Pesan Rahbar

Home » » Saya Sering Disalahpahami Sebagai Syiah

Saya Sering Disalahpahami Sebagai Syiah

Written By Unknown on Wednesday, 6 May 2015 | 04:33:00

Pandangan saya seperti ini, tolong diluruskan, selama ini saya sering disalahpahami bahwa saya Syiah, karena terlalu membela Syiah. Sebenarnya saya tidak bela Syiah. Saya hanya menjelaskan yang sesungguhnya. Harapan saya ke depan bagaimana umat Islam meski berbeda tidak saling menafikan. Karena terus terang saya khawatir kalau tidak bangun kesadaran seperti itu, peristiwa di Irak di Suriah bisa juga terjadi di sini. Sesama muslim sama-sama meneriakkan takbir tapi saling menumpahkan darah. Itu tidak terbayangkan terjadi di kita.


Menurut Kantor Berita ABNA, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin akhirnya bisa menarik nafas lega. Satu urusan berat terkait ibadah haji berhasil diselesaikannya. Bersama DPR, pemerintah sepakat menekan biaya haji tahun ini.

Ongkos haji turun dari 3.219 dolar Amerika Serikat pada 2014 menjadi 2.719 dolar Amerika Serikat pada 2015. Lukman mengatakan, ONH turun setelah pemerintah melakukan penghematan di sejumlah lini, terutama biaya penerbangan dari Tanah Air ke Arab Saudi.

Selain masalah haji, Kemenag juga sedang menata pelaksanaan ibadah umrah. Pemerintah mulai menertibkan biro perjalanan umrah yang nakal. Tak hanya itu, sejumlah syarat bagi biro perjalanan yang mengajukan izin juga diperketat.

Tak cuma urusan haji dan umrah saja yang kini menyita perhatiannya. maraknya aksi penolakan terhadap Syiah juga menjadi perhatian Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Menag yang berasal dari Partai Persatuan Pembangunan ini berjanji, ia akan memperhatikan dengan seksama ‘gesekan’ yang kini terjadi di tengah masyarakat.

Menurut dia, gesekan itu sebenarnya tak perlu terjadi. Pasalnya, selama ini Islam di Indonesia terkenal moderat. Semua permasalah ini disampaikan Menag Lukman Hakim Saifuddin VIVA.co.id dalam wawancara khusus di ruang kerja Menag, kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Senin, 27 April 2015 lalu.


Berikut petikannya:

Saat ini sentimen anti Syiah menguat. Tanggapan Anda?

Bagaimana pun juga ini menyangkut keragaman paham keagamaan Islam. Di dalam Islam tidak dipungkiri ada beragam paham keagamaan, dalam hal teologi, dalam hal fiqih, tasawuf. Ada Sunni ada Syiah. Itu bagian realitas umat Islam sejak awal. Syiah ada sejak zaman sahabat. Ini bukan barang baru, sejak zaman Abubakar dan seterusnya sudah ada.

Sebenarnya bagaimana sejarah dua paham ini di Indonesia?

Di Indonesia, dulu-dulu kita tidak pernah mendengar perseteruan ini. Ini baru belakangan saja. Hemat saya, umat Islam Indonesia jangan terkecoh kemudian masuk ke friksi yang semakin menajam antarumat Islam itu sendiri. Jadi bagaimana pun juga umat Islam Indonesia, paham ahlisunnah yang jadi paham mayoritas Islam Indonesia adalah penuh toleran, moderat, yang berimbang dalam melihat persoalan, tidak ekstrim.

Tapi penuh toleransi, yang damai, penuh kasih sayang, yang rahmatan lil alamin. Itu yang ratusan tahun yang lalu diperkenalkan, disebarluaskan Walisongo dan pendahulu kita. Islam yang seperti itu. Bukan yang hitam putih dalam melihat persoalan, yang mudah menyalah-nyalahkan, yang mudah mengkafir-kafirkan. Bukan seperti itu karakter umat Islam Indonesia yang pahamnya ahlisunah waljamaah.

Lalu bagaimana pandangan Anda dengan Syiah?

Dalam melihat perbedaan terhadap Syiah tidak harus selalu seakan-akan ini ancaman atau musuh luar biasa. Tapi dari pihak Syiah juga harus diberi pengertian bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia itu Sunni yang sangat hormat terhadap sahabat. Sementara ada sebagian aliran atau paham dalam Syiah yang sangat tidak setuju dengan sahabat. Bahkan lebih jauh dianggap tidak ada, atau disalah-salahkan. Yang ini kemudian di lapangan yang menimbulkan konflik. Karena menurut ahlisunnah, sahabat itu sangat dihormati selain Rasulullah.

Karenanya, teman-teman Syiah juga harus sadar diri bahwa mayoritas umat Islam Indonesia yang ahlisunnah sangat menghormati sahabat. Jadi jangan menghina, melecehkan sahabat karena itu bisa melukai hati sesama saudara muslim. Jadi kesadaran untuk saling bertenggang rasa semakin diperlukan.

Caranya?

Itu tadi, harus dibangun kesadaran bertenggang rasa, bertoleransi. Caranya, lebih mengedepankan substansi dari Islam. Islam itu maknanya salam, keselamatan, kedamaian, memanusiakan manusia. Islam hadir sebagai nilai untuk membuat semua alam semesta sejahtera, untuk saling menebarkan kemaslahatan. Sehingga segala upaya yang justru sebaliknya, membuat manusia rendah harkatnya, martabatnya, apalagi saling menumpahkan darah sesama, itu pasti bukan ajaran Islam. Itu yang harus dihindari dari Islam.

Jadi kesadaran seperti ini, lebih mengedapankan esensi ajaran Islam. Bukan justru berbeda kemudian perbedaan itu dijadikan pijakan, atau dasar untuk saling menafikan di antara kita. Perbedaan itu harus dijadikan cara, bahwa itulah Allah memberikan berkah karena justru keragaman ini antar kita yang terbatas bisa saling melengkapi, mengisi.

Apa program Anda untuk meredam konflik?

Ada beberapa. Misalnya, kurikulum. Kita ingin kurikulum madrasah lebih mengedepankan semangat esensi ajaran agama. Selain itu, sosialisasi ke tokoh agama, ormas Islam, khususnya pondok pesantren. Kita juga meminta Mahkamah Konstitusi untuk melihat UU kita, aturan kita mana yang bertolak belakang dengan esensi ajaran Islam. Kita lihat ada nggak aturan yang bertolak belakang dengan ajaran Islam. Ini harus dibangun kesadaran. Peraturan yang ada sejalan dengan Islam

Jadi tidak ada alasan menyebut ini negara berhala, negara dholim atau negara yang menyimpang dari Islam. Kesadaran seperti ini yang harus dibangun di kalangan pesantren, tokoh agama. Kita harus bersyukur seperti ini karena ulama terdahulu yang telah berhasil menanamkan nilai yang lebih toleran di tengah keberagaman.

Bagaimana posisi pemerintah terkait keberadaan Syiah?

Kemenag sebagai bagian dari pemerintah tidak dalam posisi menentukan, apakah paham ini baik atau buruk, benar atau salah. Kita bukan dalam posisi untuk menilai. Apalagi ini kafir atau bukan. Biarkan itu jadi kewenangan ulama yang ada di NU, Muhammadiyah, MUI untuk menyikapi keragaman perbedaan paham ini. Saya pribadi menghendaki, selama perbedaan bukan prinsipil tidak ada alasan untuk saling menegasikan atau menafikan satu sama lain. Perbedaan itu given saja, sunatullah.

Artinya, Syiah merupakan bagian dari Islam?

Saya mengacu pada hasil deklarasi yang dikeluarkan Konferensi Islam International di Yordania, 4-6 Juli 2005 yang kemudian ditegaskan lagi pada sidang ke-17 OKI di Yordania pada Juni 2006. Di situ menyatakan bahwa Syiah itu macam-macam, seperti di ahlisunnah. Sebagian dari aliran Syiah dianggap masih bagian dari Islam seperti, Ja'fari, Zaidiyah, Ibadiyah, Zahiriyah. Bahkan sampai tahun lalu umat Syiah seperti Iran dan negara lain masih berhaji di Mekkah dan Madinah. Saudi anggap mereka bagian saudara muslim. Jadi itu bisa jadi pegangan kita bahwa perbedaan itu tidak perlu jadi cara kita saling menegasikan.

Kalau menurut Anda?

Pandangan saya seperti ini, tolong diluruskan, selama ini saya sering disalahpahami bahwa saya Syiah, karena terlalu membela Syiah. Sebenarnya saya tidak bela Syiah. Saya hanya menjelaskan yang sesungguhnya. Harapan saya ke depan bagaimana umat Islam meski berbeda tidak saling menafikan. Karena terus terang saya khawatir kalau tidak bangun kesadaran seperti itu, peristiwa di Irak di Suriah bisa juga terjadi di sini. Sesama muslim sama-sama meneriakkan takbir tapi saling menumpahkan darah. Itu tidak terbayangkan terjadi di kita.

Apakah ada kepentingan politik di balik gerakan anti Syiah?

Kita tidak terhindarkan, pengaruh politik kuat sekali. Karena kita tidak pernah ada masalah isu Sunni Syiah, 20 tahun atau 50 tahun lalu. Sekarang kenapa mengeras. Pengaruh politik memang besar sekali. Umat Islam harus punya kesadaran tinggi, untuk menjaga dan merawat keindonesiaan yang beragam. Jadi berislam juga tidak bisa dipisahkan dengan berindonesia. Karena hanya dengan tanah air yang penuh kedamaian, umat Islam bisa jalankan syariat dengan baik.

Kita tidak perlu terpengaruh konflik di Timur Tengah dan belahan dunia lain.

Bagaimana dengan ISIS?

ISIS itu paham keagamaan. Orang bertindak ekstrem karena merasa diperlakukan tidak adil. Itu karena merasa diperlakukan tidak adil. Tentu yang terkait alasan ketidakadilan terkait porsi dunia. PBB bagaimana mengatur agar proporsional. Tapi yang terkait keagamaan merupakan porsi Kemenag, bagaimana menyikapi secara bijak. Kita bekerja sama dengan tokoh Islam, ormas dan ponpes untuk menyuarakan Islam Indonesia yang Islam yang ramah, moderat, yang rahmatan lilalamin. Itu yang dilakukan Kemenag melalui program-program kurikulum.

Bagaimana dengan WNI yang bergabung dengan ISIS?

Pemerintah sekarang memperketat setiap WNI yang akan berkunjung ke negara-negara yang terkait dan berhubungan dengan ISIS, harus jelas, ke sana dalam rangka apa, menemui siapa, berapa lama, dan seterusnya. Kembali pun begitum dipantau.

Selain itu?

Kita memberlakukan peraturan yang lebih ketat. Mereka yang membela negara lain bisa terindikasi hilangnya kewarganegaraan. Ini yang harus dipraktikkan. Kalau ada WNI ke Irak, membela ISIS ya sudah cabut saja kewarganegaraannya. Bahkan mereka harus dilarang kembali, kita harus tegas. Jangan sampai mereka bawa bibit destruktif.

Apakah aturannya sudah ada?

Sedang dikerjakan.

Selama ini Kemenag dinilai hanya mengurusi umat Islam. Tanggapan Anda?
Orang selalu gampangkan. Kemenag adalah kementerian yang mengurusi warga negara dalam hal agama, dalam hal memeluk dan menjalankan agama. Karena mayoritas di Indonesia Islam, makanya yang terlihat diurusi adalah Islam. Tapi bukan berarti ini Kementerian Agama kementerian umat Islam. Kemenag harus melayani kepentingan setiap WNI dalam hal beragama. Jadi proporsional saja. Tapi karena mayoritas Islam, sepertinya Islam yang lebih diurusi.

Apa target dan prioritas Anda?

Sesuai dengan Nawa Cita, peningkatan kualitas kehidupan keagamaan, pendidikan keagamaan, kualitas kerukunan agama, dan haji yang jadi misi.

(Viva/ABNA/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: