DR. Alwi Shihab: Syiah adalah Bagian dari Keluarga Besar Umat Islam
2014, 30 April 12:48 PM
Kita hanya akan menjadi bahan tertawaan musuh-musuh Islam, kalau kesibukan kita saling mencela dan menjatuhkan satu sama lain. Kita ingin agar umat Islam saling hormat menghormati. Tidak saling memaki dan saling mencemohkan. Kita adalah satu keluarga besar Islam yang menempatkan akhlak mulia sebagai pondasi dasar dalam beragama“
Menurut Kantor Berita ABNA, Mantan Menkokesra dalam Kabinet Indonesia Bersatu di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, DR. Alwi Shihab dalam kunjungannya ke Iran sempat mengadakan pertemuan dan dialog dengan mahasiswa Indonesia yang berada di kota Qom Iran, selasa [29/4]. Dalam acara yang berlangsung di sekretariat Himpunan Pelajar Indonesia [HPI]- Iran hadir sekitar 30an mahasiswa dan mahasiswi Indonesia yang sementara menimba ilmu di kota Qom Iran. Dalam penyampaiannya mantan ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa [PKB] tersebut menasehatkan dihadapan sejumlah mahasiswa yang hadir untuk tidak terlalu lama berada di Iran dan lebih asyik dengan menuntut ilmu.
Beliau berkata, “Saya merasa kagum dengan teman-teman yang sekian lama menuntut ilmu. Namun juga pesan saya, jangan terlalu lama di Iran. Karena kalian ini dibutuhkan di Indonesia. Baru-baru ini saya di Kairo, hal yang sama juga saya sampaikan kepada teman-teman yang belajar di Al Azhar. Jangan terlalu lama. Karena di Indonesia ini sekarang, ulama-ulama ini diperlukan. Khususnya ulama-ulama yang bisa mendekatkan pandangan keislaman yang berbeda.”
“Jangan dibiarkan mereka yang eksklusif yang hanya mau menang sendiri, yang mendapatkan panggung. Justru teman-teman yang berada di Kairo yang dikenal sebagai institusi moderat, yang jauh daripada orientasi takfiri, itu perlu untuk segera di Indonesia. Ikut bersama-sama dengan teman-teman yang lain, memberi kiprah, memberikan pandangan dan edukasi pada masyarakat yang tidak tahu. Bukan saja di Timur Tengah ini, diluar Timur Tengahpun banyak yang ingin mengetahui khazanah Islam yang begitu kaya. Perbedaan-perbedaan orientasi, beragamnya pemahaman adalah khazanah untuk saling melengkapi, bukan saling memusuhi.” Tambahnya.
Mantan Pejabat Negara kelahiran Rappang Sulawesi Barat tersebut lebih lanjut menambahkan, “Bangsa kita sangat membutuhkan ulama-ulama yang mampu melakukan pendekatan antar mazhab, pendekatan antar pemikiran dan orientasi. Bangsa kita haus dengan tokoh Islam yang mampu mempersatukan umat. Selama ini yang banyak mengambil tempat adalah mereka yang gemar menyesatkan kelompok lain diluar mereka. Dan kondisi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.”
“Apa yang terjadi di Sampang, demikianpun deklarasi intoleransi yang terjadi kemarin di Bandung, tentu sangat kita sayangkan. Pemerintah dan ulama-ulamapun menyayangkan kejadian tersebut. Ada orang-orang yang menghalalkan darah dan mengkafirkan sesama muslim. Islam tidak begitu. Rasulullah Saw, seumur hidupnya tidak pernah mencaci orang. Kalau kita jadikan Rasul sebagai uswah hasanah. Hari ini kita mendengar, tokoh Islam menghalalkan darah dari kelompok Islam lainnya. Ini sesungguhnya bukan ajaran Islam. Karena itu perlunya kita memberi edukasi, pengarahan, penjelasan, dengan demikian kita mampu menangkal kritikan-kritikan. Perlu teman-teman mencari tahu apa yang telah menjadi sumber permasalahan, apa yang menjadi kritikan dan sumber permusuhan dari mereka yang anti itu. Dan menyampaikan apa yang sebenarnya.” Tambah Doktor dari Universitas Temple AS tersebut.
“Pernah disuatu acara seminar Sunni-Syiah, sewaktu Cak Nur [Nurcholis Majid, red] masih hidup. Cak Nur dalam diskusi itu merasa terganggu, karena ada peserta yang mengatakan Al-Qur’an Sunni dan Syiah itu berbeda. Beliau meninggalkan seminar itu, dan pulang kerumahnya sekedar untuk mengambil Al-Qur’an dan menunjukkan bahwa Al-Qur’an yang dibawanya itu adalah cetakan Iran yang didapatnya sewaktu berkunjung ke Iran, dan tidak ada bedanya sama sekali. Hal-hal seperti ini harus dilakukan untuk menangkal dan meluruskan fitnah-fitnah yang ada.” Cerita paman dari presenter terkenal Najwa Shihab.
Cendekiawan muslim yang meraih gelar masternya di Universitas Al Azhar Kairo Mesir tersebut menambahkan, “Sejak periode Syaikh Shaltut, demikian pula sewaktu saya masih kuliah di Al Azhar, sudah digalakkan upaya pendekatan Sunni dan Syiah. Saya tegaskan Syiah itu dalam pandangan Al Azhar masih bagian dari Islam. Kami mahasiswa Al Azhar mempelajari Syiah sebagi bagian dari mata kuliah Mazhab-mazhab dalam Islam. Republik Islam Iran masuk dalam Organisasi Konferensi Islam [OKI], organisasi internasional yang anggotanya hanyalah Negara-negara Islam. Kalau bukan Negara Islam, Iran pasti sudah ditolak bergabung di OKI. Orang-orang Syiah juga naik haji. Pernah ada pertemuan dengan Duta Besar Arab Saudi, dan ditanyakan kepada beliau pandangannya mengenai orang-orang Syiah. Dia berkata, Syiah masih muslim juga. Karenanya Arab Saudi memberi izin kepada muslim Syiah untuk menunaikan ibadah haji dan masuk Haramain yang diharamkan bagi orang-orang non muslim.”
Pada bagian lain penyampainya, mantan menteri Luar Negeri era Gus Dur tersebut mengatakan, “Inti permasalahan sesungguhnya, mengapa terjadi gerakan permusuhan dan anti Syiah adalah sinyalemen bahwa Syiah itu mencaci maki sahabat dan istri-istri Nabi Saw. Hal lainnya bisa kita kompromikan. Sebagai Sunni sayapun tidak bisa menerima adanya pencaci makian kepada sahabat dan istri Nabi Saw. Kalau itu masih tetap ada, maka pihak Ahlus Sunnah, tidak akan menerima dan sulit untuk melakukan pendekatan.”
“Saya berbahagia, mendengar bahwa Sayyid Ali Khamanei, pimpinan umat Syiah telah memfatwakan haramnya untuk mencela, menghina dan memaki sahabat-sahabat dan istri Nabi. Ini yang harus kalian gencar untuk informasikan kepada masyarakat. Bahwa Syiahpun menghormati tokoh-tokoh yang diagungkan Ahlus Sunnah itu dan tidak melecehkannya. Jika masih ada yang tetap melakukannya, maka itu bukan bagian dari Islam. Tindakan caci maki, saat ini bukan lagi sekedar untuk diminimalisir, tapi benar-benar dihentikan. Sebab Nabi Saw saya yakin, dan Aimmah sebagaimana keyakinan Syiah, saya yakin tidak pernah memaki ketika memberikan argumentasi. Bahkan cacian dalam Al-Qur’an juga hal terlarang, karena makian dapat mengundang makian.” Ungkapnya.
“Kalau kita mampu bekerjasama dengan pengikut agama lain, mengapa antar sesama muslim kita tidak bisa bekerjasama?. Telah keluar fatwa menghalalkan darah orang Syiah. Ini kan sebenarnya bukan Isam. Islam mengajarkan untuk saling berlomba-lomba dalam kebaikan, senantiasa bersatu dan tidak berpecah belah. Kita hanya akan menjadi bahan tertawaan musuh-musuh Islam, kalau kesibukan kita saling mencela dan menjatuhkan satu sama lain. Kita ingin agar umat Islam saling hormat menghormati. Tidak saling memaki dan saling mencemohhkan. Kita adalah satu keluarga besar Islam yang menempatkan akhlak mulia sebagai pondasi dasar dalam beragama“ tutupnya.
Turut hadir dalam pertemuan yang berlangsung dari pukul 14:30 sampai 16:30 waktu setempat, bapak Rahendra Witomi staff KBRI-Tehran, ketua umum HPI dan sejumlah pengurusnya. Diakhir acara, Sayyid Ali Shahab selaku ketua umum HPI-Iran 2014-2015 memberikan cindera mata kepada DR. Alwi Shihab sebagai ucapan terimakasih atas nasehat dan kunjungannya.
(Syiah-Ali/ABNS)
2014, 30 April 12:48 PM
Kita hanya akan menjadi bahan tertawaan musuh-musuh Islam, kalau kesibukan kita saling mencela dan menjatuhkan satu sama lain. Kita ingin agar umat Islam saling hormat menghormati. Tidak saling memaki dan saling mencemohkan. Kita adalah satu keluarga besar Islam yang menempatkan akhlak mulia sebagai pondasi dasar dalam beragama“
Menurut Kantor Berita ABNA, Mantan Menkokesra dalam Kabinet Indonesia Bersatu di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, DR. Alwi Shihab dalam kunjungannya ke Iran sempat mengadakan pertemuan dan dialog dengan mahasiswa Indonesia yang berada di kota Qom Iran, selasa [29/4]. Dalam acara yang berlangsung di sekretariat Himpunan Pelajar Indonesia [HPI]- Iran hadir sekitar 30an mahasiswa dan mahasiswi Indonesia yang sementara menimba ilmu di kota Qom Iran. Dalam penyampaiannya mantan ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa [PKB] tersebut menasehatkan dihadapan sejumlah mahasiswa yang hadir untuk tidak terlalu lama berada di Iran dan lebih asyik dengan menuntut ilmu.
Beliau berkata, “Saya merasa kagum dengan teman-teman yang sekian lama menuntut ilmu. Namun juga pesan saya, jangan terlalu lama di Iran. Karena kalian ini dibutuhkan di Indonesia. Baru-baru ini saya di Kairo, hal yang sama juga saya sampaikan kepada teman-teman yang belajar di Al Azhar. Jangan terlalu lama. Karena di Indonesia ini sekarang, ulama-ulama ini diperlukan. Khususnya ulama-ulama yang bisa mendekatkan pandangan keislaman yang berbeda.”
“Jangan dibiarkan mereka yang eksklusif yang hanya mau menang sendiri, yang mendapatkan panggung. Justru teman-teman yang berada di Kairo yang dikenal sebagai institusi moderat, yang jauh daripada orientasi takfiri, itu perlu untuk segera di Indonesia. Ikut bersama-sama dengan teman-teman yang lain, memberi kiprah, memberikan pandangan dan edukasi pada masyarakat yang tidak tahu. Bukan saja di Timur Tengah ini, diluar Timur Tengahpun banyak yang ingin mengetahui khazanah Islam yang begitu kaya. Perbedaan-perbedaan orientasi, beragamnya pemahaman adalah khazanah untuk saling melengkapi, bukan saling memusuhi.” Tambahnya.
Mantan Pejabat Negara kelahiran Rappang Sulawesi Barat tersebut lebih lanjut menambahkan, “Bangsa kita sangat membutuhkan ulama-ulama yang mampu melakukan pendekatan antar mazhab, pendekatan antar pemikiran dan orientasi. Bangsa kita haus dengan tokoh Islam yang mampu mempersatukan umat. Selama ini yang banyak mengambil tempat adalah mereka yang gemar menyesatkan kelompok lain diluar mereka. Dan kondisi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.”
“Apa yang terjadi di Sampang, demikianpun deklarasi intoleransi yang terjadi kemarin di Bandung, tentu sangat kita sayangkan. Pemerintah dan ulama-ulamapun menyayangkan kejadian tersebut. Ada orang-orang yang menghalalkan darah dan mengkafirkan sesama muslim. Islam tidak begitu. Rasulullah Saw, seumur hidupnya tidak pernah mencaci orang. Kalau kita jadikan Rasul sebagai uswah hasanah. Hari ini kita mendengar, tokoh Islam menghalalkan darah dari kelompok Islam lainnya. Ini sesungguhnya bukan ajaran Islam. Karena itu perlunya kita memberi edukasi, pengarahan, penjelasan, dengan demikian kita mampu menangkal kritikan-kritikan. Perlu teman-teman mencari tahu apa yang telah menjadi sumber permasalahan, apa yang menjadi kritikan dan sumber permusuhan dari mereka yang anti itu. Dan menyampaikan apa yang sebenarnya.” Tambah Doktor dari Universitas Temple AS tersebut.
“Pernah disuatu acara seminar Sunni-Syiah, sewaktu Cak Nur [Nurcholis Majid, red] masih hidup. Cak Nur dalam diskusi itu merasa terganggu, karena ada peserta yang mengatakan Al-Qur’an Sunni dan Syiah itu berbeda. Beliau meninggalkan seminar itu, dan pulang kerumahnya sekedar untuk mengambil Al-Qur’an dan menunjukkan bahwa Al-Qur’an yang dibawanya itu adalah cetakan Iran yang didapatnya sewaktu berkunjung ke Iran, dan tidak ada bedanya sama sekali. Hal-hal seperti ini harus dilakukan untuk menangkal dan meluruskan fitnah-fitnah yang ada.” Cerita paman dari presenter terkenal Najwa Shihab.
Cendekiawan muslim yang meraih gelar masternya di Universitas Al Azhar Kairo Mesir tersebut menambahkan, “Sejak periode Syaikh Shaltut, demikian pula sewaktu saya masih kuliah di Al Azhar, sudah digalakkan upaya pendekatan Sunni dan Syiah. Saya tegaskan Syiah itu dalam pandangan Al Azhar masih bagian dari Islam. Kami mahasiswa Al Azhar mempelajari Syiah sebagi bagian dari mata kuliah Mazhab-mazhab dalam Islam. Republik Islam Iran masuk dalam Organisasi Konferensi Islam [OKI], organisasi internasional yang anggotanya hanyalah Negara-negara Islam. Kalau bukan Negara Islam, Iran pasti sudah ditolak bergabung di OKI. Orang-orang Syiah juga naik haji. Pernah ada pertemuan dengan Duta Besar Arab Saudi, dan ditanyakan kepada beliau pandangannya mengenai orang-orang Syiah. Dia berkata, Syiah masih muslim juga. Karenanya Arab Saudi memberi izin kepada muslim Syiah untuk menunaikan ibadah haji dan masuk Haramain yang diharamkan bagi orang-orang non muslim.”
Pada bagian lain penyampainya, mantan menteri Luar Negeri era Gus Dur tersebut mengatakan, “Inti permasalahan sesungguhnya, mengapa terjadi gerakan permusuhan dan anti Syiah adalah sinyalemen bahwa Syiah itu mencaci maki sahabat dan istri-istri Nabi Saw. Hal lainnya bisa kita kompromikan. Sebagai Sunni sayapun tidak bisa menerima adanya pencaci makian kepada sahabat dan istri Nabi Saw. Kalau itu masih tetap ada, maka pihak Ahlus Sunnah, tidak akan menerima dan sulit untuk melakukan pendekatan.”
“Saya berbahagia, mendengar bahwa Sayyid Ali Khamanei, pimpinan umat Syiah telah memfatwakan haramnya untuk mencela, menghina dan memaki sahabat-sahabat dan istri Nabi. Ini yang harus kalian gencar untuk informasikan kepada masyarakat. Bahwa Syiahpun menghormati tokoh-tokoh yang diagungkan Ahlus Sunnah itu dan tidak melecehkannya. Jika masih ada yang tetap melakukannya, maka itu bukan bagian dari Islam. Tindakan caci maki, saat ini bukan lagi sekedar untuk diminimalisir, tapi benar-benar dihentikan. Sebab Nabi Saw saya yakin, dan Aimmah sebagaimana keyakinan Syiah, saya yakin tidak pernah memaki ketika memberikan argumentasi. Bahkan cacian dalam Al-Qur’an juga hal terlarang, karena makian dapat mengundang makian.” Ungkapnya.
“Kalau kita mampu bekerjasama dengan pengikut agama lain, mengapa antar sesama muslim kita tidak bisa bekerjasama?. Telah keluar fatwa menghalalkan darah orang Syiah. Ini kan sebenarnya bukan Isam. Islam mengajarkan untuk saling berlomba-lomba dalam kebaikan, senantiasa bersatu dan tidak berpecah belah. Kita hanya akan menjadi bahan tertawaan musuh-musuh Islam, kalau kesibukan kita saling mencela dan menjatuhkan satu sama lain. Kita ingin agar umat Islam saling hormat menghormati. Tidak saling memaki dan saling mencemohhkan. Kita adalah satu keluarga besar Islam yang menempatkan akhlak mulia sebagai pondasi dasar dalam beragama“ tutupnya.
Turut hadir dalam pertemuan yang berlangsung dari pukul 14:30 sampai 16:30 waktu setempat, bapak Rahendra Witomi staff KBRI-Tehran, ketua umum HPI dan sejumlah pengurusnya. Diakhir acara, Sayyid Ali Shahab selaku ketua umum HPI-Iran 2014-2015 memberikan cindera mata kepada DR. Alwi Shihab sebagai ucapan terimakasih atas nasehat dan kunjungannya.
(Syiah-Ali/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email