Dulu ada seorang pengajar al-Qur’an. Bukan hanya pengajar, ia juga
penghafal al-Quran. Perilakunya sedemikian salehnya sampai-sampai orang yang memperhatikannya
kagum padanya. Ia termasuk ahli ibadah, suka berpuasa di siang hari dan
menunaikan salat di malam hari. Namanya Abdurrahman bin Muljam. Dia mendapat
kedudukan terhormat di mata Khalifah Umar bin Khathab. Tatkala Gubernur Amr bin
Ash meminta seorang pengajar al-Quran untuk wilayahnya kepada Khalifah Umar, Umar
mengirimnya dan menuliskan surat pada Amr bin Ash: "Aku telah mengirim
kepadamu seorang yang shalih, Abdurrahman bin Muljam. Aku merelakan ia bagimu.
Jika telah sampai, muliakanlah ia, dan buatkan sebuah rumah untuknya sebagai
tempat mengajarkan al-Quran kepada masyarakat".
Sekilas tak ada yang salah dengan orang ini. Namun seiring dengan
berjalannya waktu di Mesir, pemahamannya
akan al-Quran yang sangat terlalu formalistis mulai menampakan pengaruhnya. Bacaan
al-Qurannya bagus, tetapi pemahamannya terhadap al-Qur'an sangatlah dangkal. Ia
memahami al-Qur'an dengan apa yang tersurat, apa yang tertulis atau makna
dzahir. Dalam masalah ritual ia amat mengagumkan, namun dari segi ukhuwah
islamiyah ia mendapat nilai D. Itu sebabnya ia cenderung berprasangka buruk
pada kaum muslim yang sedikit berbeda pemahaman dengannya. Bahkan tanpa ragu ia
mengecap kafir dan membunuh pada orang yang tidak sepaham dengannya.
Saat terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan ditangan sekelompok orang
termasuk para sahabat Nabi saw karena kesenjangan sosial dan buruknya akhlak
kalangan elit dan dilanjutkan dengan pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah baru yang mendapat protes dari beberapa sahabat. Fitnah telah merajalela
di kalangan umat Islam. Aisyah ummul mukminin, Zubair bin Awwam dan anaknya,
Thalhah bin Ubaidillah memprotes Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan alasan
menuntut qisas atas kasus pembunuhan Utsman bin Affan, padahal Zubair dan
Thalhah termasuk orang yang pertama kali membaiat Ali sebagai Khalifah. Muawiyah
dan Amr bin Ash dengan alasan yang sama juga menolak baiat pada Khalifah Ali. Ketiga
pihak, kelompok Ali, kelompok Aisyah dan kelompok Muawiyah menimbulkan tragedi
perang besar. Perang antara Ali dan Aisyah dimenangkan oleh pihak Ali.
Adapun perang antara Ali dan Muawiyah inilah yang menimbulkan perpecahan di
kalangan umat sampai sekarang ini. Satu kelompok memecah dari umat Islam karena
tahkim yang diadakan oleh pihak Ali dan pihak Muawiyah untuk menyelesaikan
perseteruan. Tahkim yang diadakan antara perwakilan Ali dan Muawiyah untuk
menyelesaikan masalah tersebut salah besar menurut golongan yang memahami
al-Quran sangat terlalu formalistis. Mengapa harus bermusyawarah. Putuskan saja
dengan Al-Quran, ’la hukma illa Allah’, tidak ada hukum kecuali yang datang
dari Allah, begitu pendapat golongan ini. Tindakan kedua pihak mengangkat wakil
sebagai hakam (wasit) dianggap sebagai kekufuran.
Golongan ini yang terkenal dengan sebutan Khawarij menantang Ali dalam
perang Nahrawan. Hampir semua golongan ini terbunuh dalam peperangan kecuali
sembilan orang. Ini sesuai dengan nubuat Nabi pada Ali, tidak akan tersisa
kecuali kurang dari sepuluh orang. Abdurrahman bin Muljam termasuk dari sembilan
orang tersebut. Berbekal dengan fahamnya yang menyatakan bahwa Ali telah kafir
dan menyebabkan perpecahan umat Islam ia berencana untuk menghabisinya. Hasrat
tersebut didukung pula dengan calon istrinya yang meminta mahar, salah satunya
yaitu dengan membunuh Ali. Subuh, 17 Ramadhan ia berhasil membunuh Ali,
khalifah keempat dan menantu Nabi Muhammad saw saat salat dengan pedang beracun
untuk taqarrub kepada Allah.
“Orang yang paling binasa dari umat terdahulu adalah penyembelih unta (dari
kaum Nabi Shalih). Dan manusia paling celaka dari umat ini adalah orang yang
membunuhmu, wahai Ali” seraya Rasulullah menunjuk letak anggota tubuh dimana
Ali ditikam. Demikian sabda Nabi saw kepada Ali tentang kesyahidannya. Diceritakan
ketika Ali telah wafat dikeluarkanlah Ibnu Muljam untuk dibunuh. Maka Abdullah
bin Ja'far memotong kedua tangannya dan kakinya, tapi dia tidak berteriak dan
tidak berbicara, kemudian matanya dipaku dengan paku panas, dia juga tetap
tidak berteriak bahkan dia membaca surat al-'Alaq sampai habis dalam keadaan
darah mengalir dari dua matanya. Dan ketika lidahnya akan dipotong barulah dia
berteriak, maka ditanyakan kepadanya : 'Mengapa engkau berteriak?' Dia berkata
: 'Aku tidak suka kalau aku mati di dunia dalam keadaan tidak berdzikir kepada
Allah.' Dan dia adalah orang yang keningnya berwarna kecoklatan karena bekas
sujud. Semoga Allah melaknatnya dan orang yang sepaham dengannya.
Demikian cerita su’ul khatimah seorang ahli al-Qur’an. Al-Qur’an tidak
menyelamatkannya bahkan ia menjerumuskan dirinya menuju kebinasaan. Pikirannya
terpaku dan terpatri oleh kesimpulannya sendiri tentang apa-apa yang tertulis
dalam al-Qur’an. Ia tidak menerima pendapat kalangan lain yang berbeda
dengannya, yang bahkan lebih benar dari pendapatnya, ia merasa paling baik ibadahnya
dan paling benar pendapatnya. Lebih buruk lagi, ia menyatakan kafir, musyrik
pada orang yang menyalahi pendapatnya, dan tak ragu untuk membunuhnya taqarruban
ilaAllah, Na’udzubillah min dzalik. Keadaannya seperti jin Iblis yang
membanggakan dirinya, ana khoirun minhu, aku lebih baik dari Adam. Iblis menolak
mentah-mentah perintah Allah untuk bersujud pada Adam maka musnahkan semua amal
ibadahnya selama 6000 tahun.
Di masa sekarang gejala-gejala iblisiyah tersebut tidak hanya terdapat dalam
golongan Khawarij, melainkan bisa saja masuk
ke dalam semua madzhab dalam Islam. Mereka merasa benar dengan pendapatnya
sendiri dan menyalahkan pendapat lain. Mereka menganggap amal ibadahnya lebih baik
dari siapapun. Mereka gegabah menghukum sesat, kafir madzhab lain tanpa tabayyun,
dialog langsung ke madzhab tersebut.
Mereka lebih suka bersanding dengan orang kafir dan menfatwakan kebolehan membunuh pengikut madzhab yang dituduh sesat sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Mereka inilah pemecah belah kesatuan umat Islam. Mereka ini yang perlu kita ajak dialog untuk menyatukan Islam. Mereka inilah yang disabdakan oleh Nabi Muhammad, “Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya.”
Mereka lebih suka bersanding dengan orang kafir dan menfatwakan kebolehan membunuh pengikut madzhab yang dituduh sesat sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Mereka inilah pemecah belah kesatuan umat Islam. Mereka ini yang perlu kita ajak dialog untuk menyatukan Islam. Mereka inilah yang disabdakan oleh Nabi Muhammad, “Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya.”
Post a Comment
mohon gunakan email