Pesan Rahbar

Home » » Kisah Ayatullah Bahjat

Kisah Ayatullah Bahjat

Written By Unknown on Monday, 26 January 2015 | 11:58:00


Ayatullah Muhammad Taqi Bahjat Fumani (1913 - 17 Mei 2009) adalah seorang marja Syi’ah Imamiyah di Iran dengan pandangan politik dan sosial yang dekat denganmazhab ushuli. Syekh Bahjat, demikian panggilan intimnya, adalah murid dari seorang arif terkenal, Qadhi Sayid Ali Thabathaba’i, dan juga murid dari Abul Hasan Ishfahani dan Mirza Na’ini. Beliau adalah salah salah seorang ulama Syi’ah yang paling dihormati, yang fatwa-fatwanya banyak diikuti oleh umat Islam Syi’ah.

Syekh Bahjat lahir di Fouman, Provinsi Gilan, Iran. Pada usia 14, ia pindah ke Karbala, Irak untuk melanjutkan studi agamanya. Empat tahun kemudian, ia pindah ke Najaf untuk menyelesaikan studinya di bawah Ayatullah Taleghani dan Ayatullah Na’ini. Beliau mengajar di Hauzah Ilmiah Qom, Iran.

Beliau meninggal pada usia 96 tahun, di Rumah Sakit Vali-e-Ashar di kota Qom pada Ahad, 17 Mei 2009, akibat penyakit jantung.

Sepanjang karir keilmuannya, beliau dikenal sebagai seorang marja’ yang tak pernah lepas dari zikir dan tafakur. Berikut ini nasihat-nasihat ‘irfan dari orang yang dimuliakan oleh Sayid Ali Khamenei dan dihormati Imam Khomeini.


Tentang Kekhusukan Ibadah dan Salat

Perasaan senang dan suka selama salat menuntut dua bentuk pengenalan. Pertama, pengenalan yang melampaui ruang lingkup salat itu. Kedua, pengenalan dalam kerangka salat yang dilakukan tersebut. Hal-hal yang seharusnya diperjuangkan sebelum salat ialah jangan melakukan dosa, juga tidak mengotori hati dengan perilaku yang melanggar (perintah) Allah Swt. Pembangkangan atas kesucian hati akan memadamkan cahaya dalam hati.

Sementara yang harus diperhatikan dalam salat adalah seseorang harus melingkupi dirinya dengan benteng kokoh hingga ia menjadi takut tidak selamat dari (murka) Allah Swt. Dengan kata lain, ia harus mengubah pikirannya dari segala sesuatu selain Allah. Yakni, perhatiannya tidak pada yang lain kecuali Allah. Jika pikirannya diliputi sesuatu yang lain secara tak disadari, ia harus segera menghentikannya sesegera mungkin sehingga menjadi terjaga kembali.

Agar hati bisa lebih bertawajuh pada salat, pengetahuandan keyakinan batin harus kuat. Jika tidak, tidak mungkin bagi hati yang berkeyakinan kuat untuk tidak perhatianketika pengetahuan itu hadir. Misalnya, dalam konteks ini, ketika kita menghadap kiblat, membaca al-Fatihah dan surah lain, perhatikanlahmakna-maknanya agar hubungan terjadi dan selalu terjaga.

Salah satu faktor utama lainnya yang dapat menjadikan kekhusukan hati selama salat ialah pengendalian pancaindra sepanjang hari. Karenanya,seorang mushali (pelaku salat) harus mempersiapkan semua keperluan yang dapat mengantarkannya meraih kekhusukan hati selama salat.

Hal lain yang dapat dilakukan untuk menghadirkan hati dalam salat adalah mencari pertolongan dari Imam Zaman (aj) sebelum melakukan salat, kemudian melaksanakan kewajiban itu dalam kelengkapannya secara mutlak.


Tentang Hubungan Ilmu dan Keikhlasan

Syariat adalah kriteria atas perbuatan kita. Kita mesti memerhatikan dan melihat, apakah perbuatan kita selaras atau bertentangan dengan syariat. Jika kita merasa punya kekhawatiran, kita harus khawatir atas semua perbuatan kita dalam ibadah dan salat, karena hal itu akan memberitahu kita apakah maksud kita ikhlas ataukah tidak.

Dalam hal ini, seyogianya kita menyatukan ilmu dan amal kita, dan tidak seharusnya meninggalkan yang satu demi yang lain. Seluruh penderitaan yang kita alami merupakan hasil dari pemisahan ilmu dan amal yang kita lakukan. Ilmu yang dimiliki sebagian orang tidak sesuai dengan amal mereka. Ilmu seseorang kadang-kadang ditinggalkan di belakang amalnya dan terkadang jauh mendahului di depan amalnya. Karenanya, hendaknya ilmu kita menemani amal kita. Ringkas kata, ilmu kita tidak boleh terpisah dari perbuatan.

Seseorang yang memiliki ilmu tetapi tidak melaksanakan (ilmu)nya itu ibarat lampu yang cahayanya menerangi jalanan orang lain tetapi membakar jalannya sendiri oleh dirinya sendiri.

Apabila orang-orang berbuat sesuai dengan ilmu mereka, semua urusan mereka akan teratasi dengan baik. Yakni, jika mereka melaksanakan tugas dan kewajiban mereka, meninggalkan apa yang dilarang dan berusaha keras melaksanakan apa yang diperintahkan sekuat yang mereka mampu lakukan, maka urusan mereka akan beres dan bermanfaat.

Dari perspektif lain, ilmu adalah guru dan guru itu berarti bukan yang lain. Kita harus berbuat sesuai dengan apa yang kita pelajari dan ketahui, dan berteguhlah dengan itu. Ini akan mencukupi karena orang yang beramal sesuai dengan apa yang diketahuinya, akan diizinkan Allah Swt untuk mewarisi ilmu yang tidak dikenali sebelumnya. Al-Quran menyatakan ini, Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami benar- benar akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.’ (QS. al-Ankabut [29]:69).

Dengan kata lain, guru kita adalah ilmu kita. Beramal sesuai dengan apa yang kita ketahui (ilmu kita), akan mencukupkan kita untuk hal yang tidak kita ketahui.

Jika kita tidak berhasil, berarti kita tidak melakukan amal itu secara benar. Kita seharusnya juga menata waktu sejam sehari untuk belajar ilmu teologi.


Bersandar dan Beriman kepada Allah

Jika kita yakin pada Allah Swt seperti seorang anak meyakini ibunya dan meminta kepada Allah, Zat Yang Mahatinggi, untuk menjamin setiap apa yang kita butuhkan, kita tidak akan pernah menderita problem apapun dan semua kebutuhan kita akan dipenuhi dan terpelihara.


Tentang Tanggung Jawab terhadap Imam Zaman (aj)

Jika kita sibuk melayani Imam Mahdi, Imam Zaman (aj), niscaya beliau (Imam Zaman) puntidak akan mengabaikan, membiarkan dan memikirkan kita. Pelayanan terhadap Imam Zaman bisa berbentuk, misalnya, memperingati hari kesyahidan Imam Husain, dan hari-hari besar lainnya.

Kecintaan Sang Pencipta dan Imam Zaman (as) akan semakin meningkat apabila kita meninggalkan maksiat dan dosa, serta mendirikansalat sesegera mungkin ketika sudah tiba waktunya.

Kitaharus berpikir tentang bagaimana bisa memperoleh dukungan Tuhan dan Imam Zaman (semoga Allah mempercepat kemunculannya). Yakni, kita harus mengetahui bagaimana belajar dan bekerja dalam rangka memenangkan dukungan dan rida-Nya. Setiap pelajar agama, khususnya, harus menjaga masalah ini di daftar teratas prioritasnya (di setiap waktu, selama masa belajarnya dan setelah ia menyelesaikan semua itu). Dia harus selalu berpikir tentang amal-amaldan akhlaknyasesuai syariat dalam rangka meraih dukungan Imam Zaman (af). Jika pelajar itu memikirkan ini dan melaksanakan jalan tersebut, ia tidak akan melakukan penyimpangan dalam pikiran, kata-kata dan tingkah lakunya selama hidup. Dia pun tidak akan menanggung berbagai tingkah laku yang tidak cocok dengannya, dan kemelut-kemelut yang membingungkannya.


Tentang Hubungan Zikir dan Menjauhi Dosa

Hendaknya kita mendawamkan zikir, karena seorang yang melakukan itu akan selalu merasakan kehadiran Tuhan, dan berbicara pada-Nya. Seyogianya ketika kita menjadi para penyeru manusia ke jalan Allah Swt tidak dengan lisan (saja) tetapi juga amal perbuatan. Bagi orang yang memiliki kekuatan spiritual, semestinya ia memberi perhatian utama pada panggilan terbaik, yakni,amal.

Seyogianya kita meninggalkan maksiat dan mengatakan, “Allah telah mengaruniakan kemurahannya pada semua tingkat orang-orang yang mau mendekati-Nya melalui kelembutan khusus, yakni menjauhkan diri dari pelanggaran demi mengejar kedekatan terhadap-Nya. Karena tingkat-tingkat dari ilmu manusia dan cintanya kepada Allah Swt beraneka ragam, maka tingkat-tingkat dari meninggalkan dosa pun bertingkat sedemikian rupa sehingga dikatakan bahwa perbuatan baik dari kesalehan bisa jadi jelek bagi mereka yang dekat kepada-Nya. Dalam hal menjauhi perbuatan dosa, tidak ada perbedaan antara seorang pelajar dan bukan pelajar.

Zikirterbaik ialah zikir amal, yaitu meninggalkan dosa dalam iman dan amal. Segala sesuatu memerlukan hal ini, sementara hal ini tidak membutuhkan apapun.

Selain dari mengajar dan menekuni al-Quran dan hadis-hadis Ahlulbait (as), semestinya kita menguatkan diri dalam kesalehan dan berjalan menuju keridaan-Nya. Artinya, kita harus beristikamah melakukan hal tersebut demi meraih tujuan meninggalkan dosa dalam iman dan amal.

Menjauhkan diri dari dosa-dosa akhlaki bisa ditempuh dengan memperpanjang sujud. Dengannya kita mematahkan punggung setan. Ketika seseorang memperpanjang sujudnya, seyoginya ia berdiri di depan kaca dan memerhatikan tanda tempat sujud pada dahinya, apakah sujudnya itu meninggalkan sebuah tanda di dahinya atau tidak. Jika tanda itu ada, ia harusmenghapusnya sampai hilang sama sekali sehingga ia tidak ditandai dengan keangkuhan dan kepura-puraan.

Pengetahuanakan Tuhan yang Mahajujuradalah fondasi terpenting dalam menghancurkan dosa-dosa akhlak. Karena, semua dosa akhlaki berasal dari kelemahan pengetahuan tentang Allah Swt. Jika seseorang menyadari bahwa Allah Maha Terpuji, Mahatinggi dan Mahasuci dengan selayaknya, dia akan selalu berada dalam kondisi lebih indah daripada segala yang indah, dan dia tidak akan meninggalkan perasaan nyaman dengan-Nya.

Agar seseorang dapat meraih perasaan yang selalu nyaman bersama Allah dan dengan para Imam Maksum (as), hendaknya ia mematuhi Allah Swt, Rasul-Nya saw dan para Imam (as), sebagaimana juga meninggalkan dosa dalam keyakinan dan perbuatan.

(IRIB-Indonesia/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: