Sejak
pertama kali meluncurkan blog, saya terkejut melihat salah satu negara
pengunjung yang masuk limt besar di list negara pengakses adalah
Hongkong. Wow! Ternyata Islam memang sedang menggeliat di negara Jacky
Chen itu.
Mengapa
fenomena unik ini mengemuka? Rupanya salah satu sebabnya adalah fakta
bahwa sebagian besar para TKI (TKW) mendapatkan kebebasan untuk
menjalankan agama Islam secara leluasa. Bahkan banyak diantara mereka
yang semula buta wawasan dan berpendidikan rendah, karena iklim
kebebasan yang sangat kondusif, bisa menggunakan internet sebagai
jendela untuk menambah wawasan dan berkomunikasi. Kebetulan beberapa
hari lalu saya berbincang dengan seorang wanita mantan TKW hongkong yang
kini sering pulang ke Indonesia karena sibuk mengatur jadwal
keberangkatan para mubalig ke negeri yang yang sempat disewa Inggris
itu.
Ironis,
TKW di Saudi Arabia yang notabene tempat kelahiran Islam malah tidak
mendapatkan kebebasan beribadah bahkan sebagian dari mereka kerap
mendapatkan perlakuan tidak manusiawi, apalagi islami.
Islam di Hong Kong diamalkan oleh sekitar 20,000 Muslim. Kebanyakannya adalah Cina dari suku Han, dengan bakinya dari Pakistan, India, Malaysia, Indonesia, dan Timur Tengah dan negara-negara Afrika. Empat masjid utama digunakan bagi solat setiap hari. Yang tertua adalah Masjid Jalan Shelley di Pulau Hong Kong, yang dibina pada tahun 1840-an dan dibina semula pada 1915. Masjid Kowloon dan Pusat Islam di Jalan Nathan, dibuka pada tahun 1984, mampu menampung sekitar 3,500 ahli. Masjid dan Pusat Islam di Jalan Oi Kwan di Wan Chai
dibuka pada September 1981 dan mampu menampung ahli seramai lebih dari
700 jamaah. Perkuburan Muslim Tanjung Collinson turut mempunyai masjid.
Adzan
mengalun indah di kawasan sibuk aktivitas Nathan Road, Hongkong.
Muadzinnya adalah Ahmed Cheung Wong Yee kini dikenal sebagai Imam Cheung
-yang merupakan imam masjid tersebut. Di bawah tangga, seorang pria
jangkung dengan tulang dahi yang tinggi bergerak dalam kerumunan
menggunakan celana Pathani, pakaian tunik, dan bertutup kepala putih.
Kerumunan manusia tersebut terus bergerak sampai akhirnya berhenti di
keset tenunan sebelum masuk masjid, mereka bersiap shalat Jumat.
Pada
jam itu, semua perhatian seolah tersedot ke masjid. Para pria seperti
sepakat break sejenak dari pekerjaannya, berganti ‘kostum’, lalu
bergerak ke masjid. Di bagian lain, seorang wanita berdiam seperti
patung. Mulutnya berucap perlahan, menderas ayat-ayat Alquran. Begitu
Imam Cheung memungkasi iqamat-nya, shalat berjamaah dimulai.
Aktivitas
di atas merupakan sekelumit kehidupan komunitas Muslim di Hongkong.
Kota yang padat aktivitas dan memiliki kehidupan yang tidak pernah
berhenti, menyisakan sebagian ruang heningnya bagi para pemeluk agama
untuk beribadah. Meski bukan mayoritas, namun umat Islam menikmati
kebebasan menjalankan ibadah mereka.
Berdasarkan
perkiraan pemerintahan Hongkong, saat ini, penganut Islam di Hongkong
berjumlah sekitar 70 ribu orang. Mereka saling berbagi wilayah bersama
komunitas Kristen, Buddha, dan Hindu. Karena itu, mereka sangat
berhati-hati untuk tidak saling mengganggu satu sama lain. Itu sebabnya,
adzan hanya boleh dilakukan terbatas di masjid saja.
Meski
demikian, Imam Cheung menyebut pemerintahan Hongkong cukup akomodatif
terhadap kepentingan kelompok Muslim. ”Mereka telah memberikan daging
yang disembelih sesuai hukum Islam,”ujarnya.
Selain
itu, masjid dan pusat kegiatan Islam cukup berkembang di kota ini.
Setiap Jumat, Imam Cheung melayani jamaahnya di masjid Kowloon yang
banyak didatangi umat Islam dari berbagai etnis. Sebagian dari mereka
merupakan komunitas China, sisanya terbagi atas Muslim Asia Tenggara,
Timur Tengah, Pakistan, India, dan Afrika.
Komunitas
Muslim telah ada di Cina sejak lebih dari seribu tahun yang lalu.
Dibawa oleh komunitas pedagang Arab yang membawa barang-barangnya
berjualan melintasi jalur sutra yang menghubungkan Cina dengan dunia
barat.
Sementara
di Hongkong, perkembangan agama Islam mencapai puncaknya pada saat
kedatangan Muslim Pakistan dan India yang dipekerjakan sebagai tentara
Inggris untuk menjaga kawasan ini Hongkong dulunya merupakan koloni
Inggris sebelum diserahkan kembali ke Cina tahun 1997. Jumlah penganut
Islam semakin berkembang pesat dengan banyaknya komunitas Cina minoritas
yang masuk Islam. Kelompok Cina minoritas ini kemudian dikenal dengan
nama “Hui”.
Imam
Cheung merupakan salah satu imam yang mengurusi masjid di Hongkong. Ia
memberikan kontribusi besar bagi pengembangan ajaran Islam di kota yang
dulunya merupakan koloni Inggris ini. Meski sudah berusia lanjut, 82
tahun dengan tubuh rampingnya yang kini bungkuk, namun Imam Cheung masih
saja tetap menjalankan tugasnya sebagai imam Masjid.
Meski
pendengarannya semakin buruk, namun ingatannya masih sangat kuat dan
pandangan matanya masih tajam menyiratkan rasa humornya yang tinggi di
balik kacamatanya. Sang imam fasih berbahasa Arab dan telah menghabiskan
sepanjang hidupnya sebagai Muslim taat. Ia juga menyebarkan ajaran
Islam dan mengajarkan sejarah kehidupan Rasulullah SAW.
Imam
Cheung besar dan belajar di kawasan Cina Selatan dekat pelabuhan
Guangzhou, atau yang dikenal sebagai Canton. Ia menjadi imam mengikuti
jejak ayah dan kakeknya yang juga seorang imam dan kini dimakamkan di
sana.
Sejarah
mencatat, perkembangan Islam di Cina sudah berlangsung sejak
berabad-abad lalu. Dimulai saat Rasulullah mengirimkan tiga sahabatnya
untuk mendatangi negeri Cina untuk menyebarkan ajaran Islam. Dua di
antaranya meninggal di perjalanan, sementara satu orang lainnya tiba dan
membangun tiga buah masjid, yang salah satunya ada di Guangzhou.
Hingga
kini, masjid yang dibuat pada tahun 627 ini masih berdiri di Guangzhou.
“Setiap saya pergi ke Guangzhou, saya selalu berdiri menghadap
menaranya,” kata Cheung. Tahun 1942, pada usia 27 tahun, Imam Cheung
diundang ke Hongkong, berbarengan dengan pendudukan Jepang di wilayah
itu. Ia kewalahan mengurusi jenazah prajurit yang Muslim karena
keterbatasan kain dan kayu untuk peti. Bertahun-tahun kemudian, sang
Imam masih menjalankan profesinya. Melayani umat Islam yang terus
berdatangan ke Hongkong.
Komunitas
Muslim di Hongkong lebih dari setengahnya merupakan orang Cina asli,
dan sisanya merupakan pendatang, seperti orang Pakistan, Malaysia,
Indonesia, Filipina, Arab, dan Afrika.
Sampai
saat ini belum diketahui secara pasti bagaimana komunitas Muslim asli
Hongkong bisa terbentuk. Namun, keberadaan komunitas Muslim Hong Kong
semakin jelas sejak Hong Kong berada di bawah pemerintahan Inggris pada
pertengahan abad ke-19. Inggris membawa tentara-tentara Muslimnya dari
India. Datang pula bersama mereka atribut-atribut keislamannya.
Setelah
itu, jumlah penganut Islam semakin banyak di Hongkong sehingga kemudian
terbentuklah komunitas Muslim. Melihat hal tersebut, pemerintahan
Hongkong kemudian mengalokasikan lahan bagi komunitas Muslim ini untuk
membangun masjid dan kuburan. Bertahun-tahun kemudian, lebih banyak lagi
orang Islam yang datang ke Hongkong dan menetap. Di antara mereka
adalah Muslim Cina yang datang dari Cina daratan.
Sumber: http://www.muhsinlabib.com/
Post a Comment
mohon gunakan email