Az-Zuhri Berkata: Hamzah bin Abdullah bin Umar bercerita kepadaku bahwa Aisyah ra berkata: Tatkala sakit Rasulullah Saw bertambah parah, beliau bersabda: "Beritahukan orang-orang untuk segera mengangkat Abu Bakar sebagai Imam shalat bagi kaum Muslimin." Aku berkata: "Wahai Nabi Allah, Sesungguhnya Abu Bakar adalah sosok melankolis, bersuara rendah dan sering menangis-nangis apabila sedang membaca AL-Qur'an". Rasulullah tetap bersabda: "Perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam shalat bagi muslimin". Aku memberi masukan seperti tadi kepada Rasulullah Saw, Kemudian beliau menanggapi: "Kalian hampir sama dengan sahabat-sahabat Yususuf, Segera Perintahkan Abu Bakar menjadi imam shalat bersama kaum Muslimin". Demi Allah, Aku tetap berkata seperti itu agar tugas imam tidak diserahkan kepada Abu Bakar dan karena aku tahu bahwa orang-orang tidak menyukai seseorang yang berdiri menggantikan tempat beliau serta bahwa mereka akan mencelanya apabila melakukan kesalahan. Aku ingin Agar tugas tersebut tidak dibebankan kepada Abu bakar" . 224
Ibnu Ishaq berkata: Ibnu Syihab berkata: Abdul Malik bin Abu Bakr bin Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam bercerita kepadaku, dari Ayahnya, dari Abdullah bin Zam'ah bin Al-Aswad bin Al-Muthalib bin Asad, ia berkata: "Tatkala sakit Rasulullah Saw semakin Parah, aku berada di tempat beliau bersama beberapa orang dari kaum Muslimin. Bilal Bin Rabah mengumandangkan adzan shalat, kemudian Rasulullah Saw bersabda: "Perintahkan seseorang untuk mengimami orang-orang untuk shalat". Aku segera keluar, ternyata Umar bin Khattab sudah berada di tengah-tengah kaum Muslimin. Aku berkata: "Wahai Umar, berdirilah dan imamilah orang-orang untuk shalat". Umar bin Khattab pun berdiri. Tatkala ia takbir Rasulullah Saw mendengar suara yang sangat lantang, kemudian beliau bersabda: "Dimana Abu Bakar? Allah dan kaum Muslimin tidak menginginkan ini semua". 225
Abu Bakar pun di cari. Setelah lama di cari akhirnya Abu Bakar datang lalu mengimami shalat kaum Muslimin. Umar bin Khattab bercerita kepdaku: "Sial Wahai anak Zam'ah, apa yang sebenarnya terjadi?
Demi Allah, tatkala engkau menyuruhku untuk menjadi imam kaum Muslimin, aku pikir Rasulullah Saw memerintahkan itu padamu. Andaikan aku tahu Rasulullah tidak menyuruhmu seperti itu, aku tidak akan menjadi imam kaum Muslimin". Aku berkata: " Demi Allah, Rasulullah tidak menyuruhku seperti itu. hanya saja tatkala aku tidak mendapatkan Abu Bakar, maka aku memandangmu sebagai orang yang paling pantas menjadi imam bagi kaum muslimin.
Referensi:
224. Muttafaq Alaihi. Pada Bukhari dihadits no. 664 sedangkan pada Muslim di hadits no. 418.
225. Hadits Hasan shahih diriwayatkan oleh Imam Abu Daud pada hadits no. 4660 dan Ahmad pada hadits no.12926. Al-Bani berkata dalam bukunya Shahih al-Sunan hadits ini Hasan Shahih.
Abu Bakar Menjadi Imam Shalat Bukanlah Bukti Keilmuannya Lebih Tinggi Dari Imam Ali
Alhamdulillah, Allah SWT memberikan
kemudahan di tengah kesibukan kami untuk menuliskan risalah kecil yang
insya Allah bermanfaat bagi para pecinta Ahlul Bait. Beberapa waktu yang
lalu salafiyun membantah bahwa keilmuan Imam Ali berada di atas ketiga khalifah dan sahabat lainnya. Hadis yang menjadi hujjah salafiyun adalah hadis Abu Bakar menjadi Imam shalat
dimana menurutnya seorang Imam adalah yang paling berilmu, sehingga
jika Abu Bakar menjadi imam maka ilmunya melebihi semua orang yang
bermakmum padanya. Kesimpulan ini sangat jelas kekeliruannya karena berimamnya seseorang yang lebih mulia kepada orang yang lebih rendah keutamaannya adalah sesuatu yang ma’ruf dalam syariat. Kami akan menunjukkan hadis-hadis yang akan membungkam para salafiyun.
Abu Bakar RA sendiri diriwayatkan pernah bermakmum kepada salah seorang sahabat Nabi. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya:
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ قَالَ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ لَمَّا قَدِمَ الْمُهَاجِرُونَ الْأَوَّلُونَ الْعُصْبَةَ مَوْضِعٌ بِقُبَاءٍ قَبْلَ مَقْدَمِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَؤُمُّهُمْ سَالِمٌ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ وَكَانَ أَكْثَرَهُمْ قُرْآنًا
Telah menceritakan kepada kami
Ibrahim bin Mundzir yang berkata telah menceritakan kepada kami Anas bin
‘Iyadh dari Ubaidillah dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar yang berkata
“Ketika kaum Muhajirin yang pertama tiba di ‘Ushbah sebuah tempat di
Quba sebelum kedatangan Rasulullah SAW, mereka diimami oleh Salim maula
Abu Hudzaifah dan dia adalah orang yang paling banyak hafalan Al
Qur’annya. [Shahih Bukhari 1/140 no 692]
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي ابْنُ جُرَيْجٍ أَنَّ نَافِعًا أَخْبَرَهُ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ قَالَ كَانَ سَالِمٌ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ يَؤُمُّ الْمُهَاجِرِينَ الْأَوَّلِينَ وَأَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ فِيهِمْ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَأَبُو سَلَمَةَ وَزَيْدٌ وَعَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ
Telah menceritakan kepada kami Utsman
bin Shalih yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin
Wahb yang mengabarkan kepadaku Ibnu Juraij bahwa Nafi’ mengabarkan
kepadanya bahwa Ibnu Umar mengabarkan kepadanya yang berkata “Salim
maula Abu Hudzaifah mengimami Muhajirin yang pertama dan para sahabat
Nabi SAW di masjid Quba dan diantara mereka terdapat Abu Bakar, Umar, Abu Salamah, Zaid dan Amir bin Rabi’ah. [Shahih Bukhari 9/71 no 7175]
Apakah sekarang salafiyun mau mengatakan kalau Abu Bakar lebih rendah keilmuannya dari Salim maula Abu Hudzaifah?. Ataukah akan dikatakan bahwa para sahabat lebih mendahulukan Salim daripada Abu Bakar?.
Apakah sekarang salafiyun mau mengatakan kalau Abu Bakar lebih rendah keilmuannya dari Salim maula Abu Hudzaifah?. Ataukah akan dikatakan bahwa para sahabat lebih mendahulukan Salim daripada Abu Bakar?.
Pernah pula diriwayatkan bahwa
Abdurrahman bin Auf menjadi Imam shalat kaum muslimin di saat Perang
Tabuk dimana Abu Bakar ikut didalamnya. Bahkan dalam riwayat tersebut
disebutkan pula bahwa Rasulullah SAW juga bermakmum kepada Abdurrahman
bin Auf. Diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunannya:
حدثنا أحمد بن صالح ثنا عبد الله بن وهب أخبرني يونس بن يزيد عن ابن شهاب حدثني عباد بن زياد أن عروة بن المغيرة بن شعبة أخبره أنه سمع أباه المغيرة يقول عدل رسول الله صلى الله عليه و سلم وأنا معه في غزوة تبوك قبل الفجر فعدلت معه فأناخ النبي صلى الله عليه و سلم فتبرز ثم جاء فسكبت على يده من الإداوة فغسل كفيه ثم غسل وجهه ثم حسر عن ذراعيه فضاق كما جبته فأدخل يديه فأخرجهما من تحت الجبة فغسلهما إلى المرفق ومسح برأسه ثم توضأ على خفيه ثم ركب فأقبلنا نسير حتى نجد الناس في الصلاة قد قدموا عبد الرحمن بن عوف فصلى بهم حين كان وقت الصلاة ووجدنا عبد الرحمنن وقد ركع بهم ركعة من صلاة الفجر فقام رسول الله صلى الله عليه و سلم فصف مع المسلمين فصلى وراء عبد الرحمن بن عوف الركعة الثانية ثم سلم عبد الرحمن فقام رسول الله صلى الله عليه و سلم في صلاته ففزع المسلمون فأكثروا التسبيح لأنهم سبقوا النبي صلى الله عليه و سلم بالصلاة فلما سلم رسول الله صلى الله عليه و سلم قال لهم ” قد أصبتم ” أو ” قد أحسنتم
Telah menceritakan kepada kami Ahmad
bin Shalih yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb
yang berkata telah mengabarkan kepadaku Yunus bin Yazid dari Ibnu
Syihab yang berkata telah menceritakan kepadaku Abbad bin Ziyad bahwa
Urwah bin Mughirah bin Syu’bah mengabarkan kepadanya yang mendengar dari
ayahnya Mughirah yang berkata “Pada waktu perang Tabuk sebelum fajar
Rasulullah SAW pernah menyimpang dari jalan maka aku turut menyimpang
dari jalan menyertai beliau. Lalu Nabi SAW menghentikan kendaraan
beliau, lalu beliau buang hajat. Setelah selesai, aku tuangkan ke tangan
beliau air dari bejana. Beliau membasuh kedua telapak tangannya lalu
mencuci muka. Kemudian beliau menyingsingkan kedua lengan jubah beliau
yang terbuka dan terasa sempit, maka beliau memasukkan keduanya kembali
kemudian mengeluarkan keduanya dari bawah jubah, lantas beliau membasuh
kedua tangan sampai ke siku, dan mengusap kepala, lalu mengusap bagian
atas khuf beliau. Setelah itu beliau naik kendaraan, dan kami meneruskan
perjalanan, hingga kami mendapati orang-orang tengah mengerjakan
shalat, mereka mengangkat Abdurrahman bin Auf sebagai imam, dia
mengerjakan shalat bersama mereka pada awal waktunya dan kami
mendapatkan Abdurrahman bin Auf telah mengerjakan satu rakaat Shalat
Shubuh bersama mereka. Maka
Rasulullah SAW datang dan masuk ke dalam barisan (shaf) bersama kaum
Muslimin dan mengerjakan shalat di belakang Abdurrahman bin Auf untuk
rakaat yang kedua. Setelah Abdurrahman salam, Nabi SAW
berdiri menyempurnakan shalat. Maka tiba-tiba kaum Muslimin terkejut,
kemudian mereka membaca “Subhaanallah”, karena mereka telah mendahului
Nabi SAW dalam shalat.
Setelah Rasulullah SAW shalat, beliau bersabda kepada mereka, “Kalian
telah melakukan yang benar” atau “Kalian telah melakukan yang baik.” [Sunan
Abu Dawud 1/85 no 149 dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani,
diriwayatkan pula dalam Musnad Ahmad 4/244 no 18159, 4/274 no 18185,
4/294 no 18200 dinyatakan shahih oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth]
Hadis di atas menunjukkan bahwa saat Perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf pernah menjadi Imam shalat bagi kaum muslimin dan tidak diragukan lagi bahwa Abu Bakar termasuk orang yang ikut dalam Perang Tabuk. Sepertinya para sahabat lebih mengutamakan Abdurrahman bin Auf sebagai Imam daripada Abu Bakar. Sehingga dalam hal ini Abu Bakar telah berimam kepada Abdurrahman bin Auf. Apakah ini berarti Abdurrahman bin Auf lebih mulia atau lebih berilmu dari Abu Bakar?. Kemudian hal yang patut diperhatikan adalah Rasulullah SAW menjadi makmum di belakang Abdurrahman bin Auf dan beliau SAW tidak mengingkari perbuatan para sahabat yang lebih mengutamakan Abdurrahman bin Auf dari Abu Bakar, bahkan Beliau SAW mengatakan apa yang dilakukan sahabat itu sudah baik atau benar. Mari kita kembali bertanya kepada salafiyun, Apakah dalam hal ini keilmuan Rasulullah SAW lebih rendah dari Abdurrahman bin Auf?. Naudzubillah [kami berlindung kepada Allah SWT dari pendapat demikian].
Hadis di atas menunjukkan bahwa saat Perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf pernah menjadi Imam shalat bagi kaum muslimin dan tidak diragukan lagi bahwa Abu Bakar termasuk orang yang ikut dalam Perang Tabuk. Sepertinya para sahabat lebih mengutamakan Abdurrahman bin Auf sebagai Imam daripada Abu Bakar. Sehingga dalam hal ini Abu Bakar telah berimam kepada Abdurrahman bin Auf. Apakah ini berarti Abdurrahman bin Auf lebih mulia atau lebih berilmu dari Abu Bakar?. Kemudian hal yang patut diperhatikan adalah Rasulullah SAW menjadi makmum di belakang Abdurrahman bin Auf dan beliau SAW tidak mengingkari perbuatan para sahabat yang lebih mengutamakan Abdurrahman bin Auf dari Abu Bakar, bahkan Beliau SAW mengatakan apa yang dilakukan sahabat itu sudah baik atau benar. Mari kita kembali bertanya kepada salafiyun, Apakah dalam hal ini keilmuan Rasulullah SAW lebih rendah dari Abdurrahman bin Auf?. Naudzubillah [kami berlindung kepada Allah SWT dari pendapat demikian].
Terakhir kita akan bawakan salah satu hadis Abu Bakar menjadi Imam shalat
yang kami yakin akan membuat para salafiyun itu terdiam. Hadis tersebut
adalah Rasulullah SAW ikut menjadi makmum di belakang Abu Bakar.
عن عائشة قال صلى رسول الله صلى الله عليه و سلم خلف أبي بكر في مرضه الذي مات في قاعدا
Dari Aisyah yang berkata “Rasulullah SAW shalat di belakang Abu Bakar ketika sakit menjelang wafatnya sambil duduk” [Sunan
Tirmidzi 2/196 no 362 dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani, Sunan
Nasa’i no 786 dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani, Musnad Ahmad
6/159 no 25296 dimana syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata “shahih menurut
syarat Muslim”].
عن أنس قال صلى رسول الله صلى الله عليه و سلم في مرضه خلف أبي بكر قاعدا في ثوب متوشحا به
Dari Anas yang berkata “Rasulullah SAW ketika sakit, shalat di belakang Abu Bakar sambil duduk dan berselimut dengan kain”. [Sunan
Tirmidzi 2/197 no 363 dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani, Sunan
Nasa’i no 785 dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani].
Hadis di atas menjadi bukti valid kebolehan seorang yang lebih utama untuk berimam pada orang yang lebih rendah keutamaannya. Bagi kita umat islam Rasulullah SAW adalah semulia-mulia manusia, orang yang paling mengetahui Al Qur’an dan As Sunnah dibanding Abu Bakar tetapi Beliau SAW pernah shalat menjadi makmum di belakang Abu Bakar. Apakah salafiyun itu akan berkata kalau keilmuan Abu Bakar yang menjadi imam lebih tinggi dari para makmumnya padahal Rasulullah SAW ada di dalamnya?. Naudzubillah [kami berlindung kepada Allah SWT dari pendapat yang demikian].
Hadis di atas menjadi bukti valid kebolehan seorang yang lebih utama untuk berimam pada orang yang lebih rendah keutamaannya. Bagi kita umat islam Rasulullah SAW adalah semulia-mulia manusia, orang yang paling mengetahui Al Qur’an dan As Sunnah dibanding Abu Bakar tetapi Beliau SAW pernah shalat menjadi makmum di belakang Abu Bakar. Apakah salafiyun itu akan berkata kalau keilmuan Abu Bakar yang menjadi imam lebih tinggi dari para makmumnya padahal Rasulullah SAW ada di dalamnya?. Naudzubillah [kami berlindung kepada Allah SWT dari pendapat yang demikian].
Kembali ke judul tulisan, kami sebelumnya telah membuktikan bahwa Imam Ali adalah sahabat yang paling berilmu diantara semua sahabat lain termasuk ketiga khalifah. Bukti yang kami tampilkan selain perkataan Imam Hasan adalah Hadis Tsaqalain. Hadis ini sebaik-baik bukti bahwa Imam Ali adalah Ahlul Bait yang menjadi pegangan bagi umat islam termasuk ketiga khalifah agar tidak tersesat. Hadis Tsaqalain adalah perkataan Rasulullah SAW yang menjadi hujjah keilmuan Imam Ali di atas semua sahabat tetapi
tidak dimengerti oleh para pengingkar. Sedangkan Abu Bakar menjadi Imam
shalat tidaklah menjadi hujjah keilmuan Abu Bakar di atas Imam Ali
karena telah ma’ruf bahwa Rasulullah SAW sendiri manusia yang paling
berilmu juga pernah bermakmum di belakang Abu Bakar.
Kisah Abu Bakar Menjadi Imam Shalat Di Hari-hari Akhir Hidup Nabi saw. adalah Kisah Kepalsuan
Tak henti-hentinya saudara-saudara kami
Ahlusunnah, dan khususnya yang Nawâshib di antara mereka, di antaranya
adalah Pendiri Sekte Wahhabiyah dan kaum Wahabi …. Tak henti-hentinya
mereka berdalil dengan kasus ditunjuknya Abu Bakar menjadi imam shalat
di hari-hari akhir kehidupan Nabi saw. bahwa sebenarnya penunjukan itu
oleh Nabi saw. adalah sebuah isyarat atau bahkan dianggap sebagai
penunjukan samar/khafiy atas kekhalifahan Abu Bakar…
Akan tetapi, semua itu tidak berdasar… di sampan peristiwa penujukan itu adalah palsu!
Ibnu Abdil Wahhab berkata:
وما صح من أمره صلى الله عليه وسلم أبا بكر في مرض موته بإمامة الناس وهذا التقديم من أقوى إمارات حقيقة خلافة الصديق وبه إستدل أجلاء الصحابة كعمر وأبي عبيدة وعلي رضي الله عنهم أجمعين.
“Dan apa yang telah shahih bahwa Nabi
saw. di waktu sakit kematiannya memerintah Abu Bakar untuk memimpin
shalat. Dan pengajuan itu adalah isyarat terkuat akan hakikat
Khilafahnya ash Shiddîq (Abu Bakar). Dan dengannya para pembesar
sahabatseperti Umar, Abu Ubaid dan Ali ra. berdalil.”
Dalam blog haulasyiah,
seorang pendekar Wahabiyah juga membanggakan dalil di atas dan
mendendangkan nyanyian lama tanpa meneliti dan memerhatikan
kepalsuannya… seakan mereka bersepakat untuk bergantung di atas lumut
demi menyelamatkan doqma klasik mazhabnya…
“Dalil-dalil yang menunjukkan akan adanya isyarat secara tidak langsung (bukan wasiat) dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang mengisyaratkan bahwa Abu Bakarlah yang lebih pantas menjadi khalifah sangat banyak. Isyarat-isyarat tersebut adalah sebagai berikut:Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dipilih sebagai imam Shalat pengganti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallamHadits-hadits yang menunjukkan diperintahkannya Abu Bakar untuk memimpin shalat menggantikan Rasulullah, shalallahu ‘alaihi wasallam sangat masyhur. Salah satu di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Musa radhiallahu ‘anhu berikut:
مَرِضَ رَسُولُ اللَّهِ فَاشْتَدَّ مَرَضُهُ فَقَال مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ فَقَالَتْ عَائِشَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ رَقِيقٌ مَتَى يَقُمْ مَقَامَكَ لاَ يَسْتَطِعْ أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ فَقَالَ مُرِي أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ فَإِنَّكُنَّ صَوَاحِبُ يُوسُفَ قَالَ فَصَلَّى بِهِمْ أَبُو بَكْرٍ حَيَاةَ رَسُولِ اللَّهِ. ]متفق عليه)
Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sakit parah beliau berkata: “Suruhlah Abu Bakar untuk mengimami manusia”. Maka berkatalah Aisyah: “Ya Rasulullah sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang amat perasa (mudah menangis). Bagaimana dia akan menggantikan kedudukanmu, dia tidak akan mampu untuk memimpin manusia”. Rasulullah berkata lagi: “Perintahkanlah Abu Bakar untuk mengimami manusia! Sesungguhnya kalian itu seperti saudara-saudaranya nabi Yusuf.”[1] Abu Musa berkata: maka Abu Bakar pun mengimami shalat dalam keadaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam masih hidup. (HR. Bukhari Muslim)”Kemudina selanjutnya ia menyebutkan beberapa dalil yang telah kami bantah habis dalam edisi-edisi yang telah lewat.
Ibnu Jakfari berkata:
Setelah penelitian panjang terhadap
riwayat-riwayat yang dijadikan dalil oleh Syeikh Ibnu Abdil Wahhabdan
kaum nawâshib Wahhâbiyah, dan pembuktian bahwa dalil-dalil tersebut
tidak mampu bertahan di hadapan kritik dan pembuktian akan kepalsuannya,
maka di sini tidak tersisa dari dalil yang diandalkan Syeikh kecuali
berhujjah dengan shalat Abu Bakar di hari-hari akhir hidup Nabi saw. …
Dan adapun klaimnya bahwa para pembesar sahabat, di antaranya Imam Ali
as. telah berhujjah dengannya untuk membuktikan keabsahan Khilafah Abu
Bakar adalah sebuah kepalsuan lain yang tidak akan mampu ia buktikan di
hadapan kajian ilmiah… ia hanya sebuah kepalsuan yang diatas namakan
Imam Ali as. oleh para pemalsu yang sektarian demia membela doktrin
mazhabnya. Sebab jika benar, lalu mengapa Imam Ali as. enggan memberikan
baiat untuk Abu Bakar bahkan menentangnya selamma enam bulan, seperti
diriwayatkan dalam berbagai riwayat shahih, di antaranya oleh Imam
Bukhari?!
Semua itu tidak berdasar, dan hanya kepalsuan belaka!!
Adapan mengaitkan-ngaitkan antara menjadi imam shalat (yang disitilahkan dengan imamah shughrâ) dengan kekhalifahan (yang disitilahkan dengan imamah kubrâ)
adalah kesimpulan yang mengada-ngada, dan hanya dilontarkan oleh kaum
jahil yang tidak mengerti permasalahan Khilafah/Imamah Kubra dalam
teoloqi Islam, khususnya teoloqi Ahlusunnah wal Jama’ah! Sebab:
Pertama: Para ulama Sunni
sendiri telah mengakui tidak adanya relevansi antara menjadi imam dalam
shalat dan menjabat sebagai Khalifah, sebab ia adalah dua masalah yang
sangat berbeda dalam segala seginya termasuk dalam syarat-syarat yang
dibutuhkan oleh masing-masing. Ibnu Hazm telah mengakui kenyataan ini,
ia berkomentar, “Adapun orang yang mengklaim bahwa Abu Bakar diajukan
menjadi Khalifah karena diqiyas karena ia diajukan sebagai imam dalam
shalat maka ia adalah batil/salah secara pasti, bâthilun biyaqînin.
Sebab tidak setiap yang berhak menjkadi imam dalam shalat ia berhak
menjadi Khalifah. Yang berhak menjadi imam dalam shalat adaalah yang
paling bagus qira’atnya, walaupun ia seorang ajami (non Arab) ataupun
orang Arab, sementara tidak berhak menjabat sebagai Khalifah kecuali
seorang dari suku Quraisy. Bagaimana akan diqiayaskan antara keduanya,
semantara qiyas itu seluruhnya batil.”[2]
Selain Ibnu Hazm, Syeikh Abu Zuhrah
–seorang tohok ulama Azhar- juga menolak prinsip relasi tersebut, ia
berkata, “Sebagian dari mereka berkata, ‘Nabi saw. telah merelakan ia
menjadi imam dalam urusan akhirat kita (shalat), lalu apakah kita tidak
meralakannya menjadi imam dalam urusan dunia kita?!’. Akan tetapi ia
memaksa adalah relasi yang tidak berdasar, sebab politik (mengurus)
urusan dunia berbeda dengan urusan ibadah. Maka dengan demikian isyarat
itu tidaklah jelas mengandung penunjukan. Selain itu, dalam rapat di
Saqifah yang di dalamnya terjadi persaingan tidak sehat antara kaum
Muhajirin dan Anshar dalam memperebutkan jabatan Khilafah tidak seorang
pun berdalil dengan dalil tersebut. Yang jelas mereka tidak meyakini
adanya relasi antara imamah shalat dan jabatan kepemimpinan umat Islam
(Khalifah/Imamah Kubrâ).”[3]
Kedua: Dalam fikih Ahlusunnah
tidak memberi perhatian dalaam kualitas seorang imam dalam shalat, sebab
seorang yang fajir sekalipun boleh dan sah menjadi imam shalat
sementara makmunya orang-orang shaleh, waliyullah. Para ulama Ahlusunnah
berdalil dengan sabda Nabi saw. yang mereka akui keshahihannya, “Shalatlah di belakang seorang yang barr/baik mapun yang fajir/jahat/derjana.”
Sebagaimana mereka juga berdalil dengan bermakmumnya para pembesar
sahabat di belakang Walîd ibn ‘Uqbah ketika memimpin shalat
dalammkeadaan mabok berat di masa ketika ia menjadi gubernur wilayah
Kufah di masa kepemimpinan Khalifah Utsman ibn Affan.
Andai menjadi imam dalam shalat adalah
bukti legalitas kekhalifahan seorang pastilah Salim maula Abu Hudzaifah,
Amar ibn ‘Âsh dan Abdurrahman ibn ‘Auf lebih berhak menjadi Khalifah
sebab mereka pernah memimpin shalat dan di antara yang menajdi makmun
adalah Abu Bakar![4]
Sementara itu dalam riwayat-riwayat Ahlusunnah Abu Bakar kemudian
mundur setelah kedatangan Nabi saw. ke dalam masjid dan menggantikannya
menjadi imam shalat![5]
Abu Bakar Tidak Menjadi Imam Dalam Shalat Tersebut!
Seluruh riwayat yang mengisahkan
peristiwa tersebut menegaskan bahwa beberapa saat setelah Abu Bakar
memimpin shalat, Nabi saw. segera keluar bergegas menuju masjid dengan
dipanggul Imam Ali as. dan al Fadhl putra Abbas ra. atau Abas sendiri
dalam keadaan sakit parah sehingga kedua kaki suci beliau tidak
menginjak ke tanah, kemudian beliau yang memimpin shalat dan
menyingkirkan Abu Bakar dari posisinya sebagai imam shalat!
Jadi jika benar Nabi saw. yang memerintah
Abu Bakar untuk menjadi imam shalat, mengapakah kemudian beliau memaksa
diri bangkit menuju masjid dan menyingkirkan Abu bakar dari posisinya?!
Bukankah kebangkitan Nabi saw. menuju masjid dalam keadaan seperti itu
ingin menepis anggapan bahwa beliaulah yang memerintahkan Abu Bakar
untuk menjadi imam dalam shalat!
Sibthu Ibn Jauzi telah menulis sebuah
buku untuk membuktikan bahwa Abu Bakar tidak menjadi imam dalam shalat
pada kasus tersebut. Dalam buku tersebut ia menyusun tiga bab, pertama
pembuktian bahwa Nabi saw. keluar menuju masjid dan menyingkirkan Abu
Bakar, kedua pembuktian adanya ijma dari Abu Hanifa, Malik, Syafi’i dan
Ahmad tentang hal tersebut, ketiga, pembuktian kelemahan riwayat yang
mengatakan bahwa Abu bakar lah yang menjadi imam dalam shalat tersebut.
Dan ia mensifati yang mengatakannya sebagai gedil dan mengikuti hawa
nafsu.
Ibnu Hajar al Asqallani –penutup para
huffâdz- juga menegaskan bahwa Abu Bakar tidak menjadi imam dalam shalat
itu. Ia berkata, “Telah banyak sekali riwayat dari Aisyah dengan tegas
menunjukkan bahwa yang menjadi imam dalam shalat tersebut adalah Nabi
saw.”[6]
Jadi andai mereka berdalil dengan
shalatnya Abu Bakar sebagai bukti keabsahan Khilafahnya, niscaya orang
lain dapat berdalil dengan disingkirkannya Abu Bakar dari posisinya
sebagai imam shalat adalah isyarat kuat bahwa ia sama sekali tidak
memiliki kelayakan untuk menjadi imam shalat apalagi menjadi Khalifah!
Keempat: Bukti-bukti otentik
mengatakan bahwa Abu Bakar saat itu termasuk yang diperintah Nabi saw.
untuk bergabung dengan tentara di bawah komandan Usamah ibn Zaid. Jadi
tidak mungkin Nabi saw. yang memerintah Abu Bakar untuk menjadi imam
shalat ketika itu![7]
Kelima: Andai dalil yang mereka
banggakan itu shahih dan sempurna sanad dan matan dalam pandangan
Ahlusunnah, maka itu masih belum cukup, -seperti sering saya tegaskan-
sebab ia hanya diriwayatkan oleh ulama Ahlusunnah sendiri, ulama Syi’ah
tidak pernah meriwayatkannya dan tidak pula pernah menshahihkannya…
Sementara kebutuhan mereka dalam membela keabsahan Khilafah Abu Bakar
adalah dalam menghadapi hujatan ulama Syi’ah, lalu bagaimana dalam
mempertahankan dan/atau membuktikannya, mereka (Ahlusunnah) berhujjah
dengan dalil sepihak? Bukankah yang demikian itu menyalai etika
berdialoq?
Al Khulashah
Jadi apa yang sedang mereka banggakan
adalah gugur dengan sendirinya. Dan dengan gugurnya dalil-dalil yang
mereka banggakan dan mereka andalkan dalam menegakkan keabsahan khilafah
Abu Bakar maka runtuhlah pilar mazhab mereka yang mereka tegakkan di
atasnya!!
Walhandu Lihhahi….
Walhandu Lihhahi….
Referensi:
[1] Terjemahan hadis di atas oleh ustadz Wahabi bernama Muh. Umar as Sewed adalah salah, sebab kata shawâhib dengan wazan (bentuk kata) fawâ’il menunjukkan perempuan… jadi tidak benar jika diterjemahkan dengan: saudara-saudaranya nabi Yusuf. Akan tetapi yang dimaksud dengannya adalah wanita-wanita yang mengganderungi Nabi Yusuf as. Tapi tak mengapalah kesalahan itu, dan saya tidak akan mengatakan bahwa ia diakibatkan karena sang ustadz pujaan kaum Wahabi itu baru belajar bahasa Arab…. Sebab bisa jadi beliau adalah pakar dalam bahasa Arab, namun kali ini tergelincir… Semoga tidak keseleo atau patah tulang dalam ketergelincirannya kali ini!! Amîn.
[1] Terjemahan hadis di atas oleh ustadz Wahabi bernama Muh. Umar as Sewed adalah salah, sebab kata shawâhib dengan wazan (bentuk kata) fawâ’il menunjukkan perempuan… jadi tidak benar jika diterjemahkan dengan: saudara-saudaranya nabi Yusuf. Akan tetapi yang dimaksud dengannya adalah wanita-wanita yang mengganderungi Nabi Yusuf as. Tapi tak mengapalah kesalahan itu, dan saya tidak akan mengatakan bahwa ia diakibatkan karena sang ustadz pujaan kaum Wahabi itu baru belajar bahasa Arab…. Sebab bisa jadi beliau adalah pakar dalam bahasa Arab, namun kali ini tergelincir… Semoga tidak keseleo atau patah tulang dalam ketergelincirannya kali ini!! Amîn.
[2] Al Fishal Fi al Milal wa an Nihal,4/109.
[3] Tarikh al Madzâhib al Islamiyah:23.
[4]Lebih lanjut baca Shahih Bukhari, Kitabul Ahkâm, Bab Istiqshâul Mawâli wa Isti’mâlihim,9/88,
Shahih Muslim, Bab al Mashu ‘ala al Imamah1/230, Musnad Imam
Ahmad,4/248, 250 dan 251, Sunan Abu Daud,1/37, Sunan Ibnu Mâjah,1/392,
Sunan an Nasa’i, 1/77, Bab Kaifa al Mashu ‘Ala al Imamâh, Sirah Ibn
Hisyâm,4/272, Sirah Ibn Katsir,3/513 pada bab peperangan Dzatus Salâsil.
[5] Shahih Bukhari, Bab man Dakhala Liyaummu an Nâsa Fa jâa al Imam fa Yataakhkhara al awal,1/174
[6] Fathu al Bâri,2/123.
[7] Fathu al Bâri,8/124, ath Thabaqât al Kubrâ; Ibnu Sa’ad,4/66, Tarikh al Ya’qûbi,2/77, Tarikh al Khamîs,2/154 dll.
__________________________
Abu Bakar, pada waktu Rasul sedang sakit,
berada di bawah komando Usamah di Jurf, di luar kota Madinah, dan Rasul
mengutuk barangsiapa yang meninggalkan ekspedisi Usamah.. Bagaimana
mungkin Rasul memerintahkan Anu Bakar dan Umar menjadi imam shalat ?
1. Abu Bakar, pada waktu Rasul sedang sakit, berada di bawah komando Usamah di Jurf, di luar kota Madinah, dan Rasul mengutuk barangsiapa yang meninggalkan ekspedisi Usamah.. Bagaimana mungkin Rasul memerintahkan Anu Bakar dan Umar menjadi imam shalat ?
2. Ada hadis diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya, yang berasal dari ummu’lmu’minin ‘A’isyah, yang berkata: ‘Rasul Allah wafat sementara Abu Bakar berada di Sunh suatu tempat di luar Madinah, dan ‘Umar berkata, ‘Demi Allah, (Nabi) tidak wafat’… ‘ Ini menunjukkan bahwa Abu Bakar sama sekali tidak hadir pada shalat dzhuhur di Masjid Nabi pada hari wafatnya Rasul. Bagaimana mungkin Rasul memerintahkan Abu Bakar mengimami shalat itu, sedang ia berada di Sunh ?
3. Hadis yang berasal dari ummu’lmu’minin Aisyah itu juga mengandung banyak pertentangan. Pertama yang diriwayatkan oleh Amasy, bahwa ‘A’isyah berkata, ‘Nabi shalat sambil duduk di sebelah kiri Abu Bakar’, seperti tercantum dalam Sahih Bukhari (Shahih Bukhari, bab “Arrajulu ya’tammu bi’l imam wa ya’tammuna nas bi’l ma’mum”, jilid 1, hlm. 91.) dan di bagian lain yang diriwayatkan oleh alAswad, ummu’lmu’minin Aisyah berkata bahwa ‘Rasul shalat duduk di samping Abu Bakar’. Dan di bagian lain lagi ummu’l mu’minin disebutkan sebagai telah berkata bahwa Nabi, tatkala beliau sedang sakit, ‘shalat sambil duduk di sebelah kanan Abu Bakar yang shalat sambil berdiri’.
4. Hadis di atas bertentangan dengan hadis Shahih Bukhari, yang berbunyi: ‘Sesungguhnya imam itu dijadikan pemimpin untuk diikuti; kalau imam shalat sambil duduk, maka seluruh jemaah harus shalat sambil duduk’ ( Shahih Bukhari, bab “Iqamah ash Shaff min Tamam ashShalah”, jilid 1, hlm. 87. ) . Oleh karena itu maka bila Rasul, sebagai imam, shalat duduk, maka Abu Bakar sebagai makmum juga harus duduk. Ini menunjukkan lemahnya hadis tersebut.
5. Kalau nilai imam shalat demikian pentingnya, dan Abu Bakar betul ditunjuk sebagai imam shalat tatkala Rasul sedang sakit, maka tentulah Abu Bakar telah mengemuka kannya di Saqifah.
6. Semua ulama sunni sependapat atas hadis Nabi: ‘Shalatlah di belakang orang orang yang baik maupun orang orang jahat’.
7. Kemudian, riwayat itu berbunyi: ‘Sesungguhnya Abu Bakar shalat mengikuti Nabi, dan jemaah shalat mengikuti Abu Bakar’. Maka, siapakah sebenarnya yang menjadi imam? Kalau Abu Bakar yang menjadi imam, tidak mungkin ia shalat mengikuti Rasul; kalau Rasul Allah yang menjadi imam, maka tidak mungkin jemaah shalat mengikuti Abu Bakar. Maka dikatakanlah bahwa Rasul shalat duduk sebagai imam, dan jemaah tidak dapat melihat rukuk dan sujudnya, sehingga harus mendengar dan melihat Abu Bakar yang shalat berdiri. Tetapi ini bertentangan dengan hadis Nabi dalam Shahih Bukhari, bahwa kalau imam duduk maka makmum juga harus duduk. Hadis hadis yang berasal dari ummu’lmuminin ‘A’isyah ini berisi banyak pertentangan
8. Apabila kita ingat bahwa pada waktu itu Rasul Allah memerlukan keluar Masjid untuk shalat, dengan digotong oleh ‘Ali bin Abi Thalib dan Fadhl bin ‘Abbas sampai ‘kaki beliau tidak menyentuh tanah’, seperti disepakati oleh semua, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Rasul tidaklah menunjuk seseorang untuk menjadi imam shalat. Hadis hadis yang disebut di atas jelas muncul agaknya dibuat karena argumentasi bahwa pengangkatan Abu Bakar merupakan ijma’ sukar dipertahankan.
9. Rasul keluar dengan maksud menjadi imam untuk membuktikan kepada istri istri Nabi (‘A’isyah putri Abu Bakar dan Hafshah putri ‘Umar), bahwa beliau tidak menunjuk siapa pun untuk menjadi imam shalat; sebab, sebagaimana dapat kita simpulkan dari hadis hadis tersebut yang meminta Rasul mengangkat Abu Bakar dan ‘Umar menjadi imam shalat adalah ‘Aisyah dan Hafshah; dan hadis hadis yang disampaikan kemudian terbanyak berasal dari Aisyah.
10. Tentang siapa yang meminta Rasul menyuruh Abu Bakar menjadi imam. Sebagian mengatakan ‘ummu’lmuminin Aisyah yang melakukannya sebanyak tiga kali atau lebih, sebagian mengatakan bahwa ‘A’isyah meminta pada Rasul, melalui Hafshah (ummu’lmu’minin, anak ‘Umar bin Khaththab), sekali atau dua kali, dan tatkala Rasul menghardik, Hafshah berkata kepada ‘Aisyah, ‘Belum pernah aku mendapat kebaikan dari Anda’. Mengenai shalat itu sendiri; sebagian mengatakan shalat ‘ashr, sebagian mengatakan shalat ‘isya, dan sebagian lagi shalat shubuh.
(Syiahali/Jakfari/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email