Pesan Rahbar

Home » » Makna suhufullah Dalam Islam

Makna suhufullah Dalam Islam

Written By Unknown on Sunday 18 January 2015 | 21:47:00


Apa yang dimaksud dengan suhufullah? Apakah hanya lima nabi yang memiliki suhuf Allah?

Pertanyaan:

Apa yang dimaksud dengan suhuf Allah?
Kenapa hanya 5 nabi yang menerima suhuf-suhuf Allah?


Jawaban Global:

Allah Swt dalam al-Quran menyebut empat kitab samawi dengan nama Al-Quran (Kitab kaum Muslimin), Taurat (Kitab kaum Yahudi), Injil (Kitab kaum Kristen) dan Zabur (Kitab Nabi Daud). Di tempat lain, al-Quran juga menyinggung tentang shahifah-shahifah yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Musa As. Demikian juga, dalam beberapa riwayat disinggung sebagian nabi lainnya dan kitab yang diturunkan kepada mereka.

Karena itu, kitab-kitab samawi tidak dapat dibatasi pada empat atau lima kitab yang disinggung dalam al-Quran lantaran banyak kitab yang diturunkan oleh Allah Swt kepada para nabi yang bahkan tidak disebutkan kesemuanya pada riwayat.


Jawaban Detil:

Makna Shahifah dan Shuhuf

Makna leksikal dan derivasi dua kata ini adalah tersebar dan teredar. Kata ini digunakan baik dalam urusan materi atau pun non materi dan tidak terbatas pada jenis tertentu.

Shahifah bermakna sesuatu yang tersebar untuk ditulis. Bentuk jamak dari kata ini adalah shuhuf atau shahâif. Dan yang dimaksud dengan shuhuf adalah lembaran-lemabaran yang di dalamnya mengandung ajaran-ajaran Ilahi, hukum-hukum dan ayat-ayat yang diturunkan kepada para nabi. Jenis shuhuf ini, dengan memperhatikan situasi dan kondisi zaman, berbeda-beda dari waktu ke waktu. Pada suatu masa terdiri dari bahan jenis kayu, terkadang dari jenis kulit dan terkadang dari kertas.[1]

Dengan kata lain, shuhuf Ilahi adalah kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi dan di sebagian ayatnya disebut dengan alwâh.[2] Sebagai contoh yang dimaksud dengan alwâh yang diturunkan kepada Musa adalah Taurat yang disebutkan sebagai Alwah pada beberapa ayat al-Quran.[3] Dengan semua ini, al-Quran masyhur disebut sebagai Mushaf.


Jumlah Kitab, Shuhuf dan Nama Para Nabi

Dalam al-Quran, disebutkan empat kitab samawi dengan nama Al-Quran (Kitab kaum Muslimin),[4] Taurat (Kitab kaum Yahudi),[5] Injil (Kitab kaum Kristen)[6] dan Zabur (Kitab Nabi Daud).[7] Kitab yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim tanpa nama khusus dan disebutkan dengan nama Shuhuf. Namun hal ini tidak bermakna bahwa hanya beberapa kitab ini yang diturunkan dan hanya nabi-nabi yang disebutkan sebagai pemilik kitab itu. Dengan merujuk pada beberapa riwayat, terdapat para nabi lainnya juga disebutkan yang memiliki shahifah dan kitab; meski nama khusus kitab tersebut tidak disebutkan.

Abu Dzar meriwayatkan dari Rasulullah Saw, “Allah Swt menurunkan 104 kitab. 50 shahifahnya diturunkan kepada Nabi Syits As, 30 shahifahnya kepada Nabi Idris, 20 shahifah kepda Nabi Ibrahim As.”[8] Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa 10 shahifah diturunkan kepada Nabi Adam dan Nabi Ibrahim.[9]

Dalam literatur Ahlusunnah juga disebutkan riwayat yang sama, bedanya Nabi Adam tidak disebutkan namanya. Sebagai gantinya adalah shahifah untuk Nabi Musa As dan masa diturunkannya adalah sebelum diturunkannya Taurat.[10]

Namun Imam Shadiq As dalam sebuah riwayat, menyebutkan sebuah kitab dengan nama Ism Akbar yang terdapat pada seluruh nabi dan bahkan para wasinya. Dalam kitab itu terdapat ilmu terhadap segala sesuatu. Dalam hadis ini, disebutkan nama-nama para nabi seperti Nabi Saleh As, Nabi Syits As dan nama-nama nabi lainnya.[11]

Di samping itu, nama-nama nabi yang memiliki kitab dapat disebutkan namanya yang tidak disebutkan dalam al-Quran dan riwayat namun dengan merujuk pada sejarah dan bukti-bukti dalam literatur Islam, hal ini dapat dibuktikan. Misalnya dalam definisi para nabi ulul azmi; para nabi ulul azmi adalah mereka yang memiliki kitab sementara dalam al-Quran dan riwayat tidak menyebutkan jumlah 104 kitab, nama kitab Nabi Nuh As tidak disebutkan. Namun dalam riwayat lainnya, disebutkan Shuhuf Nabi Nuh.[12]

Pada akhirnya, dapat disimpulkanbahwa pertama, seluruh nabi bahkan para washi mereka, memiliki akses kepada sebuah kitab bernama Ism Akbar. Kedua, kita tidak dapat membatasi para nabi pemilik kitab yang disebutkan dalam Al-Quran dan sebagian riwayat.


Masa Diturunkan
Dalam beberapa literatur agama, terkait dengan masa diturunkannya kitab-kitab samawi disebutkan dalam beberapa riwayat. Sesuai dengan hadis-hadis ini, Al-Quran diturunkan pada bulan Ramadhan dan pada malam Qadar, secar sempurna dan serentak di Baitul Makmur dan dalam masa dua puluh tiga (23) tahun diturunkan secara perlahan-lahan kepada Rasulullah Saw.[13] Akan tetapi masa pewahyuan dan diturunkannya al-Quran juga dijelaskan dalam al-Quran.

Namun dalam beberapa hadis dari Imam Shadiq As disebutkan bahwa Shuhuf Nabi Ibrahim diturunkan pada awal bulan Ramadhan, kitab Taurat pada hari keenam bulan Ramadhan kepada Nabi Musa As. Kitab Injil diwahyukan pada malam kedua belas bulan Ramadhan dan Zabur pada malam kedelapan belas bulan Ramadhan kepada Nabi Daud.[14]

Akhir kata, harap diperhatikan bahwa para nabi Ilahi entah memiliki kitab atau menguasai pengetahuan yang terdapat dalam kitab para nabi sebelumnya dan kemudian mereka ajarkan dan tafsirkan untuk masyarakat umum.

Referensi:
[1]. Hasan Mustafawi, al-Tahqiq fi Kalimât al-Qur’ân, jil. 6, hal. 197, Wizarat Farhangg wa Irsyad Islami, Cetakan Pertama, Tehran, 1368 S.
[2]. Sayid Hasyim bin Sulaiman, al-Burhân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 5, hal. 638, Muassasah Bi’tsah, Cetakan Pertama, Qum, 1374 S.
[3]. Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 20, Daftar Intisyarat Islami, Cetakan Kelima, Qum, 1417 H.
[4]. “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa mereka memiliki pahala yang besar.” (Qs. Al-Isra [17]:9).
[5]. “Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada alwâh (Taurat) nasihat dan penjelasan bagi segala sesuatu; lalu (Kami berfirman), “Ambillah alwâh itu dengan teguh dan suruhlah kaummu mengamalkan (perintah-perintah)nya yang terbaik. Nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik.” (Qs. Al-A’raf [7]:145).
[6]. “Kemudian Kami utus rasul-rasul Kami setelah mereka dan Kami utus (pula) Isa putra Maryam. Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Tapi Kami tidak pernah menetapkan rahbâniyyah yang mereka ada-adakan itu kepada mereka, meskipun (dengan mengada-adakannya itu) mereka ingin mencari keridaan Allah. Tetapi mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Kami berikan pahala kepada orang-orang yang beriman di antara mereka, dan banyak di antara mereka orang-orang fasik." (Qs. Al-Hadid [57]:27).
[7]. “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang (datang) setelahnya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya‘qub dan anak cucunya (Bani Isra’il), Isa, Ayub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (Qs. Al-Nisa [4]:163).
[8]. Muhammad bin Ali, Syaikh Shaduq, al-Khishâl, Riset dan edit oleh Ali Akbar Ghaffari, jil. 2, hal. 524, Daftar Nasyr Islami, Cetakan Pertama, Qum, 1362 S.
[9]. Abdu Ali, Arusi Huwaizi, Nur al-Tsaqalain, Riset oleh Hasyim Rasul Mahallati, jil. 5, hal. 562, Ismailiyan, Cetakan Keempat, Qum, 1415 H.
[10]. Ibnu Hibban Tamimi, Al-Ihsân fi Taqrib Shahih Ibnu Hibbân, Riset dan annotasi oleh Syuaib Al-Arnut, jil. 2, hal. 77, Muassasah al-Risalah, Cetakan Pertama, Beirut, 1408 H.
[11]. Muhammad bin Yakub Kulaini, al-Kâfi, Riset dan edit oleh Ali AkbarGhaffari dan Muhammad Akhundi, jil. 1, hal. 293, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Cetakan Keempat, Tehran, 1407 H.
[12]. Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Khalid, Burqi, al-Mahâsin, Riset dan edit oleh Jalaluddin Muhaddits, jil. 1, hal. 269, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Cetakan Kedua, Qum, 1371 H.
[13]. Silahkan lihat, Nuzul al-Quran, Pertanyaan 140; Tahun Berakhirnya Nuzul al-Quran, Pertanyaan 2995.
[14]. Muhammad bin Mas’ud Ayyasyi, al-Tafsir, Riset dan edit oleh Hasyim Rasul Mahalllati, jil. 1, hal. 80, Al-Mathba’ al-Ilmiyah, Cetakan Pertama, Tehran, 1380 H; Al-Kafi, jil. 4, hal. 157.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: