Putra Rasulullah Saw
Pada masa Imam Ketujuh kita, Imam Musa al-Kazim As, penguasa yang memerintah ketika itu adalah seorang penguasa yang keji dan kejam yang bernama Harun, yang tidak mendengarkan saran dan nasihat Imam Musa al-Kazim As.Suatu hari, Harun ar-Rasyid datang berkunjung ke Madinah tempat Imam Musa berkediaman. Manakala ia pergi ke makam Rasulullah Saw, ia berkata, “Salam padamu Ya Rasulullah! Salam padamu wahai saudara sepupu.”Harun ar-Rasyid berkata demikian lantaran ia hendak menunjukkan kepada orang-orang bahwa ia layak menjadi khalifah karena datuknya adalah Abbas, paman Rasulullah Saw.Imam Musa As juga hadir di masjid kala itu dan ia pergi ke makam Rasulullah Saw dan berkata, “Salam padamu wahai Rasulullah! Salam padamu wahai ayah.”Imam Musa As ingin mengingatkan si khalifah bahwa yang paling dekat hubungan kekerabatannya dengan Rasulullah Saw adalah dirinya. Ketika Harun melihat hal ini, ia menjadi sangat marah dan iri kepada Imam Musa. Ia kemudian menangkapnya dan membawanya dari Madinah ke sebuah penjara di Basra.Imam Musa As merupakan seorang yang sangat berbudi baik dan bertutur kata yang halus serta santun kepada setiap orang, bahkan kepada Yahya yang menjaganya dalam penjara.Segera Yahya merasa sedih dan bersalah lantaran menahan orang baik seperti itu dalam penjara. Ia mulai berbaik hati kepada Imam Musa As.Harun ar-Rasyid mengetahui hal ini dan memindahkan Imam ke penjara lainnya di bawah seorang penjaga yang baru.Sekali lagi, Imam Musa As, melalui perilaku santun dan budiman, membuat orang-orang tahanan penjara merubah sikap dan perasaan mereka terhadapnya.
Sumber Rujukan: Jawadi, Nuqasy-e Ismat, hal. 475.
Imam Musa al-Kazim As bersua dengan Abu Hanifah.
Suatu hari, kala Imam Ketujuh kita, Imam Musa al-Kazim yang masih berusia 5 tahun, salah seorang murid ayahnya yang bernama Abu Hanifah datang berkunjung untuk bertanya beberapa masalah kepada ayah Imam Musa al-Kazim As.Imam Keenam kita, ayah Imam Musa al-Kazim, Imam Ja’far as-Sadiq sedang sibuk bersama dengan tamunya yang lain dan Abu Hanifah menunggu untuk beberapa waktu.Lalu, ia melihat Imam Musa al-Kazim As sedang bermain dengan seekor binatang. Ia berkata kepada binatang tersebut, “Bersujudlah kepada Allah yang telah menciptakanmu.”Abu Hanifah bertanya-tanya apakah si bocah belia ini akan menjadi Imam selanjutnya. Ia memutuskan untuk bertanya kepada Imam Musa al-Kazim As beberapa pertanyaan. Abu Hanifah berkata kepada Imam belia, “Bolehkah aku ajukan sebuah pertanyaan kepadamu?”Lalu Imam Musa al-Kazim berdiri dan dengan mantap berkata kepada Abu Hanifa, silahkan ajukan pertanyaan apa pun yang engkau sukai?”Kemudian Abu Hanifah mengajukab sebuah pertanyaan yang telah membuatnya kebingungan. Ia bertanya, “Apakah seluruh perbuatan manusia terlaksana dari kebebasannya atau berada dalam kendali Tuhan dan membuatnya melakukan hal itu (terpaksa)?Imam Musa al-Kazim menjawab bahwa ada tiga kemungkinan di balik pertanyaan ini:1. Allah Swt memaksanya untuk melakukan sebuah perbuatan.2. Antara Allah Swt dan manusia bertanggung jawab atas perbuatan itu.3. Manusia melakukannya sendiri, dalam rangkuman kebebasannya. Imam Musa al-Kazim As menjelaskan:Apabila kemungkinan atau anggapan pertama benar maka manusia tidak seyogyanya diadili pada Hari Hisab dan dikirim ke surga atau neraka, lantaran ia tidak pantas mendapatkan hal itu. Manusia tidak bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Anggapan ini tidaklah demikian adanya.Apabila kemungkinan dan anggapan kedua benar bahwa antara Allah Swt dan manusia keduanya harus diadili pada Hari Hisab. Anggapan ini juga tentu saja tidak masuk akal.Kemudian, tersisa kemungkinan dan anggapan yang ketiga dan menjadi anggapan satu-satunya yang tersisa. Anggapan yang benar adalah anggapan yang ketiga, lantaran manusia telah diberikan kebebasan setelah menerima bimbingan dan tuntunan tentang apa yang baik dan apa yang buruk.Abu Hanifah berujar bahwa alangkah luar biasanya rumah tangga seperti ini. Bahkan bocah kecil sekalipun dapat menjawab dan memberikan kepuasan atas kumpulan beberapa pertanyaan!Ia berkata bahwa tidak perlu lagi ia bersua dengan Imam Keenam, Imam Ja’far Sadiq As, dan ia kembali ke rumahnya setelah mendapatkan jawaban dari Imam Musa Kazim As.
Sumber Rujukan: Majlisi, Biharul Anwar, bag. Keutamaan Imam Musa al-Kazim As.
Mutiara Hadis dari Imam Musa al-Kazim As:
“Seburuk-buruknya manusia adalah orang yang memiliki dua wajah (munafik) dan dua lisan. Ia memuji saudaranya Muslim ketika di hadapannya akan tetapi menghibahnya tatkala di belakangnya tatkala ia tidak hadir. Jika saudaranya menerima sesuatu yang baik ia merasa iri dan dengki kepadanya dan tatkala ia terhimpit kesulitan, ia meninggalkannya.” Biharul Anwar, vol. 78, hal. 310.
Kami ucapkan belasungkawa kepada Anda pecinta kebebasan atas datangnya hari syahadah, Imam Musa al-Kazhim As, 25 Rajab 1428 H.
Perdana Menteri
Imam Ketujuh kita, Imam Musa al-Kazim As, memberikan dorongan kepada sahabat-sahabatnya yang cakap dan mampu untuk ikut serta dalam pemerintahan. Dengan cara demikian, mereka akan dapat membantu Syi’ah dengan diam-diam, yang banyak menghadapi kesulitan pada masa itu. Salah seorang pengikut Imam Musa al-Kazim As yang bernama Ali bin Yaqtin menjadi seorang yang sangat berpengaruh pada istana Khalifah Harun al-Rasyid. Ali bin Yaqtin menjabat sebagai perdana menteri Khalifah Harun al-Rasyid.Ali biasa menggunakan kekuasaannya untuk membantu Syi’ah dan Imam Musa al-Kazim As manakala ia mampu. Harun al-Rasyid tidak mengetahui perihal ini, kalau tidak ia tentunya akan sangat murka dan boleh jadi akan membunuh Ali bin Yaqtin.Suatu hari, khalifah menerima sebuah jubah yang sangat mahal dan ia memberikannya kepada perdana menterinya, Ali bin Yaqtin sebagai hadiah. Ali mengirim jubah tersebut kepada Imam Musa al-Kazim As sebagai hadiah lantaran jubah itu sangat indah dan menarik.
Namun kemudian, salah seorang budak Ali bin Yaqtin tidak sepakat dengannya dan berpikir untuk menjerembabkan Ali bin Yaqtin ke dalam masalah. Lalu ia pergi menghadap ke khalifah dan melaporkan bahwa Ali bin Yaqtin merupakan pengikut Imam Musa al-Kazim. Ketika Harun meminta sejumlah bukti, budak tersebut berkata bahwa ia sendiri memberikan hadiah yang mahal itu kepada Imam Musa al-Kazim hadiah yang diberikan oleh khalifah kepada Ali bin Yaqtin.Harun sangat gusar mendengarkan laporan budak tersebut. Ia kemudian dengan segera memanggil Ali bin Yaqtin dan bertanya kepadanya mengapa ia tidak menggunakan jubah pemberiannya itu.Ali bin Yaqtin menjawab bahwa ia tidak mengenakannya lantaran ia tidak ingin jubah mahal itu ternodai kotoran, oleh karena itu ia membungkusnya dengan rapi dan menyimpannya pada sebuah kotak di rumahnya. Harun menuntut untuk melihatnya dan Ali bin Yaqtin mengutus seseorang untuk mengambilnya di kediamannya. Ketika Harun melihat jubah tersebut, murkanya kepada Ali bin Yaqtin sirna. Ia puas menyaksikan bahwa perdana menterinya ini merupakan orang yang setia kepadanya. Budak yang licin itu, tentu saja, mendapatkan hukuman dan deraan yang keras dari khalifah.
Sumber Rujukan:Jawadi, Nuqasy-e Ismat, hal. 475.
Mutiara Hadis dari Imam Musa al-Kazim As:
“Allah Swt telah melarang surga dari orang-orang yang menggunakan bahasa kotor dan kasar. Orang yang menggunakan bahasa kotor dan kasar adalah orang yang tidak peduli atas apa yang dikatakannya atau apa yang dikatakan oleh orang lain terhadapnya.” Tuhaful Uqul, hal. 394.
Kami ucapkan belasungkawa kepada Anda pecinta kebebasan atas datangnya hari syahadah, Imam Musa al-Kazhim As, 25 Rajab 1428 H.
Nilai Sikap Santun.
Pada masa Imam Ketujuh, terdapat seorang miskin, seorang peladang yang tidak terdidik berlaku sangat kasar kepada Imam Musa al-Kazim As, manakala ia melihatnya.Tanpa memandang betapa kasar orang ini, Imam Musa As tidak pernah merasa gusar dan tidak pernah berkata kasar sebagai balasan atas orang itu.Para sahabat Imam Musa bermaksud untuk menghajar orang itu, akan tetapi Imam tidak membolehkan mereka melakukan hal itu. Imam Musa Kazim As berkata kepada mereka bahwa ia sendirilah yang akan mengajar orang itu.Suatu hari Imam Musa As menunggangi kudanya bertolak menuju ladang tempat orang yang kasar itu bekerja. Tatkala ia melihat Imam Musa As, ia menghentikan kerjanya dan berkacak pinggan, bersiap-siap untuk berlaku kasar kembali. Imam turun dari kudanya dan maju mendekat orang tersebut dan memberikan salam dan senyum bersahabat kepadanya. Imam Musa As berkata kepadanya bahwa ia hendaknya tidak terlalu banyak bekerja sendiri dan ladang yang ia miliki merupakan ladang yang baik. Imam bertanya kepadanya ihwal berapa banyak yang ia harapkan untuk ia terima ketika menuai hasil ladangnya.Si peladang menjadi sangat kaget pada sikap santun dan ketulusan Imam. Ia berpikir sesaat, dan ia kemudian berkata bahwa ia mengharapkan 200 keping emas dari tanah garapannya ini. Imam Musa As merogoh sebuah kantong dan menyerahkan kepada si peladang bahwa dalam kantung uang tersebut terdapat 300 keping emas, lebih dari nilai hasil ladang garapanmu. Imam Musa As berkata kepada orang itu untuk mengambil uang itu dan juga tetap memiliki hasil garapan. Dan ia berharap untuk mendapatkan lebih banyak dari itu.Tatkala ia mendapatkan perlakuan yang demikian baik dan santun, si peladang kasar itu menjadi sangat malu kepada dirinya dan meminta kepada Imam Musa As untuk memaafkannya. Setelah itu, manakala peladang kasar itu melihat Imam Musa As, ia segera menyapa Imam Musa As dengan santun. Para sahabat Imam Musa As sangat takjub akan perilaku orang tersebut.Suatu hari Imam melintas di hadapan seorang miskin. Ia menyapanya dengan sopan dan berbicara dengannya selama beberapa menit., menanyakan apakah ia baik-baik saja.Tatkala Imam Musa As akan pergi, ia berkata kepada orang miskin tersebut kalau-kalau ada yang dapat dilakukan untuk orang itu, ia akan melakukannya. Para pengikut Imam Musa As melihat dan mendengar betapa baiknya Imam kepada orang papah ini. Mereka berkata kepada Imam bahwa tidak pantas orang sebesar Imam berkata dan menawarkan jasa kepada orang seperti orang itu.Imam menjawab bahwa mereka lupa bahwa mereka semuanya merupakan hamba Allah, dan Allah Swt menciptakan seluruh manusia sama. Juga bahwa jika seorang miskin tidak berarti bahwa ia akan tetap miskin seumur hidupnya dan demikian juga bagi seorang yang kaya.Imam Musa Kazim As berkata kepada mereka bahwa siapa yang memerlukan pertolongan darimu hari ini boleh jadi akan menolongmu suatu hari kelak.
Sumber Rujukan:
Allamah Majlisi, Biharul Anwar, bag. Keutamaan Imam Musa al-Kazim As.
Mutiara Hadis dari Imam Musa al-Kazim As: Seorang Muslim yang harinya dengan sama dengan dua hari sebelumnya dalam keadaan merugi. (Kita harus berupaya untuk memperbaiki tingkah laku kita setiap hari). Biharul Anwar, vol 78, hal. 327.
(ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email