Pesan Rahbar

Home » , , , , , » Shalat Jum’at Wajib Menurut Syi’ah

Shalat Jum’at Wajib Menurut Syi’ah

Written By Unknown on Monday, 15 September 2014 | 00:06:00

Sholat Jum’at Jemaah Syiah di Pengungsian Berlangsung Hikmat.


Jum’at, 06 Januari 2012 14:52:02 WIB.

Proses sholat jum’at yang dilakukan oleh jemaah Syiah di penampungan pengungsi berjalan hikmat, seluruh jemaah khusuk mengikuti sholat Jum’at tersebut.

Dalam khutbahnya KH Tajul Muluk menyampaikan beberapa hadis tentang perbedaan umat, namun yang lebih mendasar pihaknya lebih menekankan kesamaan pandangan yang membuat Islam lebih indah.
“Islam itu indah, saya harap kita bisa mengesampingkan perbedaan dan satukan persamaan karena bukan hanya Islam saja yang ada perbedaan di dalam kehidupan berumah tanggapun kita sering kali menemukan perbedaan, namun kita tepis dahulu perbedaan itu kita selaraskan persamaan untuk membuat Islam lebih indah, kebenaran sejati hanya ada di mata Allah,”ujarnya di hadapan para santri jemaah sholat jum’at.
Pantauan beritajatim.com pelaksanaan ibadah sholat jum’at yang di lakukan jemaah syiah rata – rata hampir sama, namun di rokaat yang ke dua mereka mengunakan doa dan mengangkat tangan seperti saat qunut sholat shubuh.

Jemaah Syiah Sampang Gelar Sholat Jumat.


KH Tajul Muluk gelar sholat jum’at di lokasi penampungan GOR Sampang. Sekitar 109 jemaah ikut menjadi makmum pelaksanaan sholat tersebut. Pantauan beritajatim.com isu tentang jemaah Syiah yang tidak melakukan sholat jum’at, ternyata bertolak belakang dengan realita yang ada.

Namun dalam tata cara sholat jemaah Syiah tersebut melakukan sholat dengan tanpa melipat tangan usai melakukan takbir. Dan di tengah – tegah sholat mereka berdoa atau menyerupai kunut sholat subuh atau berdoa sambil berdiri.


SHALAT JUM’AT ITU PENUH BERKAH

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS. Al-Jumu’ah: 9).
Tidak ada keraguan sama sekali bahwa shalat Jum’at itu wajib hukumnya seperti yang telah disuratkan dalam al-Qur’an ayat di atas. Semua madzhab sepakat atas kewajiban dari melakukan shalat Jum’at. Tak ada satupun yang berbeda pendapat. 
Hari Jum’at itu adalah hari yang paling penuh dengan keberkahan dalam satu minggu. Banyak sekali kejadian yang telah terjadi atau akan terjadi yang dikaitkan langsung dengan hari Jum’at ini. Memulai hari Jum’at dengan mandi dan mengenakan pakaian yang bersih dan baik adalah disunnahkan. Khutbah Jum’at disebut-sebut sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan; sumber bimbingan; dan sumber keshalehan. Khutbah Jum’at itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan acara shalat Jum’at yang harus disimak dan didengarkan sepenuh hati. 
Urusan-urusan kemasyarakatan dan kabar-kabar dari dunia Islam atau dunia secara keseluruhan jadi topik yang seringkali dibahas dalam khutbah itu.Aspek yang sangat penting untuk diperhatikan dalam acara shalat Jum’at ini ialah setiap anggota masyarakat akan bertemu bersama; saling berkenalan dan saling menjalin persahabatan. 
Kekuatan dari umat akan terbentuk dengan sendirinya. Perasaan persaudaraan akan terjalin dengan eratnya. Dan jelas ini akan mendatangkan rahmat Tuhan kepada setiap insan yang hadir yang merayakan kebersamaan dalam shalat mingguan. Kaum miskin dan papa bersanding dengan kaum berada dan kaya. Setiap bahu mereka saling bersentuhan bersatu padu membentuk barisan. Tidak ada perbedaan yang harus ditonjolkan………….semua dianggap setara di depan Tuhan.

BERIKUT ADALAH HADITS-HADITS NABI DAN SABDA-SABDA IMAM SUCI AHLUL BAYT TENTANG SHALAT BERJAMAAH:

  1. Rasulullah bersabda: “Apabila ada 2 orang (satu imam dan satu makmum) shalat berjama’ah, maka setiap raka’atnya akan dihitung dengan 50 kali pahala shalat. Pahala itu akan bertambah apabila ada 10 orang yang melakukan shalat. Setiap raka’atnya akan dihitung lebih banyak dari pada pahala shalat 76,000 kali. Apabila lebih dari 10 orang maka pahalanya hanya Allah saja yang tahu.”

  2. Hadits yang lain dari Rasulullah adalah sebagai berikut: “Apabila ada dua orang (satu imam dan satu makmum) mendirikan shalat berjama’ah, pahala untuk setiap raka’at shalat mereka ialah sama dengan 150 kali shalat. Apabila ada 3 orang yang shalat, maka pahala untuk setiap raka’atnya ialah sebanding dengan 600 kali shalat. Apabila ada 4 orang yang berjama’ah, maka pahalanya untuk setiap raka’at sama dengan 1200 kali shalat. Apabila ada 5 orang yang shalat, maka pahala untuk setiap raka’atnya ialah sama dengan 2400 kali shalat. Apabila ada lebih 10 orang yang shalat berjama’ah, maka apabila langit itu dijadikan kertas semua dan laut dijadikan tinta, dan semua pohon dijadikan pena, dan seluruh manusia, jin, para malaikat bersama-sama disuruh untuk menuliskan jumlah pahala yang didapat, maka niscaya mereka takkan mampu untuk menuliskannya.

  3. Rasulullah (saaw) bersabda: “Sesungguhnya, ketika salah seorang hamba Allah ikut mendirikan shalat berjama’ah dan dia berdo’a kepada Allah meminta sesuatu, yang mana permintaan itu tidak dikabulkan Allah, maka Allah merasa malu sampai Ia memenuhi permintaan itu.”

  4. Imam Ali bin Musa al-Ridha (as) bersabda: “Keutamaan dari shalat berjama’ah dibandingkan dengan shalat sendirian ialah ibarat satu raka’at dibandingkan dengan 2000 raka’at.”

  5. Imam Muhammad al-Baqir (as): “Orang yang meninggalkan shalat berjama’ah tanpa ada alasan yang jelas, hanya untuk sekedar menghindari kaum Muslimin, maka ia dihitung tidak pernah shalat sama sekali (shalatnya tidak diterima).”

  6. Dalam hadits yang lain, disebutkan bahwa Takbir (Allahu Akbar) yang diucapkan oleh orang-orang yang beriman ketika shalat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada 60,000 kali haji dan umrah, dan lebih baik daripada dunia ini beserta isinya, 60 kali lebih baik. Tiap raka’at yang dilakukan oleh seorang beriman di dalam shalat berjama’ah itu lebih baik daripada bersedekah 100,000 dinar kepada orang miskin, dan sajadah yang ia pakai itu lebih baik daripada ia membebaskan 100 orang budak.”

PENTINGNYA SHALAT JUM’AT MENURUT PARA ULAMA TERKEMUKA

Almarhum Ayatullah Shaykh Muhammad Hasan Najafi, seorang ulama Syi’ah terkemuka dari India, seringkali mengeluhkan para pengikut Syi’ah yang malas untuk shalat Jum’at. Pada tahun 1950-an, ia menerbitkan sebuah selembaran yang diberijudul “PAYGHANIE NAJAFI” dimana di dalamnya ia mengingatkan betapa pentingnya shalat Jum’at itu. Dalam sebuah pesan yang panjang (Paygham #94, tanggal 29 Januari 1954) yang diberijudul “Meninggalkan Shalat Jum’at itu sama saja dengan meninggalkan al-Qur’an dan Ahlul Bayt (as),” Ayatullah Najafi memulai dengan mengatakan bahwa Rasulullah telah menekankan bahwa mendirikan shalat Jum’at sebegitu rupa hingga shalat Jum’at itu benar-benar berbeda dengan shalat-shalat harian yang biasa.
Nabi Muhammad (saaw) telah bersabda: “Shalat Jum’at itu seperti melaksanakan ibadah bagi orang-orang miskin; setiap kali hari Jum’at ada haji dan umrah untuk kalian dan menunggu shalat Ashar ialah seperti umrah. Bagi setiap orang mukmin yang pergi shalat Jum’at, Allah akan meringankan baginya ketakutan yang akan dihadapinya kelak di hari penghisaban, dan orang mukmin itu akan dimasukkan ke dalam surga. Dan barangsiapa yang tidak peduli, tanpa alasan sama sekali, dan meninggalkan shalat Jum’at sebanyak tiga kali berturut-turut, maka Allah akan menutup hatinya rapat sebagai orang munafik.”.
Imam Ali (as) bersabda: “Aku menjamin bahwa Allah akan memasukkan 6 jenis manusia kedalam surga—salah satunya ialah mereka yang suka pergi menunaikan shalat Jum’at; ketika ia meninggal, ia akan masuk ke surga.”
Imam al-Sadiq (as) telah bersabda, “Untuk setiap langkah yang engkau lakukan menuju tempat shalat Jum’at, Allah sudah mengharamkan api neraka darinya.”. 
Dalam madzhab Syi’ah, dalam keadaan ketidak-hadiran Imam yang disucikan pada waktu ini, shalat Jum’at itu hukumnya “wajib takhiri” yang artinya kalau semua persyaratan dari wajibnya shalat itu sudah terpenuhi maka seseorang wajib untuk melakukannya; dimana shalat itu menggantikan kedudukan shalat dzhuhur. Kalau persyaratan dari shalat Jum’at itu tidak terpenuhi maka ia harus melakukan shalat dzhuhur sebagai gantinya.
Kesimpulan yang bisa kita ambil dari uraian di atas ialah:
“Karena shalat Jum’at itu (yang dilakukan secara berjama’ah) penuh dengan keberkahan dan kebaikan seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an, Hadits dan perkataan para Imam maka kalau kita tidak melaksanakannya itu adalah sebuah kerugian yang amat sangat bagi kaum beriman.”.

DAFTAR KOTA TEMPAT SHALAT JUM’AT DILANGSUNGKAN DAN NAMA KHATIB SEKALIGUS IMAM SHALATNYA.

Berikut adalah nama-nama kota di negara Iran—yang notabene mayoritas penduduknya bermadzhab Syi’ah 12 Imam (lebih dari 90% penduduk)—tempat berlangsungnya shalat Jum’at berikut nama-nama dari para Imam Shalat Jum’at. Nama-nama ini ditunjuk oleh pemimpin ruhani tertinggi di Iran (Sayyid Ali Khamenei) dengan persyaratan keilmuan dari para Imam Shalat (sekaligus Khatib) yang harus mencapai tingkatan tertentu supaya ilmu yang diberikan lewat khutbah Jum’at bisa dipertanggung-jawabkan. Jadi tidak asal bisa shalat dan bisa berkhutbah saja untuk menjadi Imam Shalat dan Khatib Jum’at (seperti yang lumrah terjadi di Indonesia). Seorang Khatib dan Imam Shalat Jum’at harus memiliki ilmu yang tinggi untuk bisa menjawab semua pertanyaan yang bisa saja ditanyakan kepadanya setelah selesai shalat Jum’at.
Sebagian dari Imam Shalat Jum’at yang ditunjuk oleh Pemimpin Ruhani Tertintinggi Iran itu malah bermadzhab Sunni sebagai perwujudan persatuan dan persaudaraan Islam senantiasa dipelihara dan dihembuskan di Iran. Tidak ada rasa alergi sedikitpun untuk itu. Seharusnya hal yang sama kita lakukan di tanah air. Sekat-sekat madzhab seharusnya cair dan kita bisa saja shalat bersama berjamaah dalam satu barisan karena yang kita sembah itu Tuhan yang sama—Tuhan yang menciptakan kita semua.

DAFTAR KOTA DAN IMAM JUM’AT DI IRAN.

catatan: DAFTAR INI BELUM LENGKAP DAN MASIH BISA DITAMBAH LAGI……………..


Salat Jumat berjumlah dua rakaat. Tata caranya adalah seperti tata cara salat Shubuh. Dalam salat Jumat, sunah kita membaca qirâ’ah dengan suara keras, membaca surah Al-Jumu‘ah pada rakaat pertama, dan surah Al-Munâfiqûn pada rakaat kedua. Salat Jumat memiliki dua qunut: pertama, sebelum rukuk rakaat pertama dan kedua, setelah rukuk rakaat kedua.

Pada saat imam maksum as. berkuasa, salat Jumat memiliki hukum wajib ta‘yînî. Akan tetapi, pada masa kegaiban beliau, salat Jumat memiliki hukum wajib takhyîrî; yaitu kita bisa memiliki antara mengerjakan salat Jumat atau salat Zhuhur. Akan tetapi, mengerjakan salat Jumat adalah afhdal (lebih utama), dan mengerjakan salat Zhuhur adalah ahwath (lebih hati-hati). Dan lebih ihtiyâth lagi adalah kita mengumpulkan antara mengerjakan salat Jumat dan salat Zhuhur.

Syarat-Syarat Salat Jumat.
Salat Jumat harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:
a. Jumlah peserta; minimal jumlah peserta salat Jumat yang diperlukan adalah 5 orang dan salah seorang dari mereka bertindak sebagai imam. Salat Jumat tidak bisa terlaksana dengan jumlah peserta kurang dari 5 orang.
b. Dua khutbah; dua khutbah adalah wajib dan salat Jumat tidak bisa terbentuk tanpa kedua khutbah ini.
c.Berjamaah; salat Jumat tidak bisa terbentuk dengan salat furâdâ.
d. Tidak ada salat Jumat lain yang didirikan dalam jarak yang kurang dari 3 mil. Jika jarak antara kedua salat Jumat itu adalah 3 mil atau lebih, maka kedua salat Jumat itu sah. Jika terdapat sebuah kota besar yang berukuran beberapa farsakh, maka beberapa salat Jumat boleh didirikan pada setiap batas 3 mil.
Ada beberapa hal yang diwajibkan dalam kedua khutbah tersebut berikut ini:
a. At-Tahmîd (memuji Allah) dan—berdasarkan ihtiyâth wajib[1]—lantas diikuti dengan Ats-Tsanâ’ (menjunjung dan memuja-Nya).
b. Kemudian, mengirimkan salawat kepada Rasulullah saw. berdasarkan ihtiyâth wajib[2] pada khutbah pertama dan berdasarkan pendapat yang lebih kuat pada khutbah kedua.
c. Kemudian, berwasiat untuk bertakwa kepada Allah berdasarkan pendapat yang lebih kuat pada khutbah pertama dan berdasarkan ihtiyâth wajib[3] pada khutbah kedua.
d. Kemudian, membaca satu surah Al-Qur’an yang pendek berdasarkan pendapat yang lebih kuat pada khutbah pertama dan berdasarkan ihtiyâth wajib pada khutbah kedua.
e.Berdasarkan ihtiyâth mustahab,[4] mengirimkan salawat kepada para imam maksum as. setelah mengirimkan salawat kepada Rasulullah saw. dan memintakan ampun untuk mukminin dan mukminat pada khutbah kedua.
Yang paling utama adalah kita membaca khutbah yang telah diriwayatkan dari para maksum as.
Imam salat Jumat yang juga bertindak sebagai khatib harus menyebutkan hal-hal berikut ini dalam khutbahnya:
a. Seluruh kemaslahatan muslimin yang berhubungan dengan agama dan dunia mereka.
b. Memberitahukan kepada mereka segala peristiwa yang terjadi di negara-negara Islam dan non-Islam dan memiliki hubungan dengan mereka dalam agama dan dunia mereka, seperti masalah politik dan ekonomi yang memiliki peran penting dalam mewujudkan kemerdekaan dan tata cara hubungan mereka dengan negara-negara lain.
c. Memperingatkan mereka akan bahaya campur tangan negara-negara kolonialis asing dalam urusan politik dan ekonomi mereka.
d. Seluruh kemasalahatan muslimin yang lain.

Kedua khutbah Jumat boleh dibaca sebelum matahari tergelincir (zawâl). Akan tetapi, pembacaan khutbah ini harus diatur sedemikian rupa sehingga matahari tergelincir pada saat khatib usai membaca kedua khutbah tersebut. Dan ahwath[5] adalah kedua khutbah itu dibaca pada saat matahari tergelincir.[6]

Kedua khutbah Jumat harus dibaca sebelum salat Jumat didirikan. Jika imam salat Jumat mengerjakan salat Jumat terlebih dahulu, maka salat Jumat itu batal, dan ia harus mengulangi salat Jumat setelah membaca kedua khutbah Jumat.

Menurut pendapat yang zhâhir, imam salat Jumat tidak wajib mengulangi salat Jumat apabila ia lebih dahulu mengerjakan salat Jumat itu sebelum membaca kedua khutbah karena tidak tahu hukum atau lupa. Bahkan, ketidakwajiban mengulangi salat Jumat itu apabila ia mengerjakannya terlebih dahulu karena tidak sengaja dan tanpa pengetahuan adalah sebuah pendapat yang memiliki dalil (kâna lahu wajh).

Khatib harus berdiri pada saat membaca khutbah Jumat. Khatib dan imam salat Jumat harus satu orang; (yaitu orang yang bertindak sebagai khatib Jumat juga harus bertindak sebagai imam salat Jumat—pen.).
Berdasarkan ihtiyâth, bila bukan berdasarkan pendapat yang lebih kuat, khatib harus mengeraskan suaranya sehingga jumlah minimal peserta salat Jumat dapat mendengar suaranya. Bahkan menurut pendapat yang zhâhir, ia tidak boleh memelankan suaranya. Khatib selayaknya mengeraskan suaranya sehingga seluruh hadirin dapat mendengar suaranya, dan bahkan hal ini adalah ahwath.[7]

Jika peserta salat Jumat sangat banyak, maka ia selayaknya membaca khutbah dengan menggunakan pengeras suara untuk menyampaikan nasihat dan tablig agama, khususnya tentang masalah-masalah yang sangat penting, kepada mereka.

Berdasarkan ihtiyâth,[8] bahkan menurut pendapat yang awjah (lebih jitu), para peserta salat Jumat harus mendengarkan khutbah Jumat. Bahkan, berdasarkan ihtiyâth, mereka harus diam dan tidak berbicara apapun pada saat pembacaan khutbah Jumat berlangsung. Meskipun demikian, menurut pendapat yang lebih kuat, makruh mereka berbicara pada saat itu. Jika berbicara menyebabkan fungsi khutbah Jumat hilang dan mereka tidak dapat mendengarkan khutbah, maka mereka wajib tidak berbicara.

Orang yang Wajib Mengerjakan Salat Jumat.
Salat Jumat adalah wajib atas mereka yang memenuhi syarat-syarat berikut ini:
a.Berusia taklif (berusia balig dan berakal).
b.Laki-laki.
c. Merdeka, (bukan budak).
d. Tidak buta dan tidak terjangkit penyakit.
e. Bukan orang yang sudah tua bangka.
f. Jarak antara tempat tinggal mereka dan tempat salat Jumat didirikan tidak lebih dari 2 farsakh.
Mereka yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas tidak wajib menghadiri salat Jumat, meskipun kita berpendapat bahwa salat Jumat adalah wajib ta‘yînî.

Jika mereka yang tidak memenuhi persyaratan di atas secara kebetulan menghadiri salat Jumat atau memaksakan diri untuk menghadirinya, maka salat Jumat mereka sah dan mencukupi dari salat Zhuhur. Begitu juga halnya berkenaan dengan mereka yang diizinkan untuk tidak menghadiri salat Jumat lantaran hujan atau hawa dingin yang menyengat, dan juga berkenaan dengan mereka yang menghadiri salat Jumat menyulitkan mereka.

Ya, salat Jumat orang yang gila tidak sah. Akan tetapi, salat Jumat yang dikerjakan oleh anak kecil adalah sah. Hanya saja, jumlah minimal salat Jumat tidak boleh disempurnakan dengan menggunakan anak kecil dan salat Jumat juga tidak bisa terwujud bila hanya dihadiri oleh anak-anak kecil saja.
Musafir boleh[9] menghadiri salat Jumat; salat Jumatnya adalah sah dan mencukupi salat Zhuhur. Akan tetapi, salat Jumat yang hanya didirikan oleh para musafir tanpa mengikuti orang-orang yang tidak musafir adalah tidak sah. Musafir juga tidak boleh menjadi penyempurna jumlah minimal peserta salat Jumat.
Orang perempuan juga boleh menghadiri salat Jumat dan salatnya ini mencukupi salat Zhuhur, asalkan minimal jumlah peserta salat Jumat telah sempurna oleh kalangan kaum laki-laki.

Waktu Salat Jumat[10]
Waktu salat Jumat tiba pada saat matahari tergelincir. Jika imam salat Jumat telah usai membaca kedua khutbah pada saat matahari tergelincir, maka ia boleh memulai salat Jumat. Berdasarkan pendapat yang aqrab (lebih dekat), akhir waktu salat Jumat adalah bila ukuran bayangan orang yang memiliki tinggi tubuh normal telah berukuran dua langkah.

Jika kita telah memulai salat Jumat, lalu waktunya habis, maka salat Jumat kita adalah sah, asalkan kita telah mengerjakan satu rakaat dari salat Jumat itu pada waktunya. Jika tidak, maka salat Jumat kita adalah batal. Dan dalam kondisi ini, ihtiyâth dengan memilih salat Zhuhur—berdasarkan pendapat bahwa salat Jumat adalah wajib takhyîrî, sebagaimana hal ini adalah pendapat yang lebih kuat—jangan kita tinggalkan.[11]
Jika waktu salat Jumat telah habis, maka kita harus mengerjakan salat Zhuhur. Salat Jumat tidak memiliki qadha.

Beberapa Poin Penting.
Pertama, seluruh persyaratan yang harus terpenuhi dalam salat jamaah juga harus terpenuhi dalam salat Jumat; yaitu tidak boleh ada penghalang, tempat imam berdiri tidak boleh lebih tinggi dari tempat makmum berdiri, jarak antara imam dan antara saf-saf salat harus terjaga, dan lain sebagainya. Begitu juga, seluruh persyaratan yang harus terpenuhi dalam diri imam salat jamaah juga harus terpenuhi dalam diri imam salat Jumat; yaitu berakal, bermazhab Syi‘ah Imamiah, adil, dan syarat-syarat yang lain.[12] Ya, salat Jumat tidak sah bila anak kecil atau orang perempuan bertindak sebagai imam salat Jumat, meskipun kita memperbolehkan mereka berdua menjadi imam bagi sejenis kelamin mereka dalam selain salat Jumat.
Kedua, azan kedua pada hari Jumat adalah sebuah bid‘ah yang haram. Azan ini dikumandangkan setelah azan asli (pertanda salat Zhuhur sudah masuk). Azan ini juga disebut dengan “azan ketiga”.

Rujuk:
[1] Syaikh Behjat: Kedua khutbah Jumat tidak boleh kosong dari nasihat dan bacaan Al-Qur’an.
[2] Syaikh Behjat: Berdasarkan pendapat yang azhhar, salawat ini harus dibaca pada setiap khutbah.
[3] Syaikh Behjat: Berdasarkan ihtiyâth wajib, setiap khutbah harus berisi nasihat dan bacaan Al-Qur’an.
[4] Syaikh Behjat: Berdasarkan ihtiyâth wajib, khutbah kedua harus berisi salawat atas seluruh maksum as., satu per satu.
[5] Imam Khamenei: Berdasarkan ihtiyâth mustahab, sebagian dari kedua khutbah itu harus dibaca setelah matahari tergelincir.
Syaikh Behjat: Berdasarkan pendapat yang azhhar, kadar yang wajib dari kedua khutbah itu harus dibaca setelah matahari tergelincir.
[6] Sayyid Khu’i: Kedua khutbah itu harus dibaca setelah matahari tergelincir.
[7] Syaikh Behjat: Berdasarkan ihtiyâth wajib, kedua khutbah Jumat harus dibaca sedemikian rupa sehingga para hadirin dapat memahami artinya, sekalipun dengan menggunakan selain bahasa Arab. Meskipun demikian, kesahan salat Jumat bergantung pada memperdengarkan khutbah pada jumlah minimal peserta salat Jumat.
[8] Syaikh Behjat: Mereka wajib diam dan haram berbicara di pertengahan khutbah, apabila hal itu menyebabkan fungsi khutbah Jumat hilang.
[9]
Sayyid Khu’i: Berdasarkan ihtiyâth, setelah matahari tergelincir, kita jangan bepergian dari kota tempat didirikan salat Jumat yang memenuhi persyaratan.
[10] Masalah: Waktu salat Jumat dimulai dari awal waktu Zhuhur. Berdasarkan ihtiyâth, salat Jumat jangan ditunda hingga melebihi permulaan ‘urfi waktu salat Zhuhur (± 1 atau 2 jam dari awal waktu Zhuhur). Jika salat Jumat tidak didirikan hingga saat itu, maka berdasarkan ihtiyâth kita harus mengerjakan salat Zhuhur sebagai ganti dari salat Jumat itu.
[11] Syaikh Behjat: Jika kita menunda salat Jumat dari awal waktu, maka berdasarkan ihtiyâth wajib kita harus mengumpulkan antara salat Jumat dan salat Zhuhur.
[12] Imam Khamenei: Imam salat Jumat disyaratkan harus ditunjuk oleh pemimpin negara Islam (Al-Hâkim Asy-Syar‘i) yang adil. Akan tetapi, syarat ini hanya diperlukan berkenaan dengan aktualisasi efek-efek yang hanya khusus dimiliki oleh imam salat Jumat yang ditunjuk secara langsung, bukan berkenaan dengan pendirian salat Jumat itu sendiri.

Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: