazan menerima (memeluk) Islam melaluinya (ra). Dia meninggal pada tahun 722 H pada usia 78 tahun semoga Allah merahmatinya.”[2]

Lebih lanjut Adz-Dzahabi mencatat:
“Ibrahim bin Muhammad bin Al-Muayyid bin Abdullah bin Aali bin Muhammad bin Hamawiya Asy-Syaikh Al-Qudwa, Shadrudin Abul Mijama’a, Al-Juwaini Al-Khurasani As-Sufi Al-Muhadits. Dia lahir pada tahun 644. Dia mendengar (hadis) pada tahun 664 dari Utsman bin Muwafiq dan lainnya. Dia adalah ulama hadis, sangat berhati-hati dan ketat tentang para perawi hadis nabi. Raja Tatar Ghazan memeluk islam melaluinya, lewat wakilnya Nauruz. Dia mendengar (hadis) bersama kami melalui Abi Hafsah bin al-Qawas dan kelompok (lainnya). Dan terakhir ia melakukan haji pada tahun 720 H. Hafidh Shalahudin menjelaskan dan mengatakan bahwa ia mendengar (hadis) darinya.[3] Selain itu, lebih lanjut ia (Hafidz Shalahudin) mengatakan bahwa dia (Syaikh Ibrahim Al-Juwaini) telah mengumpulkan hadis dalam seratus bab dan empat puluh bab dengan setiap bagian babnya terdiri empat puluh berdasarkan waktu itu. Kami telah menyatakan tentang kewafatannya di Khurasan di 722 H dan ia meninggal pada tanggal 5 Muharram” [4]


Al-Juwaini Dalam Pandangan Ibn Hajar Asqalani

Syaikhul Islam Hafidz-ul-Ashr Syahabudin Ahmad bin Ali, dikenal dengan nama Ibn Hajar Asqalani mencatat dengan detail mengenai Syaikh Ibrahim Al-Juwaini (ra) dalam Al-Durar Al-Kaminah:[5]
“Ibrahim bin Muhammad al-Juwaini bin Al-Muayyid bin Hamawaih Al-Juwaini Shadrudin Abu Al-Mijama’a ibn Shadadin, seorang (bermazhab) syafi’i, sufi, lahir pada tahun 44 dan mendengar (hadis) dari Ustman bin Al-Muwafiq sahabat dari Al-Muayyid Al-Tusi dan ia meriwayatkan dari Ali bin Anjab, Abdul Shamad bin Abi Al-Khair, Ibn Abi Dinya dan meriwayatkan banyak dari orang-orang Iraq, Syam dan Hijaz. Ia mnegutip hadis untuk dirinya sendiri dan mendengar (hadis) di Hilla, Tabriz, Amul, Tabristan, Syubak, Al-Quds, Karbala, Qazwin, Mashad Ali dan Baghdad, dia banyak bepergian dan tertarik dalam hal tersebut. Dia menulis dan memperoleh (hadis). Dia orang yang beriman, berwibawa, tampan dan qari yang baik. Melaluinya Raja Ghazan memeluk Islam. Dia datang ke Damaskus pada tahun 95 untuk medapatkan hadis. Pada tahun 21, ia melakukan haji dan berkumpul dengan Al-Ala’i. Al-Zahir Al-Kazruni mencatat dalam kitabnya pada tahun 71 Shadrudin Abu Al-Mijama menikahi putri dari Al’a-ud-Din penyusun Al-Diwan dengan sidaq lima ribu dinar emas. Disebutkan juga ia memiliki wewenang (untuk meriwayatkan hadis) oleh penyusun Al-hawi Ash-Shagir, Al-Aiz Al-Harani, Ibn Abi Umar, Abdullah bin Dawud bin Al-Fakhir, Badarudin Muhammad bin Abdul Razaq bin Abi Bakr bin Haydar, ImamuDin Yahya bin Husain bin Abdul Karim, Badarudin Iskandar Bin Saad Al-Thawusi dan mereka mengizinkannya dari Qazwin dan ia juga diizinkan oleh Afifa Al-Farqanya. Melaluinya Raja Ghazan memeluk Islam dan ia wafat pada tahun 722 H di Iraq.”


Al-Juwaini Dalam Pandangan Umar Ridha Kahalah

ابراهيم الجويني ( 644 – 722 ه‍ ) ( 1246 – 1322 م ) ابراهيم بن محمد بن ابي بكر بن محمد حمويه الجويني ، الشافعي ( أبو اسحاق ) من محدثي خراسان . مات في خامس المحرم . له من المصنفات : فرائد السمطين في فضائل المرتضى والبتول والسبطين .

Ibrahim al-Juwaini (644-722 H) (1246-1322M) Ibrahim bin Muhammad bin Abi Bakar bin Muhammad Hamawaih, Asy-Syafi’i (Abu Ishaq) termasuk diantara muhaditsin dari Khurasan. Wafat pada 5 muharam. Diantara kitabnya : Faraidus Simthain fi Fadhail al-Murtadha wa al-Batul wa Sibthain” (Mu’ajam al-Mua’alifin, j.1 ).
_______________________________________
BAGIAN III

Al-Juwayni Asy-Syafi’i :

عن‌ عبد الله بن‌عبّاس‌ رضي‌ الله عنه‌، عن‌ النّبي‌ّ صلّي‌ الله عليه‌ [وآله‌] وسلّم‌ أنّه‌ قال‌: أنا سيّد المُرسَلين‌، وعلي‌ّ بن‌ أبي‌ طالب‌ سيّدالوصيّين‌، وأن‌ّ أوصيائي‌ بعدي‌ اثنا عشر، أوّلهم‌ علي‌ّ بن‌ أبي‌ طالب‌، وآخرهم‌ القائم‌.

dari Abdullah bin Abbas (ra) bahwa Nabi (sawa) mengatakan,”Saya adalah penghulu para Nabi dan Ali bin Abi Thalib adalah pemimpin para penerus, dan sesudah saya akan ada dua belas penerus. Yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib dan yang terakhir adalah al-Qaim.”

عن‌ ابن‌ عبّاس‌ رضي‌ الله عنه‌، عن‌ النبي‌ّ صلّي‌ الله عليه‌ [وآله‌] وسلّم‌ أنّه‌ قال‌: أن‌ّ خلفائي‌ وأوصيائي‌وححج‌ الله على‌ الخلق‌ بعدي‌ لاثنا عشر، أوّلهم‌ أخي‌، وآخرهم‌ وَلَدي‌. قيل‌: يا رسول‌ الله، ومن‌ أخوك‌؟ قال‌: علي‌ّ بن‌ أبي‌طالب‌. قيل‌: فمن‌ وَلَدُك‌َ؟ قال‌: المهدي‌ّ الّذي‌ يملاها قسطًا وعدلاً كما مُلئت‌ جورًا وظلمًا. والّذي‌ بعثني‌ بالحق‌ّ بشيرًا لو لم‌ يبق‌ من‌ الدّنيا الاّ يوم‌ واحد لطَوَّل‌ الله ذلك‌ اليوم‌ حتّي‌ يخرج‌ فيه‌ ولدي‌ المهدي‌، فينزل‌روح‌ الله عيسى بن‌ مريم‌ فيُصلّي‌ خلفَه‌ُ، وتُشرق‌ الارض‌ بنور ربّها، ويبلغ‌ سلطانه‌ المشرق‌ والمغرب‌.

Dari Ibnu Abbas (r) bahwa Rasulullah (sawa) berkata: ”Sudah pasti bahwa washi-washiku dan Bukti (hujjah) Allah bagi makhluk sesudahku ada dua belas. Yang pertama di antara mereka adalah saudaraku dan yang terakhir adalah anak (cucu) ku.” Orang bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah saudaramu itu?”. Beliau menjawab: “Ali bin Abi Thalib.” Lalu beliau ditanyai lagi: “ Dan siapakan anak (cucu) mu itu?” Nabi yang suci (sawa) menjawab: ”Al-Mahdi. Dia akan mengisi bumi dengan keadilan dan persamaan ketika ia (bumi) dipenuhi ketidakadilan dan tirani. Dan demi Yang Mengangatku sebagai pemberi peringatan dan memberiku kabar gembira, meski seandainya masa berputarnya dunia ini tinggal sehari saja, Allah SWT akan memperpanjang hari itu sampai diutusnya (anakku) Mahdi, kemudian ia akan disusul Ruhullah Isa bin Maryam (as) yang turun ke bumi dan berdoa di belakangnya (Mahdi). Dunia akan diterangi oleh sinarnya, dan kekuatannya akan mencapai hingga ke timur dan ke barat.”

رسول‌ الله صلّي‌ الله عليه‌ [وآله‌] وسلّم‌ أنّه‌ قال‌: أنا، وعلي‌ّ، والحسن‌، والحسين‌، وتسعة‌ من‌ ولد الحسين‌ مطهّرون‌ معصومون‌. الجويني‌ّ، «فرائد السمطين‌» مؤسّسة‌ المحمودي‌ّ للطّباعة‌ والنشر، بيروت‌، 1978، ص

Rasulullah (sawa) mengatakan: ”Aku dan Ali dan Hasan dan Husain dan sembilan anak cucu Husain adalah yang disucikan (dari dosa) dan dalam kebenaran.” [Al-Juwaini, Fara'id al-Simthain, Mu'assassat al-Mahmudi li-Taba'ah, Beirut 1978, h. 160.]

Di antara semua mazhab Islam, hanya Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah yang percaya pada individu-individu sebagai Dua Belas orang dari Ahlul Bait Raulullah saww yang berhak sebagai Penerus Rasulullah saww.

_________________________________________

12 Khalifah Rasulullah Yang WAJIB di ikuti sesuai Hadist Rasulullah saww


Berdasarkan hadith Nabi saaw dalam kitab Ahlul Sunnah antaranya ialah:
Daripada Said bin Jubair daripada Ibn Abbas berkata: Bersabda Rasulullah SAWAW: “Sesungguhnya khalifah-khalifahku dan wasi-wasiku, hujah-hujah Allah di atas makhlukNya selepasku ialah 12 orang; yang pertama Ali dan yang akhirnya cicitku al-Mahdi; maka itulah Isa b. Maryam bersembahyang di belakang al-Mahdi (Yanabi al-Mawaddah, hlm. 447).

Hadith yang dikeluarkan oleh Abu al-Mu’ayyid Ibn Ahmad al-Khawarizmi dengan sanadnya dari Abu Sulaiman yang berkata : “Aku mendengar Rasulullah SAWAW dan Ahli Baitnya berkata: Di malam aku dinaikkan ke langit (Mi’raj) Allah SWT berkata kepadaku…lihatlah di kanan Arasy, lalu aku memaling ke arahnya, maka aku dapati Ali, Fatimah, Hasan, Husayn, Ali b. Husayn, Muhammad b. Ali, Ja’far b. Muhammad, Musa b. Ja’far, Ali b. Musa, Muhammad b. Ali, Ali b. Muhammad, Hasan b. Ali, dan Muhammad al-Mahdi b. Hasan; ia seperti cakerawala yang berputar di kalangan mereka. Dan dia berfirman: “Wahai Muhammad, mereka itulah hujah-hujahKu ke atas hamba-hambaKu, merekalah wasi-wasiKu (khalifah-khalifahku).”(Yanabi al-Mawaddah, hlm. 487).

Silahkan teliti dengan sebaik-baiknya hadis-hadis di bawah yang telah diriwayatkan oleh ulama-ulama sunni:


Hadith-hadith yang menghadkan pengganti Nabi SAW kepada dua belas orang.

Hadith-hadith yang menghadkan pengganti-pengganti Nabi SAWW kepada dua belas orang, telah diriwayatkan oleh jumhur ulama Muslimin Sunnah dan Syi’ah di dalam Sahih-sahih dan Musnad-musnad mereka.

Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya (al-Musnad, I, hlm 398) meriwayatkan hadith ini daripada Sya’bi daripada Masruq berkata:”Kami berada di sisi ‘Abdullah bin Mas’ud yang sedang memperdengarkan bacaan al-Qur’an kepada kami. Tiba-tiba seorang lelaki bertanya kepadanya: Wahai Abu ‘Abdu r-Rahman! Adakah anda telah bertanya Rasulullah SAWAW berapakah ummat ini memiliki khalifah?” Abdullah bin Mas’ud menjawab:”Tiada seorangpun bertanya kepadaku mengenainya semenjak aku datang ke Iraq sebelum anda.” Kemudian dia berkata:”Ya! Sesungguhnya kami telah bertanya kepada Rasulullah SAWAW mengenainya. Maka beliau menjawab:”Dua belas (khalifah) seperti bilangan naqib Bani Israil.”

Di dalam riwayat yang lain Ahmad bin Hanbal meriwayatkan daripada Jabir bin Samurah, sesungguhnya dia berkata:”Aku mendengar Rasulullah SAWAW bersabda semasa Haji Wida’:”Urusan agama ini masih pada zahirnya di tangan penentangannya dan tidak akan dihancurkan oleh orang-orang yang menyalahinya sehingga berlalunya dua belas Amir, semuanya daripada Quraisy.” (al-Musnad, I, hlm 406, dan V, hlm 89).

Muslim di dalam Sahihnya ( Sahih, II, hlm 79 )meriwayatkan daripada Jabir bin Samurah sesungguhnya dia berkata:”Aku bersama bapaku berjumpa Nabi SAWAW, Maka aku mendengar Nabi SAWAW bersabda:”Urusan ‘ini’ tidak akan selesai sehingga berlaku pada mereka dua belas khalifah.” Dia berkata: Kemudian beliau bercakap dengan perlahan kepadaku. Akupun bertanya bapaku apakah yang diucapkan oleh beliau? Dia menjawab:”Semuanya daripada Quraisy.”.

Muslim juga meriwayatkan di dalam Sahihnya daripada Nabi SAWAW beliau bersabda:”Agama sentiasa teguh sehingga hari kiamat dan dua belas khalifah memimpin mereka, semuanya daripada Quraisy. Di dalam riwayat yang lain “Urusan manusia berlalu dengan perlantikan dua belas lelaki dari Quraisy, ” “Sentiasa Islam itu kuat sehingga kepada dua belas khalifah daripada Quraisy” dan “Sentiasa ugama ini kuat dan kukuh sehingga dua belas khalifah daripada Quraisy”.

Al-Turmudzi di dalam al-Sunannya (al-sunan, II, hlm 110 ) mencatat hadith tersebut dengan lafaz amir bukan khalifah.

Sementara al-Bukhari di dalam Sahihnya ( Sahih, IV, hlm 120 (Kitab al-Ahkam ) meriwayatkannya daripada Jabir bin Samurah bahawa Nabi SAWAW bersabda:”Selepasku ialah dua belas amir.” Maka beliau berucap dengan perkataan yang aku tidak mendengarnya. Bapaku memberitahuku bahawa beliau bersabda: ”Semuanya daripada Quraisy.”. (Al-Muttaqi al-Hindi di dalam Kanz al-Ummal ( Kanz al-Ummal, VI, hlm 160 ), meriwayatkan bahawa Nabi SAWAW bersabda:”Selepasku akan (diikuti) oleh dua belas khalifah.”

Ibn Hajr di dalam al-Sawa’iq al-Muhriqah ( al-Sawa’iq al-Muhriqah, bab XI ) meriwayatkan daripada Jabir bin Samurah bahawa Nabi SAWAW bersabda:”Selepasku akan (dikuti) dua belas amair semuanya daripada Quraisy.”.

Al-Qunduzi al-Hanafi di dalam Yanabi’ al-Mawaddah (Yanabi’ al-Mawaddah, hlm 444 (bab 7) mencatat riwayat daripada Jabir bin Samurah sesungguhnya dia berkata:”Aku bersama bapaku di sisi Nabi SAWAW beliau bersabda:”Selepasku dua belas khalifah.” Kemudian beliau merendahkan suaranya. Maka akupun bertanya bapaku mengenainya. Dia menjawab: Beliau bersabda: “Semuanya daripada Bani Hasyim.”.

Samak bin Harb juga meriwayatkannya dengan lafaz yang sama. Diriwayatkan daripada al-Sya’bi daripada Masruq daripada Ibn Mas’ud bahawa sesungguhnya Nabi SAWAW telah menjanjikan kita bahawa selepasnya dua belas khalifah sama dengan bilangan naqib Bani Isra’il. Dan dia berkata di dalam bab yang sama bahawa Yahya bin al-Hasan telah menyebutkannya di dalam Kitab al-Umdah dengan dua puluh riwayat bahawa khalifah-khalifah selepas Nabi SAWAW adalah dua belas orang. Semuanya daripada Quraisy. Al-Bukhari telah menyebutkannya dengan tiga riwayat, Muslim sembilan riwayat. Abu Daud tiga riwayat, al-Turmudhi satu riwayat dan al-Humaidi tiga riwayat.

Pengkaji-pengkaji menegaskan bahawa hadith-hadith tersebut menunjukkan bahawa khalifah-khalifah selepas Nabi SAWAW ialah dua belas orang. Dan maksud hadith Nabi SAWAW ialah dua belas orang daripada Ahlu l-Baitnya. Kerana tidak mungkin dikaitkan hadith ini kepada khalifah-khalifah yang terdiri daripada bilangan mereka kurang daripada dua belas orang. Dan tidak mungkin dikaitkan dengan khalifah-khalifah Bani Umaiyyah kerana bilangan mereka melebihi dua belas orang dan kezaliman mereka yang ketara selain daripada ‘Umar bin Abdu l-Aziz. Tambahan pula mereka bukan daripada Bani Hasyim. Di dalam riwayat yang lain beliau memilih Bani Hasyim di kalangan Quraisy dan memilih Ahlu l-Baitnya di kalangan Bani Hasyim (Muslim, Sahih, II, hlm 81 (Fadhl Ahlu l-Bait).

Di dalam riwayat ‘Abdu l-Malik daripada Jabir bahawa Nabi SAWAW telah merendahkan suaranya ketika menyebutkan Bani Hasyim kerana ‘mereka’ tidak menyukai Bani Hasyim. Hadith ini juga tidak boleh dikaitkan dengan khalifah-khalifah Bani ‘Abbas kerana bilangan mereka melebihi bilangan tersebut. Dan mereka tidak mengambil berat tentang firmanNya “Katakan!” Aku tidak meminta upah daripada kamu kecuali mencintai keluargaku, ” sebagaimana juga mereka tidak menghormati hadith al-Kisa’. Justeru itu, hadith tersebut mestilah dikaitkan dengan dua belas Ahlu l-Baitnya kerana merekalah orang yang paling alim, warak, takwa, paling tinggi keturunan dan ilmu-ilmu mereka adalah daripada datuk-datuk mereka yang berhubungan dengan datuk mereka Rasulullah SAWAW dari segi “warisan” dan hikmah. Mereka pula dikenali oleh para ilmuan. Oleh itu apa yang dimaksudkan oleh hadith tersebut ialah dua belas Ahlu l-Bait Rasulullah Saww (Yanabi’ al-Mawaddah, hlm 445).

Ini juga diperkuatkan oleh hadith thaqalain, hadith al-Safinah, hadith al-Manzilah dan lain-lain.

Al-Qunduzi al-Hanafi (Yanabi’ al-Mawaddah, hlm 445) juga telah meriwayatkan hadith daripada Jabir dia berkata: Rasulullah SAWAW bersabda:”Akulah penghulu para Nabi dan ‘Ali adalah penghulu para wasi. Dan sesungguhnya para wasi selepasku ialah dua belas orang, pertama ‘Ali dan yang akhirnya Qaim al-Mahdi.”.

Hadith-hadith yang menerangkan bahawa merekalah para wasi Rasulullah SAWAW di dalam buku-buku Ahlu l-Sunnah adalah banyak, dan ianya melebihi had mutawatir. Ini tidak termasuk hadith-hadith riwayat Syi’ah. Umpamanya hadith daripada Salman RD berkata: Aku berjumpa Nabi SAWAW dan Husain berada di atas dua pahanya. Nabi SAWAW sedang mengucup dahinya sambil berkata:’Anda adalah Sayyid bin Sayyid dan adik Sayyid. Anda adalah imam bin imam dan adik imam. Anda adalah Hujjah bin Hujjah dan adik Hujjah dan bapa hujjah-hujjah yang sembilan. Dan yang kesembilan mereka ialah Mahdi al-Muntazar.”

Al-Hamawaini al-Syafi’i di dalam Fara’id al-Simtin (Fara’id al-Simtin, II, hlm 26), meriwayatkan daripada ‘Ibn Abbas berkata: Aku mendengar Rasulullah SAWAW bersabda:”Aku , Ali, Hasan, Husain dan sembilan daripada anak-anak Husain adalah disuci dan dimaksumkan.”.

Ibn ‘Abbas juga meriwayatkan bahawa Nabi SAWAW bersabda:”Wasi-wasiku, hujjah-hujjah Allah ke atas makhlukNya dua belas orang, pertamanya saudaraku dan akhirnya ialah anak lelakiku (waladi).” Lalu ditanya Rasulullah siapakah saudara anda wahai Rasulullah? Beliau menjawab:’Ali. Dan ditanya lagi siapakah anak lelaki anda? Beliau menjawab: al-Mahdi yang akan memenuhi bumi ini dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana ianya dipenuhi dengan kerosakan dan kezaliman. Demi Tuhan yang mengutusku dengan kebenaran sebagai kegembiraan dan peringatan, sekiranya dunia ini tinggal hanya satu hari lagi nescaya Allah akan memanjangkannya sehingga keluar anak lelakiku al-Mahdi. Kemudian diikuti oleh ‘Isa bin Maryam. Beliau akan mengerjakan solat di belakang anak lelakiku. Dunia pada ketika itu berseri dengan cahaya Tuhannya dan pemerintahannya meliputi Timur dan Barat.

Al-Qunduzi al-Hanafi di dalam Yanabi’ al-Mawaddah bab 95) meriwayatkan bahawa Jabir bin ‘Abdullah berkata: Rasulullah saww bersabda : Wahai Jabir! Sesungguhnya para wasiku dan para imam selepasku pertamanya Ali kemudian Hasan kemudian Husain kemudian Ali bin Husain kemudian Muhammad bin Ali al-Baqir. Anda akan menemuinya wahai Jabir sekiranya anda mendapatinya, maka sampaikanlah salamku kepadanya. Kemudian Ja’far bin Muhammad, kemudian Musa bin Ja’far, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Ali bin Muhammad, kemudian Hasan bin Ali. Kemudian al-Qa’im namanya sama dengan namaku dan kunyahnya sama dengan kunyahku, anak Hasan bin Ali. Dengan beliaulah Allah akan membuka seluruh pelosok bumi di Timur dan di Barat, dialah yang ghaib dari penglihatan. Tidak akan percaya kepada imamahnya melainkan orang yang telah diuji hatinya oleh Allah SWT. Jabir berkata: Wahai Rasulullah! Apakah orang2 dapat mengambil manfaat darinya ketika ghaibnya ? Beliau menjawab :”Ya..! Demi yang mengutusku dengan kenabian sesungguhnya mereka mengambil cahaya dari wilayahnya ketika ghaibnya, seperti orang mengambil manfaat dari matahari sekalipun ia ditutupi awan.” Ini adalah di antara rahsia-rahsia ilmu Allah yang tersembunyi. Maka rahsiakanlah mengenainya melain kepada orang yang ahli. (Yanabi’ al Mawaddah, hlm 494).

Daripada Jabir al-Ansari berkata: Junda; bin Janadah berjumpa Rasulullah SAWAW dan bertanya kepada beliau beberapa masalah. Kemudian dia berkata: Beritahukan kepadaku wahai Rasulullah tentang wasi-wasi anda selepas anda supaya aku berpegang kepada mereka. Beliau menjawab: Wasi-wasiku dua belas orang. Lalu Jundal berkata: Begitulah kami dapati di dalam Taurat. Kemudian dia berkata: Namakan mereka kepadaku wahai Rasulullah. Maka beliau menjawab: “Pertama penghulu dan ayah para wasi adalah Ali. Kemudian dua anak laki2nya Hasan dan Husain. Berpegang teguhlah kepada mereka dan janganlah kejahilan orang-orang yang jahil memperdayaimu. Kemudian Ali bin Husain Zainal Abidin Allah akan mematikan anda (‘Ali bin Husain) dan menjadikan air susu sebagai bekalan terakhir di dunia ini.” (Yanabi’ al-Mawaddah Bb 76 hlm 441 – 444 ).

Jundal berkata: Kami telah mendapatinya di dalam Taurat dan di dalam buku-buku para Nabi AS seperti Iliya, Syibra dan Syabir. Maka ini adalah nama ‘Ali, Hasan dan Husain, maka imam selepasnya dipanggil Zaina l-Abidin selepasnya anak lelakinya Muhammad, dipanggil al-Baqir. Selepasnya anak lelakinya Ja’far dipanggil al-Sadiq. Selepasnya anak lelakinya Musa dipanggil al-Kazim. Selepasnya anak lelakinya ‘Ali dipanggil al-Ridha. Selepasnya anak lelakinya ‘Ali dipanggil al-Naqiyy al-Hadi. Selepasnya anak lelakinya Hasan dipanggil al-Askari. Selepasnya anak lelakinya Muhammad dipanggil al-Mahdi al-Qa’im dan al-Hujjah. Beliau ghaib dan akan keluar memenuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana ianya dipenuhi dengan kefasadan dan kezaliman. Alangkah beruntungnya bagi orang-orang yang bersabar semasa ghaibnya. Dan alangkah beruntungnya bagi orang-orang yang bertaqwa terhadap Hujjah mereka. Dan mereka itulah orang yang disifatkan oleh Allah di dalam firmanNya (Surah al-Baqarah(2): 2-3″Petunjuk bagi mereka yang bertaqwa iaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib.” Kemudian beliau membaca (Surah al-Mai’dah(5):56)”Sesungguhnya parti Allahlah yang pasti menang.”Beliau bersabda: Mereka itu adalah daripada parti Allah (hizbullah).

Al-Hamawaini di dalam Fara’id al-Simtin (Yanabi’ al-Mawaddah, hlm 446 – 447) telah meriwayatkan hadith ini dan dinukilkan oleh al-Qunduzi al-Hanafi di dalam Yanabi’ al-Mawaddah bab 76 dengan sanad daripada Ibn ‘Abbas dia berkata: Seorang Yahudi bernama Na’thal datang kepada Rasulullah SAWAW dan berkata: Wahai Muhammad! Aku akan bertanya anda beberapa perkara yang tidak menyenangkan hatiku seketika. Sekiranya anda dapat memberi jawapan kepadaku nescaya aku akan memeluk Islam di tangan anda. Beliau SAWAW bersabda:”Tanyalah wahai Abu ‘Ammarah.’ Dia bertanya beberapa perkara sehingga dia berkata: Beritahukan kepadaku tentang wasi anda siapa dia? Tidak ada seorang Nabi melainkan ada baginya seorang wasi. Dan sesungguhnya Nabi kami Musa bin ‘Imran telah berwasiatkan kepada Yusyu’ bin Nun. Maka Nabi SAWAW menjawab”Sesungguhnya wasiku ialah ‘Ali bin Abi Talib, selepasnya dua anak lelakinya Hasan dan Husain kemudian diikuti oleh sembilan imam daripada keturunan Husain.’ Dia berkata: Namakan mereka kepadaku. Beliau menjawab:’Apabila wafatnya Husain, maka anaknya ‘Ali apabila wafatnya ‘Ali, anaknya Muhammad, Dan apabila wafatnya Muhammad, anaknya Ja’far. Apabila wafatnya Ja’far anaknya Musa. Apabila wafatnya Musa, anaknya Ali. Apabila wafatnya Ali, anaknya Muhammad. Apabila wafatnya Muhammad, anaknya ‘Ali. Apabila wafatnya ‘Ali anaknya Hasan. Apabila wafatnya Hasan, anaknya Muhammad al-Mahdi. Mereka semua dua belas orang…..”Akhirnya lelaki Yahudi tadi memeluk Islam dan menceritakan bahawa nama-nama para imam dua belas telah tertulis di dalam buku-buku para Nabi yang terdahulu, dan ia termasuk di antara apa yang telah dijanjikan oleh Musa AS.

Al-Hamawaini di dalam Fara’id al-Simtin meriwayatkan sanadnya kepada Abu Sulaiman penjaga unta Rasulullah SAWAW, dia berkata:”Aku mendengar Rasulullah SAWAW bersabda:”Di malam aku diperjalankan atau dibawa ke langit, Allah SWT berfirman:”Rasul mempercayai apa yang telah diturunkan kepadanya oleh TuhanNya.”Aku bersabda: Mukminun. Dia menjawab: Benar. Allah SWT berfirman lagi: Wahai Muhammad! Kali pertama Aku memerhatikan ahli bumi, Aku memilih anda. Aku menamakan anda dengan salah satu daripada nama-namaku. Oleh itu dimana sahaja Aku diingati, anda diingati bersama. Akulah al-Mahmud dan andalah Muhammad. Kemudian Aku memerhatikannya kali kedua, maka Aku memilih ‘Ali. Maka Aku menamakannya dengan namaku. Wahai Muhammad! Aku telah menjadikan anda dari Aku dan menjadikan ‘Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan imam-imam daripada keturunan Husain daripada cahayaKu. Akupun membentangkan wilayah mereka kepada seluruh ahli langit dan bumi. Sesiapa yang menerimanya akan berada di sisiKu sebagai Mukminin. Dan sesiapa yang mengingkarinya akan berada di sisiKu sebagai kafirin. Wahai Muhammad! Sekiranya seorang daripada hamba-hambaKu beribadat kepadaKu tanpa terhenti-henti kemudian mendatangiKu dalam keadaan mengingkari wilayah kalian, nescaya Aku tidak mengampuninya. Allah SWT berfirman lagi kepada Nabi SAWAW: Adakah anda ingin melihat mereka? Beliau menjawab: Ya! Wahai Tuhanku. Dia berfirman: Lihatlah di kanan ‘Arasy, maka aku dapati ‘Ali, Fatimah, Hasan, Husain, ‘Ali bin Husain, Muhammad bin ‘Ali, Ja’far bin Muhammad, Musa bin Ja’far, ‘Ali bin Musa, Muhammad bin ‘Ali, ‘Ali bin Muhammad, Hasan bin ‘Ali dan Muhammad al-Mahdi bin Hasan. Mereka diibaratkan bintang-bintang yang bersinar di kalangan mereka. Kemudian Dia berfirman lagi: Mereka itulah hujjah-hujjah ke atas hamba-hambaKu, mereka itulah wasi-wasi anda. Dan al-Mahdi adalah daripada ‘itrah anda. Demi kemuliaanKu dan kebesaranKu, dia akan membalas dendam terhadap musuh-musuhKu.”.

Muwaffaq bin Ahmad al-Hanafi di dalam Manaqibnya meriwayatkan daripada Salman daripada Nabi SAWAW, sesungguhnya beliau bersabda kepada Husain:”Andalah imam anak lelaki seorang imam, saudara kepada imam, bapa kepada sembilan imam. Dan yang kesembilan daripada mereka ialah Qaim mereka (al-Mahdi AS).

Begitulah juga Syahabuddin al-Hindi di dalam Manaqibnya telah menerangkan sanadnya daripada Nabi SAWAW bahawa beliau bersabda:”Sembilan imam adalah daripada anak cucu (keturunan) Husain bin ‘Ali dan yang kesembilan mereka adalah Qaim mereka (imam al-Mahdi al-Muntazar AS).

Al-Hamawaini al-Syafi’e meriwayatkan di dalam Fara’id al-Simtin bahawa Nabi SAWAW bersabda:” Siapa yang suka berpegang kepada ugamaku dan menaiki bahtera kejayaan selepasku, maka hendaklah dia mengikuti ‘Ali bin Abi Talib, memusuhi seterunya dan mewalikan walinya kerana beliau adalah wasiku, dan khalifahku ke atas ummatku semasa hidupku dan selepas kewafatanku. Beliau adalah imam setiap muslim dan amir setiap mukmin, perkataannya adalah perkataanku, perintahnya adalah perintahku. Larangannya adalah laranganku. Pengikutnya adalah pengikutku. Penolongnya adalah penolongku. Orang yang menjauhinya adalah menjauhiku.”.

Kemudian Nabi SAWAW bersabda lagi: Sesiapa yang menjauhi ‘Ali selepasku, dia tidak akan ‘melihatku.’ Dan aku tidak melihatnya di hari kiamat. Dan siapa yang menentang ‘Ali, Allah haramkan ke atasnya syurga dan menjadikan tempat tinggalnya di neraka. Siapa yang menjauhi ‘Ali, Allah akan menjauhinya di hari kiamat. Di hari itu akan didedahkan segala-galanya dan sesiapa yang menolong ‘Ali, nescaya Allah akan menolongnya.

Kemudian beliau bersabda lagi: Hasan dan Husain kedua-duanya adalah imam ummatku selepas bapa mereka berdua adalah penghulu-penghulu pemuda syurga. Ibu kedua-duanya adalah penghulu para wasi. Dan sembilan imam adalah daripada anak cucu Husain. Dan yang kesembilan mereka adalah Qaim mereka (imam al-Mahdi). Mentaati mereka adalah ketaatan kepadaku. Mendurhakakan mereka adalah mendurhakaiku. Kepada Allah aku mengadu bagi orang yang menentang kelebihan mereka, dan menghilangkan kehormatan mereka selepasku. Cukuplah bagi Allah sebagai wali dan penghulu kepada ‘itrahku, para imam ummatku. Pasti Allah akan menyiksa orang yang menentang hak mereka.”Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.”(Al-Syuara’(26): 227).

Ayatullah al-’Uzma al-Hulli di dalam bukunya Kasyf al-Haq (Kasyf al-Haq, I, hlm 108) telah menerangkan sebahagian daripada hadith dua belas khalifah dengan riwayat yang bermacam-macam. Seorang musuh ketatnya bernama Fadhl bin Ruzbahan al-Nasibi adalah orang yang paling kuat menentang Ahlu l-Bait AS, di dalam jawapan kepadanya mengakui bahawa apa yang disebutkan oleh Allamah al-Hulli mengenai dua belas khalifah adalah Sahih dan telah dicatat di dalam buku-buku Sahih Ahlu s-Sunnah.

Aku berkata: Riwayat hadith dua belas imam daripada Nabi SAWAW adalah terlalu banyak. Kami hanya menyebutkan sebahagian kecil daripada buku-buku Ahlu s-Sunnah wa l-Jama’ah yang mencatatkan hadith tersebut. Seperti al-Bayan karangan al-Hafiz al-Khanji, Fasl al-Khittab karangan Khawajah Faris al-Hanafi, Arba’in karangan Syeikh As’ad bin Ibrahim al-Hanbali, Arba’in karangan Ibn Abi l-Fawarith dan lain-lain buku Ahlu s-Sunnah. Adapun riwayat Syi’ah mengenainya adalah tidak terhitung banyaknya.

Sayyid Hasyim al-Bahrani di dalam bukunya Ghayah al-Maram (Ghayah al-Maram, I, hlm 309) telah menjelaskan hadith dua belas imam sebanyak enam puluh riwayat dengan sanad-sanadnya menurut metod Ahlu s-Sunnah wa l-Jama’ah. Tujuh riwayat daripada buku Manaqib Amiru l-Mukminin AS karangan Maghazali al-Syafi’i, dua puluh tiga riwayat daripada Fara’id al-Simtin karangan al-Hamawaini, satu riwayat daripada Fusul al-Muhimmah karangan Ibn al-Sibagh al-Maliki dan satu riwayat daripada Syarh Nahj al-Balaghah karangan Ibn Abi l-Hadid.

Aku berkata: Sesungguhnya aku telah mengkaji risalah karangan Syaikh Kazim ‘Ali Nuh RH berjudul Turuq Hadith al-A’immah min Quraisy, hlm. 14. Dia berkata bahawa ‘Allamah Sayyid Hasan Sadr al-Din di dalam bukunya al-Durar al-Musawiyyah Fi Syarh al-’Aqa’id al-Ja’fariyyah telah mengeluarkan hadith dua belas khalifah daripada Ahmad bin Hanbal sebanyak tiga puluh empat riwayat. Hadith ini telah dikeluarkan juga oleh al-Bukhari, Muslim, al-Humaidi, beberapa riwayat Razin di dalam Sahih Sittah, riwayat al-Tha’labi, Abu Sa’id al-Khudri, Abu Bardah, Ibn Umar, Abdu r-Rahman Ibn Samurah, Jabir, Anas, Abu Hurairah, Ibn ‘Abbas, ‘Umar bin al-Khattab, ‘Aisyah, Wa’ilah dan Abi Salma al-Ra’i.

Adapun riwayat Umar bin al-Khattab yang telah dikaitkan kepadanya oleh ‘Ali bin al-Musayyab mengenai sabda Nabi SAWAW ialah: Para imam selepasku di antaranya Mahdi ummat ini. Siapa yang berpegang kepada mereka selepasku, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada tali Allah. Hadith ini juga telah dikaitkan dengan al-Durasti dengan Ibn al-Muthanna yang bertanya kepada ‘Aisyah:”Berapakah khalifah Rasulullah SAWAW. ‘Aisyah menjawab:’Beliau (Rasulullah SAW) memberitahuku bahawa selepasnya dua belas khalifah.’ Aku bertanya: Siapakah mereka? Maka ‘Aisyah menjawab:’Nama-nama mereka tertulis di sisiku dengan imla Rasulullah SAWAW.’ Maka aku bertanya kepadanya: Apakah nama-nama mereka? Maka dia enggan memperkenalkannya kepadaku.’

Sayyid al-Bahrani juga mencatat sebahagian daripada buku-buku Ahlu s-Sunnah yang menyebutkan dua belas khalifah. Di antaranya Manaqib Ahmad bin Hanbal, Tanzil al-Qur’an fi Manaqib Ahlu l-Bait karangan Ibn Nu’aim al-Isfahani, Faraid al-Simtin karangan al-Hamawaini, Matalib al-Su’ul karangan Muhammad bin Talhah al-Syafi’i, Kitab al-Bayan karangan al-Kanji al-Syafi’i, Musnad al-Fatimah karangan al-Dar al-Qutni, Fadhail Ahlu l-Bait karangan al-Khawarizmi al-Hanafi, al-Manaqib karangan Ibn al-Maghazali al-Syafi’i, al-Fusul al-Muhimmah karangan Ibn al-Sibagh al-Maliki, Jawahir al-’Aqdain karangan al-Samhudi, Dhakha’ir al-’Uqba karangan Muhibbuddin al-Tabari, Mawaddah al-Qurba karangan Syihab al-Hamdani al-Syafi’i, al-Sawa’iq al-Muhriqah karangan Ibn Hajr al-Haithami, al-Isabah karangan Ibn Hajr al-’Asqalani, Musnad Ahmad bin Hanbal, Musnad Abi Ya’la al-Mausuli, Musnad Abi Bakr al-Bazzar, Mu’jam al-Tabrani, Jam’ al-Saghir karangan al-Suyuti, Kunuz al-Daqa’iq karangan al-Munawi dan lain-lain.

Aku berkata: Sesungguhnya riwayat-riwayat yang berbilang-bilang yang datang kepada kita menurut metod Ahlu s-Sunnah adalah sekuat dalil, dan hujjah yang paling terang bahawa sesungguhnya khalifah selepas Rasulullah SAWAW secara langsung ialah Imam Amiru l-Mukminin ‘Ali bin Abi Talib AS. Dan selepasnya ialah anak-anaknya sebelas imam yang maksum, pengganti Rasul dan para imam Muslimin satu selepas satu sehingga manusia ‘berhadapan’ dengan Tuhan mereka. Tiada seorangpun yang dapat mengingkari hadith-hadith yang sabit yang diriwayatkan menurut riwayat para ulama besar Ahlu s-Sunnah dan pakar-pakar hadith mereka, lebih-lebih lagi menurut riwayat Syi’ah. Kecuali cahaya pemikirannya telah dipadamkan dan dijadikan di hatinya penutup. Justeru itu ia adalah termasuk di dalam firmanNya di dalam (Surah al-Baqarah (2): 171)”Mereka itu bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.”Dan firmanNya (Surah al-Zukhruf(43): 36) “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah, Kami akan adakan baginya syaitan (yang menyesatkan), maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” Dan firmanNya (Surah al-Kahf(18):57)”Kami jadikan di hati mereka tutupan (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinga mereka, sekalipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, nescaya tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.”

Ini adalah disebabkan penentangan mereka kepada dalil yang terang dan nas yang zahir kerana fanatik, kufur, dan kedegilan mereka.

Muhammad bin Idris al-Syafi’i memperakui kesahihan apa yang kami telah menyebutkannya dengan syairnya yang masyhur:

Manakala aku melihat manusia telah berpegang kepada mazhab yang bermacam-macam di lautan kebodohan dan kejahilan,

Aku menaiki dengan nama Allah bahtera kejayaan mereka itulah Ahlu l-Bait al-Mustaffa penamat segala Rasul.

Pengiktirafan Syafi’i bahawa ‘Ali adalah imam dan selepasnya sebelas imam merupakan pengiktirafan yang besar daripada seorang imam mazhab empat. Dan ianya menjadi hujjah keimamahan dua belas imam maksum dari keluarga Rasulullah SAWW.


Ulama Sunni Syaikh Sulayman Al-Qunduzi Al-Balkhi Al-Hanafi dan Nama 12 Imam Yang Disebutkan Oleh Rasulullah (saww).

BAGIAN I

Selama ini banyak kalangan yang tidak mengetahui siapa sebenarnya Syaikh Sulaiman Al-Qunduzi Al-Balkhi Al-Hanafi, yang merupakan salah satu Ulama Sunni yang banyak mencatat riwayat-riwayat mengenai keutamaan Rasulullah (saww) dan Ahlul Bait (as). Dan anehnya, oleh kaum Nawashib, Syaikh Sulaiman Al-Hanafi dituduh sebagai Syiah, apa motif dibalik semua itu..? apakah kebiasaan kaum Naswahib yang suka menuduh seseorang yang banyak menulis keagungan Rasulullah (saww) dan Ahlul Bait (as) pada khususnya langsung mereka vonis sebagai Syiah!? hal ini tak jauh beda dengan Ibn Abil Hadid seorang bermazhab Mu’tazilah yang mereka katakan Syiah!

Nawashib harusnya sadar bahwa kedekilan otak mereka sampai detik ini bukanlah suatu yang asing, apakah mereka tidak malu dengan cara mereka yang suka menyembunyikan keterangan yang jelas bahkan terkadang memelintir sebuah riwayat atau membuangnya jika tidak sesuai dengan nafsu mereka..!?

Sayikh Sulaiman Al Hanafi adalah salah satu Mufti Agung Konstantinopel dan Ketua Kekhalifahan Utsmani, pusat islam Sunni pada masanya. Sangat tidak masuk akal jika dikatakan beliau sebagai Syiah dan apakah logis orang syiah menjadi mufti agung dalam kekahlifahan Ustmani tersebut? Sedangkan Ottoman sangat tidak suka dengan Syiah atau siapapun yang cenderung kepada Syiah!

Bahkan sejarah tidak mencatat adanya pengusiran atau tuduhan kepada Syaikh Sulaiman al Hanafi pada saat penulisan kitab beliau yang agung yaitu Yanabiul Mawaddah, jika memang beliau syiah maka pemerintahan Ottoman pasti akan menyingkirkannya.


Pandangan Sunni tentang Syaikh Sulaiman Al Qunduzi Al Balkhi Al Hanafi

Dalam Kitab الأعلام:
“(Al Qunduzi) (1220-1270H) (1805-1863 M) Sualyman putra dari Khuwajah Ibrahim Qubalan Al Husaini Al Hanafi Al Naqshbandi al Qunduzi : Seorang yang shaleh, berasal dari Balakh, wafat di kota Qustantinya, ia memiliki kitab “Yanabiul Mawaddah” yang berisi tentang keutamaan Rasulullah dan Ahlul Baitnya” (الأعلام, j.3, h.125).

Umar Ridha Kahalah mencatat dalam معجم المؤلفين:
Sulaiman Al Qunduzi (1220-1294 H) (1805-1877);
Sulaiman bin Ibrahim al Qunduzi al Balkhi al Husaini al Hasymi, seorang Sufi, kitabnya (karyanya) : Ajma al Fawaid, Musyriq al Akwan, Yanabiul Mawaddah….” (Muajam al Mualfiin, oleh Umar Ridha Kahalah, j. 4).

Ulama Sunni Ismail Basya Al Baghdadi (اسماعيل باشا البغدادي) dalam هدية العارفين Mencatat :
“Al Qunduzi – Sulayman ibn Khuwajah Qalan Ibrahim ibn Baba Khawajah al Qunduzi al Balkhi al Sufi Al Husaini, tinggal di Qustantinya, lahir pada tahun 1220 H dan wafat 1294″ (Hidyat al Arifin, j.1, h. 408)

Dalam ايضاح المكنون في الذيل على كشف الظنون Ismail Basya Al Baghdadi juga mencatat:
“Al Qunduzi – Sulayman bin Khawaja Qalan Ibrahim bin baba Khuwaja Al Qunduzi al Balkhi al Sufi al Husaini. Dia tinggal di Qustantiya, lahir pada 1220 H dan wafat tahun 1294 H. Karyanya : Jama’ Al Fawa’id, Masyriq al Akwan, Yanabiul Mawadah mengenai karakteristik Rasulullah (saww) dan hadis dari Ahlul Bait”.

Yusuf Alyan Sarkys mencatat dalam معجم المطبوعات العربية, j.1 h.586:
“Sulayman bin Khujah Qublan al Qunduzi al Balkhi. (kitabnya) Yanabiul Mawadah berisi Keutamaan Amirul Mu’minin Ali”.

Sangat aneh jika dikatakan bahwa Syaikh Sulayman yang bermazhab Hanafi ini di tuduh sebagai Syiah..! Kenyataannya beberapa ulama Sunni (Mazhab Hanafi) seperti :
1. Saim Khisthi al Hanafi dalam Musykil Kushah mengutip banyak Hadis dari Yanabiul Mawaddah yang disusun oleh Syaikh Sulaiman al Hanafi.
2. Dr. Muhamad Tahir ul Qadri (“Hub Ali” hal.28) mengacu pada Yanabiul Mawaddah ketika mengutip Hadis mengenai keutamaan Ahlul Bait (as).
3. Mufti Ghulam Rasul (Hasab aur Nasab, j.1 h.191, London) juga mengacu pada Yanabiul Mawadah ketika mengutip hadis keutamaan Ahlul Bait (as).

Jika memang Syaikh Sulayman Al Hanafi dikatakan Syiah oleh kaum Nawashib lalu apakah beberapa ulama terkemuka Mazhab Hanafi yang disebutkan diatas begitu bodoh atau buta huruf hingga mereka mengutip catatan ulama Syi’ah (yg kata mereka jgn percaya sama syiah) bagi para pembaca Sunni ?

Alasan paling dasar dibalik “pengecapan” dengan menyatakan figur yang sebenarnya Sunni sebagai Syiah oleh kaum Nawashib adalah karena ulama sejati seperti Syaikh Sulayman Al Hanafi dianggap berpihak kepada Syiah hanya karena banyak mencatat hadis Rasulullah (saww) yang mana riwayatnya banyak dianggap sesuai dengan keyakinan Syiah..!

BAGIAN II

Syaikh Sulayman Al Qunduzi Al Hanafi Mencatat Nama-Nama Para Imam Yang Harus Di ikuti Setelah Rasulullah Saww Dalam Kitabnya Yanabiul Mawaddah.

Yanabiul Mawaddah (j.3, h.100-101) dan Yanabiul Mawaddah (j.3 h.284, Tahqiq oleh Sayyid Ali Jamali Asyraf Al Husayni), riwayat dari Jabir al-Anshari (ra) berkata:
Jundal bin Janadah berjumpa Rasulullah (saww) dan bertanya kepada beliau beberapa masalah. Kemudian dia berkata:
Riwayat seperti diatas tidak hanya satu dalam kitab Yanabiul Mawaddah, namun ini sudah cukup sebagai bukti bahwa nama para Imam Ahlul Bait telah dijelaskan oleh Rasulullah (saww) dan tercatat dalam Kitab Sunni sendiri.
Beritahukan kepadaku wahai Rasulullah tentang para washi anda setelah anda supaya aku berpegang kepada mereka.
Beliau (saww) menjawab: “Washiku dua belas orang.”
Lalu Jundal berkata: “Begitulah kami dapati di dalam Taurat.”
Kemudian dia berkata: “Namakan mereka kepadaku wahai Rasulullah.”
Maka Beliau (saww) menjawab:
“Pertama adalah penghulu dan ayah para washi adalah Ali. Kemudian dua anak lelakinya Hasan dan Husain. Berpeganglah kepada mereka dan janganlah kejahilan orang-orang yang jahil itu memperdayakanmu. Kemudian Ali bin Husain Zainal Abidin, Allah akan mewafatkan (Ali bin Husain) dan menjadikan air susu sebagai minuman terakhir di dunia ini.”
Jundal berkata:
“Kami telah mendapatinya di dalam Taurat dan di dalam kitab-kitab para Nabi (as) seperti Iliya, Syibra dan Syabir. Maka ini adalah nama Ali, Hasan dan Husain, lalu siapa setelah Husain..? siapa nama mereka..?”
Berkata (Rasulullah) saww:
Setelah wafatnya Husain, imam setelahnya adalah putranya Ali dipanggil Zainal Abidin setelahnya adalah anak lelakinya Muhammad, dipanggil al-Baqir. Setelahnya anak lelakinya Ja’far dipanggil al-Shadiq. Setelahnya anak lelakinya Musa dipanggil al-Kadzim. Setelahnya anak lelakinya Ali dipanggil al-Ridha. Setelahnya anak lelakinya Muhammad dipanggil al Taqy Az Zaky. Setelahnya anak lelakinya Ali dipanggil al-Naqiy al-Hadi. Setelahnya anak lelakinya Hasan dipanggil al-Askari. Setelahnya anak lelakinya Muhammad dipanggil al-Mahdi al-Qa’im dan al-Hujjah. Beliau ghaib dan akan keluar memenuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana itu dipenuhi dengan kefasadan dan kezaliman. Alangkah beruntungnya bagi orang-orang yang bersabar semasa ghaibnya. Dan alangkah beruntungnya bagi orang-orang yang bertaqwa terhadap Hujjah mereka. Dan mereka itulah orang yang disifatkan oleh Allah di dalam firmanNya “Petunjuk bagi mereka yang bertaqwa yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib.”(1) Kemudian beliau membaca “Maka sesungguhnya partai Allah itulah yang pasti menang.”(2) Beliau bersabda : Mereka adalah dari partai Allah (hizbullah).”

Referensi:
[1]. Surah al-Baqarah (2) : 2-3
[2]. Surah al-Mai’dah (5) :56


Para Imam Ahlulbait as. adalah pewaris kepemimpinan kenabian mereka adalah hujjah-hujjah Allah di atas bumi…. Mereka adalah adillâ’u Ilal Khair/penunjuk jalan menuju kebaikan dunia dan akhirat mengkuti bimbingan para Imam Ahlulbait as. akan menjamin kebahagian umat manusia dalam berbagai kesempatan, para Imam as. mencurahkan perhatian mereka terhadap umat Rasulullah saw. secara umum dan kepada para pecinta dan pengkut secara khusus.

Adalah sebuah realita yang tak terbantahkan bahwa ternyata di tengah-tengah umat Islam, ada sekelompok yang berkiblat, meyakini imamah para imam Ahlulbait as. dan menjadikan mereka sebagai rujukan dalam segala urusan agama , mereka itu adalah Syi’ah Ahlulbait/para pengikut Ahlulbait as. eksistenti mereka selalu digandengakan dengan nama Ahlulbait as.

Untuk mereka, para imam suci Ahlulbait as. memberikan perhatian khusus mereka dalam membimbing mereka untuk merealisasikan Islam dengan segenap ajarannya yang paripurna dan kâffah, baik dalam ibadah maupun akhlak dan etika pergaulan.

Dalam artikel ini saya mencoba menyajikan untuk Anda irsyâd dan didikan para imam suci Ahlulbait as. untuk Syi’ah mereka, agar dapat diketahui batapa agung dan mulianya bimbingan mereka as.


Jadilah Kalian Sebagai Penghias Kami

Dalam sabda-sabda mereka, para Imam suci Ahlulbait as. meminta dengan sangat dari Syi’ah agar menjadi penghias bagi para imam dan tidak mencoreng nama harus mereka. Apabila mereka menyandang akhlak islami, beradab dengan didikan para imam pasti manusia akan memunji para imam Ahlulbait sebagai pembimbing yang telah mampu mencetak para pengikut yang berkualitas, mareka pasti akan mengatakan alangkah mulianya didikan para imam Ahlulbait itu terhadap Syi’ah mereka! Begitu juga sebailnya, apabila manusia menyaksikan keburukan sifat dan sikap serta perlakuan, maka mereka akan menyalahkan Ahlulbait as. dan mungkin akan menuduh para imam telah gagal dalam membina para Syi’ah mereka.

Sulaiman ibn Mahrân berkata, “Aku masuik menjumpai Imam Ja’far ibn Muhammad ash Shadiq as., ketika itu di sisi beliau ada beberapa orang Syi’ah, beliau as. bersabda:

معاشِرَ الشيعَةِ! كونُوا لنا زينًا وَ لاَ تكونوا علينا شَيْنًا، و احفَظُوا أَلْسِنَتَكُمْ و كُفُّها عن الفُضُولِ و قُبْحِ القولِ.

“Wahai sekalian Syi’ah! Jadilah kalian penghias bagi kami dan jangan jadi pencoreng kami. Katakan yang baik-baik keada manusia, jagalah lisan-lisan kalian, tahanlah dia dari kelebihan berbicara dan omongan yang jelak.” [1]

Dalam sabda beliau di atas, Imam Ja’far menekankan pentingnya menjadi penghias bagi Ahlulbait as., hal demikian tidak berarti bahwa Ahlulbait as. akan menyandang kemulian disebabkan kebaikan Syi’ah mereka, akan tetapi lebih terkait dengan penilaian manusia tentang mereka yang biasa menilai seorang pemimpin melalui penilaian terhadap para pengikutnya. Imam Ja’far as. menekankan pentinghnya bertutur kata yang baik dan manjaga lisan dari berbicara jelak.

Dalam hadis lain, Imam Ja’far as. bersabda:

يا معشرَ الشيعَةِ! إِنَّكُمْ نُسِبْتُمْ إلينَا، كونوا لنا زينًا وَ لاَ تكونوا علينا شَيْنًا

“Hai sekalian Syi’ah! Sesungguhnya kalian telah dinisbatkan kepada kami, jadilah penghias bagi kami dan jangan menjadi pencorang!” [2]

Dalam sabda lain beliau berkata:

رَحِمَ اللهُ عَبْدًا حَبَبَنَا إلى الناسِ لا يُبَغِّضُنا إليهِمْ. وايمُ اللهِ لَوْ يرْوونَ مَحاسِنَ كلامِنا لَكانوا أَعَزَّ، و ما استَطاعَ أَحدٌ أَنْ يَتَعَلَّقَ عليهِمْ بشيْئٍ.

“Semoga Allah merahmati seorang yang mencintakan kami kepada manusia dan tidak membencikan kami kepada mereka. Demi Allah andai mereka menyampaikn keindahan ucapan-ucapan kami pastilah mereka lebih berjaya dan tiada seorangpun yang dapt bergantung atas (menyalahkan) mereka dengan sesuatu apapun.”[3]

Dalam salah satu pesannya melalui sahabat beliau bernama Abdul A’lâ, Imam Ja’far bersabda:

يَا عبدَ الأعلى … فَأَقْرَأْهُمْ السلام و رحمة الله و قل: قال لكم: رَحِمَ اللهُ عبْدًا اسْتَجَرَّ مَوَدَّةَ الناسِ إلى نفسِهِ و إلينا بِأَنْ يُظْهِرَ ما يَعْرِفُونَ و يَكُفَّ عنهُم ما يُنْكِرُونَ.

“Hai Abdul A’lâ… sampaikan salam kepada mereka (syi’ahku) dan katakana kepada mereka bahwa Ja’far berkata keada kalian, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang menarik kecintaan manusia kepada dirnya dan keada kami dengan menampakkan apa-apa yang mereka kenal dan menahan dari menyampaikan apa-apa yang tidak mereka kenal.”[4]


Wara’ dan Ketaqwaan

Tidak kita temukan wasiat yang paling ditekankan para imam suci Ahlulbait as. untuk Syi’ah mereka seperti ketaqwaan dan wara’. Syi’ah adalah mereka yang mengikuti dan bermusyâya’ah kepada Ahlulbait as.. Dan mereka yang paling berpegang teguh dengan ketaqwaan dan wara’lah yang paling dekat dan paling istimewa kedudukannya di sisi Ahlulbait as., sebab inti kesyi’ahan adalah mengikuti, beruswah dan meneladani. Maka barang siapa hendak mengikuti dan meneladani Ahlulibat as. tidak ada jalan untuk itu selain ketaatan kepada Allah SWT. bersikap wara’ dan bertaqwa.

Abu Shabâh al Kinani berkata, “Aku berkata kepada Abu Abdillah (Imam Ja’far) as. ‘Di kota Kufah kami diperolok-olokkan karena (mengikuti tuan), kami diolok-olok ‘Ja’fariyah’. Maka Imam murka dan bersabda:

إنَّ أصحابَ جعفر مِنكُم لَقليلٌ، إنما أصحابُ جَعْفَر مَنْ اشْتَدَّ وَرَعُهُ و عَمِلَ لِخالِقِهِ.

“Sesungguhnya pengikut Ja’far di antara kalian itu sedikit. Sesungguhnya pengikut ja’fa itu adalah oran yang besar kehait-hatiannya dan berbuat untuk akhiratnya.’”[5]

Syi’ah adalah mereka yang telah menjadikan manusia-manusia suci pilihan Allah SWT sebagai panutan mereka. Para imam itu adalah hamba-hamba Allah yang telah mencapai derajat yang sangat tinggi di sisi Allah disebabkan ketaqwaan mereka, maka dari mereka yang mengikuti para imam Ahlulbait as. itu adalah yang paling berhak menghias diri mereka dengan ketaqwaan dan wara’.

Bassâm berkata, “Aku mendengar Abu Abdillah as. bersabda:

إنَّ أَحَقَّ الناسِ بالورعِ آلُ محمدٍ و شِيْعَتُهُم

“Yang paling berhak bersikap wara’ adalah keluarga Muhammad dan Syi’ah mereka.”[6]

Dan berkat didikan para imamsuci Ahlulbait as., maka sudah seharusnyaSyi’ah Ahlulbait adalah seperti yang disabdakan Imam Ja’far as.:

شيعتُنا أهلُ الورعِ و الإجتهادِ، و أهلُ الوقارِ و الأمانَةِ، أهلُ الزهدِ و العبادَةِ. أصحابُ إحدَى و خمسونَ رَكْعَةً في اليومِ و الليلَةِ، القائمونَ بالليلِ، الصائمونَ بالنهار، يَحِجُّونَ البيتَ… و يَجْتَنِبونَ كُلَّ مُحَرَّمٍ.

“Syi’ah kami adalah ahli/penyandang wara’ dan bersungguh-sungguh dalam ibadah, pemilik ketenangan/keanggunan dan amanat, penyandang zuhud dan getol beribadah. Pelaksana shalat lima puluh satu rakaat dalam sehari sealam. Berdiri (mengisi malam dengan shalat) puasa di siang hari dan berangkat haji ke tanah suci… dan mereka menjauhkan dri dari setiap yang haram.”[7]

Imam Ja’far as. bersabda:

و اللهِ ما شيعَةُ علي (عليه السلام) إلاَّ مَنْ عَفَّ بطنُهُ و فرْجُهُ، و عمل لِخالقِهِ، و رجَا ثوابَهُ، و خافَ عقابَهُ.

“Demi Allah, tiada Syi’ah Ali as. kecuali orang yang menjaga perutnya dan kemaluannya, berbuat demi Tuhannya, mengharap pahala-Nya dan takut dari siksa-Nya.”[8]

Dalam sabda lain Imam Ja’far as. bersabda mengarahkan Syi’ah beliau:

يا شِيْعَةَ آلِ محمَّدٍ، إنَهُ ليسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَملكْ نفسَهُ عندَ الغضَبِ، و لَمْ يُحسِنْ صُحْبَةَ مَن صحِبَهُ، و مرافَقَةَ مَن رافقَهُ، و مصالَحَةَ مَن صالَحَهُ.

“Wahai Syi’ah Âli (keluarga) Muhammad, sesungguhnya bukan dari kami orang yang tidak menguasai nafsunya disaat merah, tidak berbaik persahabatan dengan orang yang ia temani, dan tidak berbaik kebersamaan dengan orang yang bermasa dengannya serta tidak berbaik shulh dengan oranf yang berdamai dengannya.” [9]

Para Imam Ahlubait as. tidak puas dari Syi’ah mereka apabila di sebuah kota masih ada orang selain mereka yang lebih berkualitas. Syi’ah Ahlulbait as. harus menjadi anggota masyarakat paling unggul dalam berbagai kebaikan. Imam Ja’far as. bersabda:

ليسَ مِنْ شيعَتِنا مَنْ يكونُ فِيْ مِصْرَ، يكونُ فيْهِ آلآف و يكون في المصرِ أورَعُ منهُ.

“Tidak termasuk dari Syi’ah kami seorang yang betinggal di sebuah kota yang terdiri dari beribu-ribu masyarakat, sementara di kota itu ada seorang yang lebih wara’ darinya.” [10]

Dengan berwilayah, mengakui imamah Ahlulbait as. dan mengikuti ajaran mereka, Syi’ah benar-benar berada di atas jalan yang mustaqîm dan di atas agama Allah SWT. Jadi dari sisi keyakinan dan I’tiqâd mereka sudah berasa di atas kebenaran, sehingga yang petning sekarang bagi mereka adalah memperbaikit kualitas amal dan akhak mereka. Kulaib ibn Mu’awiyah al Asadi berkata, “Aku mendengar Abu Abdillah (Imam Ja’far) as. bersabda:

و اللهِ إنَّكُمْ لَعلَى دينِ اللهِ و دينِ ملآئكَتِهِ فَأَعِيْنُونِيْ بورَعٍ و اجتهادٍ. عليكُمْ بصلاةِ الليلِ و اعبادَةِ، عليكم بالورعِ.

“Demi Allah kalian benar-benar berada di atas agama Allah dan agama para malaikat-Nya, maka bantulah aku dengan wara’ dan kesungguh-sungguhan dalam ibadah. Hendaknya kalian konsisten shalat malam, beribadah. Hendaknya kalian konsisten berpegang dengan wara’.” [11]

Memelihara hati agar selalu ingat kepada Allah SWT.; perintah dan larangan-Nya juga menjadi sorotan perhatian parta imam suci Ahlulbait as.

Penulis kitab Bashâir ad Darâjât meriwayatkan dari Murâzim bahwa Imam Zainal Abidin as. bersabda kepadanya:

يا مرازِم! ليسَ مِن شيعَتِنا مَنْ خَلاَ ثُمَّ لَمْ يَرْعَ قَلْبَهُِ

“Hai Murâzim, bukan dari Syi’ah kami seorang yang menyendiri kemudian ia tidak menjaga hatinya.”[12]

Diriwayatkan ada seseorang berkata kepada Imam Hsain as., “Wahai putra Rasulullah, aku dari Syi’ah kamu.” Maka Imam bersabda:

إنَّ شِيْعَتَنا مَنْ سَلِمَتْ قلوبُهُم من كُلِّ غِشٍّ و غِلِّ و دَغْلٍ.ُ

“Syi’ah kami, adalah orang-oarng yang hati-hati mereka selamat/bersih dari segala bentuk pengkhianatan, kedengkian dan makar.”[13]

Imam Ja’far as. juga bersabda:

ليسَ مِنْ شيعَتِنا مَن قال بلسانِهِ و خالفَنا في أعمالِنا و آثارِنا، لَكِنْ شيعتُنا مَنْ وافقَنا بلسانِهِ و قلبِهِ و تَب~عَ أثارَنا وَ عمِلَ بِأَعمالِنا. أولئكَ شيعتُنا.

“Bukan termasuk Syi’ah kami orang yang berkata dengan lisannya namun ia menyalahgi kami dalam amal-amal dan tindakan kami. Tetapi Syi’ah kami adalah orang yang menyesuai kami dengan lisan dan hatinya dan mengikuti tindakan-tindakan kami serta beamal dengan amal kami. Mereka itulah Syi’ah kami.”

Hadis di atas adalah pendefenisian yang sempurna siapa sejatinya Syi’ah Ahlulbiat itu, dan sekaligus membubarkan angan-angan dan klaim-klaim sebagian yang mengaku-ngaku sebagai Syiah sementara dari sisi ajaran tidak mengambil dari Ahlulbait as. dan dalam beramal tidak menteladani Ahlulbait as. Semoga kita digolongkan dari Syi’ah Ahlulbait yang sejati. Amin.


Semangat Beribadah.

Ciri lain yang seharusnya terpenuhi dapa Syi’ah Ahlulbait as. adalah bergeloranya semangat beribadah kepada Allah SWT. mengisi hari-hari mereka dengan mendekatkan diri kepada Allah, drengan bersujud, menangisi kesahalan dan dosa-dosa yang dikerjakannya dan kekurangan serta keteledorannya, membaca Alqu’an al Karim.

Dalam sebuah sabdanya, Imam al baqir as. bersabda kepada Abu al Miqdâm:

… إِذا جَنَّهُمُ الليلُ اتَّخَذُوا الأرْضَ فِراشًا، و استقلُُّوا الأرضَ بِجِباهِهِمْ ، كثيرٌ سجودُهُم ، كثيرَةٌ دموعُهُمْ، كثيرٌدعاؤُهُم ، كثيرٌ بكاؤُهُمْ ، يَفْرَحُ الناسُ و هُمْ يَحْزَنونَ.

“…jika malam menyelimuti mereka, mereka menjadikan tanah sebagai hamparannya, dan meletakkan dahi-dahi mereka ke bumi. Banyak sujudnya, deras air matanya, banyak doanya dan banyak tangisnya. Orang-orang bergembira sementara mereka bersedih.”[14]

Imam Ja’far as. bersabda:

شيعتُنا أهلُ الورعِ و الإجتهادِ ، و اهلُ الوفاء و الأمانةِ، و أهل الزهدِ و العبادةِ، أصحابُ إحدِىَ و خمسينَ ركعَةً في اليومِ و الليلَةِ، و القَائِمُونَ باللَّيلِ، الصائِمونَ بالنهارِ ،يُزَكُّوْنَ أَموالَهُمْ ، و يَحِجُّوْنَ البيتَ و يَجْتَنِبُوْنَ كُلَّ مُحَرَّمٍ.

“Syi’ah kami adalah ahli (penyandang) wara’, dan kesungguh-sungguhaa dalam ibadah, ahli menepati janji dan amanat, ahli zuhud dan ibadah, ahli (pelaknasa) salat lima puluh sau raka’at dalam sehari, bangun di malam hari, puasa di siang hari, menzakati hartanya, melaksanakan haji, dan menjauhkan diri dari setiap yang diharamkan.”[15]


Rahib Di Malam Hari Dan Singa Di Siang Hari

Nauf, -seorang sahabat Imam Ali as.- mensifati kenangan indahnya bersama Imam Ali as. ketika menghidupkan malamnya di atas atap rumah dengan shalat… Imam Ali as. menatap bintang- gemintang di langit seakan sedih, kemudian beliau bertanya kepada Nauf, “Hai Nauf, apakah engkap tidur atau bangun?” Aku terjaga. Jawab Nauf. Lalu beliau bersabda:

أَ تَدْرِيْ مَنْ شيعتِيْ؟ شيعتِيْ الذُبْلُ الشِفاهِ، الخُمْصٌ البُطُونِ، الذي تُعْرَفُ الرَّهْبانِيَّةُ و الربانية في وُجُوهِهِمْ، رهبانٌ بالليلِ ، أسَدٌ بالنهارِ، إذا جّنَّهُم الليلُ اتَّزَرُوا على أوساطِهِمْ و ارْتَدَوْا على أطرافِهِمْ، و صَفُّوا أقدامَهُمْ و افترشُوا جناهَهُمْ، تَجْرِي الدموعُ على خدودِهِم، يَجْأَرونَ إلى اللهِ فكتكِ رقَبَتِهِمْ مِنَ ، أمَّا الليلُ فَحُلماءُ علماؤ أبرارٌ أتقِياءُ.

“Hai Nauf, tahukan engkau siapa Syi’ahku? Syi’ahku adalah yang layu bibir-bibr mereka, cekung perut-perut mereka, penghambaan dan rabbaniyah dikenal dari wajah-wajah mereka. Mereka adalah para rahib di malam hari, dan singa di siang hari. Jika malam telah menyelimuti mereka, mereka mengencangkan kain ikatan (baju) mereka, mereka berkain di atas pundak mereka, mereka merapatkan kaki-kaki mereka, mereka meletakkan dahi-dahi mereka. Air mata mereka mengalir di atas pipi-pipi mereka, mereka meraung-raung memohon kepada Allah agar dibebaskan dari siksa neraka. Adapun di siang hari mereka adalah orang-orang yang dingin hatinya, pandai, baik-baik dan bertaqwa.”[16]

Sungguh indah gambaran yang dilukiskan Imam Ali as. bagi Syi’ah beliau as. para rahib di malam hari, dan singa di siang hari. Ia adalah ungkapan yang sangat tepat yang menggambarkan kondisi serasi dalam mengombinasikan aktifitas kehidupan mereka. Mereka menguasa mala-malam taktaka kegelapan telah menyelimuti angkasa. Kamu saksikan mereka meletakkan dahi-dahi kerendahan di hadapan Sang Khaliq dalam keadaan khusyu’ dan penuh penghambaan. Mereka meraung-raung menangis mengharap ampunan Allah dan kebebasan dari belenggu ap neraka.

Dan ketika siang datang menyinari bumi, berubalah mereka menjadi para pendekar di ddalam arena perjuangan kehidupan… mereka adalah ulama yang meresap ilmu dan ma’rifahnya tentang Allah SWT…. mereka adalah berhati dingin, pemaaf, bertaqwa dan penyabar serta berjuang tak kenal lelah.

Dzikir dim ala hari, ketaqwaan dan perjuangan dim ala hari… kebuah komposisi seimbang bagi kepribadian seorang Muslim Mukmin yang ideal. Itulah Syi’ah Ali as.!

Referensi:
[1] Amâli ath Thûsi,2/55 dan Bihar al Anwâr,68/151.
[2] Misykât al Anwâr:67.
[3] Ibid.180.
[4] Bihal al Anwâr,2/77.
[5] Al Bihar,68/166.
[6] Bisyâratul Mushthafa:17.
[7] Al Bihâr,68/167.
[8] Ibid.168.
[9] Ibid.266.
[10] Ibid.164.
[11] Bisyâratul Mushthafa:55 dan 174, dan Al Bihâr,68/87.
[12] Bashâir ad Darajât:247 darinya al Bihâr,68/153.
[13] Al Bihâr,68/164.
[14] Al Khishâl,2/58 darinya al Bihâr,68/1490-150.
[15] Shifâtusy Syi’ah:2 dari al Bihâr,68/167 hadis 33.
[16] Al Bihâr,68/191.

(Syiahali/Menggapai-Kebenaran/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: