Pemimpin kelompok Houthi Yaman
bersumpah untuk tidak mundur pada Minggu 19 April 2015 saat pejabat
militer Saudi mengklaim serangan udara mereka telah secara signifikan
melemahkan Yaman.
“Pejuang kami tidak akan mengungsi dari kota-kota utama atau lembaga pemerintah. Siapa pun yang berpikir kami akan menyerah, mereka bermimpi,” kata Abdul-Malik al-Houthi dalam pidato televisi.
Pernyataan itu dilontarkan setelah lebih dari tiga minggu pengeboman yang dipimpin koalisi Arab Saudi. Serangan itu bertujuan untuk memukul mundur Houthi, yang merangsek ke ibu kota Sanaa pada Januari memaksa Presiden Abdu Rabu Mansour Hadi turun dari kekuasaan.
Pemimpin milisi Houthi Yaman menuduh Arab Saudi, Minggu merencanakan untuk merebut negara, dalam pidato yang berapi-api menyatakan ia tidak berminat untuk kompromi meskipun lebih dari tiga minggu pengeboman Saudi yang dipimpin.
“Tujuan Arab Saudi adalah menginvasi negara ini, pekerjaan dan menempatkan negara ini lagi di bawah kakinya dan hegemoni. Ini adalah hak masyarakat untuk melawan agresi dan menghadapi agresor dengan cara apapun,” tambah Abdul-Malik al-Houthi.
Namun hingga kini, Hadi masih mengklaim dia pemimpin yang sah Yaman dan bekerja sama dengan Arab Saudi dan sekutu lainnya untuk kembali ke Yaman. Sebaliknya, milisi Houthi mengatakan mereka mendapat dukungan dari rakyat.
“Ini adalah hak rakyat Yaman untuk melawan serangan di segala cara yang mungkin selama serangan terus berlanjut. Setelah orang-orang kami bergerak dan bereaksi terhadap serangan dan pembunuhan anak-anak dan perempuan, kami tidak ingin mendengar jerit dan tangisan,” kata Al-Houthi, Minggu, 19 April 2015.
Sejak pertengahan Maret, lebih dari 700 orang telah tewas dalam kekerasan yang tidak menunjukkan tanda-tanda perlambatan di Yaman, menurut angka dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Bersekutu
Sumber militer setempat mengatakan Jenderal Fatima Al Halili, yang memimpin lebih dari 10.000 tentara koalisi, kini telah bersekutu dengan pasukan militan yang loyal kepada Presiden Hadi.
Brigjen Jenderal Arab Saudi Ahmed Asiri mengatakan bahwa serangan udara telah menghancurkan pusat komando Houthi, dengan melumpuhkan sarana komunikasi mereka. Milisi Houthi kini masih berusaha bertahan di daerah yang terkepung.
Sejak serangan Operasi Badai pada 26 Maret, koalisi yang dipimpin Arab Saudi telah meluncurkan serangan udara sebanyak 2.300 kali.
Pada hari Senin 20 April 2015 sebuah ledakan besar terjadi di ibu kota Yaman, Sanaa, yang dilaporkan karena serangan udara Saudi yang menargetkan sebuah gudang senjata.
Krisis di Yaman juga meminta tumbal Indonesia. Sedikitnya tiga orang cedera akibat serangan bom yang juga menghantam gedung Kedutaan Besar RI yang ada di sana.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan saat ini terdapat 17 orang WNI yang terdiri dari staf KBRI Sana’a, anggota tim evakuasi WNI dari Jakarta, dan WNI yang sedang mengungsi.
(CNN/Reuters/ABNS)
“Pejuang kami tidak akan mengungsi dari kota-kota utama atau lembaga pemerintah. Siapa pun yang berpikir kami akan menyerah, mereka bermimpi,” kata Abdul-Malik al-Houthi dalam pidato televisi.
Pernyataan itu dilontarkan setelah lebih dari tiga minggu pengeboman yang dipimpin koalisi Arab Saudi. Serangan itu bertujuan untuk memukul mundur Houthi, yang merangsek ke ibu kota Sanaa pada Januari memaksa Presiden Abdu Rabu Mansour Hadi turun dari kekuasaan.
Pemimpin milisi Houthi Yaman menuduh Arab Saudi, Minggu merencanakan untuk merebut negara, dalam pidato yang berapi-api menyatakan ia tidak berminat untuk kompromi meskipun lebih dari tiga minggu pengeboman Saudi yang dipimpin.
“Tujuan Arab Saudi adalah menginvasi negara ini, pekerjaan dan menempatkan negara ini lagi di bawah kakinya dan hegemoni. Ini adalah hak masyarakat untuk melawan agresi dan menghadapi agresor dengan cara apapun,” tambah Abdul-Malik al-Houthi.
Namun hingga kini, Hadi masih mengklaim dia pemimpin yang sah Yaman dan bekerja sama dengan Arab Saudi dan sekutu lainnya untuk kembali ke Yaman. Sebaliknya, milisi Houthi mengatakan mereka mendapat dukungan dari rakyat.
“Ini adalah hak rakyat Yaman untuk melawan serangan di segala cara yang mungkin selama serangan terus berlanjut. Setelah orang-orang kami bergerak dan bereaksi terhadap serangan dan pembunuhan anak-anak dan perempuan, kami tidak ingin mendengar jerit dan tangisan,” kata Al-Houthi, Minggu, 19 April 2015.
Sejak pertengahan Maret, lebih dari 700 orang telah tewas dalam kekerasan yang tidak menunjukkan tanda-tanda perlambatan di Yaman, menurut angka dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Bersekutu
Sumber militer setempat mengatakan Jenderal Fatima Al Halili, yang memimpin lebih dari 10.000 tentara koalisi, kini telah bersekutu dengan pasukan militan yang loyal kepada Presiden Hadi.
Brigjen Jenderal Arab Saudi Ahmed Asiri mengatakan bahwa serangan udara telah menghancurkan pusat komando Houthi, dengan melumpuhkan sarana komunikasi mereka. Milisi Houthi kini masih berusaha bertahan di daerah yang terkepung.
Sejak serangan Operasi Badai pada 26 Maret, koalisi yang dipimpin Arab Saudi telah meluncurkan serangan udara sebanyak 2.300 kali.
Pada hari Senin 20 April 2015 sebuah ledakan besar terjadi di ibu kota Yaman, Sanaa, yang dilaporkan karena serangan udara Saudi yang menargetkan sebuah gudang senjata.
Krisis di Yaman juga meminta tumbal Indonesia. Sedikitnya tiga orang cedera akibat serangan bom yang juga menghantam gedung Kedutaan Besar RI yang ada di sana.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan saat ini terdapat 17 orang WNI yang terdiri dari staf KBRI Sana’a, anggota tim evakuasi WNI dari Jakarta, dan WNI yang sedang mengungsi.
(CNN/Reuters/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email