Pesan Rahbar

Home » » Untuk Mengenal Syiah Kenalilah Dia (Murthada Muthahari, Dari Filsafat Islam Hingga Marxisme)

Untuk Mengenal Syiah Kenalilah Dia (Murthada Muthahari, Dari Filsafat Islam Hingga Marxisme)

Written By Unknown on Sunday 3 May 2015 | 05:11:00


Untuk mengetahui kemegahan suatu mazhab lihatlah buah karya pemikir dari mazhab tersebut. Syiah sebagai salah satu mazhab dalam Islam memberi ruang bagi penganutnya untuk mencerap kedalaman ilmu filsafat.

Dengan filsafat, bisa dijuji validitas suatu ideologi dan pemikiran. Dengan filsafat, ideologi dan pemikiran apapun yang ada selama ini bisa diterima atau ditolak berdasar parameter logika.

Muslim Syiah telah banyak melahirkan filosof, Contohnya Murtadha Mutahhari. Buah fikir beliau telah banyak menjadi kajian kaum intelektual di Indonesia. Mutahhari telah menginspirasi intelektual muslim untuk terbuka pada pemikiran apapun, termasuk ajaran Marxisme.

Untuk mempelajari filsafat Barat, pelajari langsung dari sumbernya. Dengan begitu, umat Islam bisa mengeritik karena menguasai keseluruhan ilmu filsafat.

Ini yang membuat Ayatollah Murtadha Mutahhari kemudian mempelajari filsafat Marxisme. Kendati, ia juga mempelajarinya dari sumber sekunder alias buku-buku terjemahan.

Ayatollah Murthadha Muthahhari seolah jauh lebih aktif setelah wafatnya. Buku-buku yang beredar saat ini, menurut Haidar Baqir sebagian merupakan transkripsi dari pidato atau ceramahnya selama hidup. Sementara buku yang ditulis sendiri sedikit jumlahnya.

Di antara buku yang ditulisnya adalah Usul e Falsafah, Struktur Hak-hak wanita dalam Islam, Manusia dan Takdirnya, Layanan timbal Balik antara Iran dan Islam dan lainnya.

Ayatollah Murhadha Muthahhari lahir di Faryan, 2 Februari 1920. Usai menamatkan pendidikan dasarnya, ia pindah ke Masyhad, sebuah wilayah pusat ziarahd an belajar.

Di tempat inilah ia mulai berkenalan dengan ilmu filsafat Islam. Dari Masyhad, Muthahhari pindah ke Qom. Kepindahannya ke kota tersebut dikarenakan guru yang memperkenalkan dirinya pada filsafat yakni Mirza Mehdi Shahidi Ravazi.

Muthahhari baru menetap di Qom pada 1936. Di kota inilah ia berjumpa Ayatollah Khomeini serta Allamah Thabatabai, dua tokoh yang amat mewarnai pandangannya.

Sepanjang hidupnya ia selalu mengatakan pelajaran yang ia terima dari Khomeini selalu terngiang di telinganya, seolah baru satu atau dua hari saja ia dapat.

Dari Khomeini, Muthhahari memperoleh pelajaran filsafat dan irfan. Tahun 1941, Muthahhari meninggalkan Qum menuju Isfahan. Di sini, minatnya terhadap Nahjul Balaghah makin tinggi. Ia mempelajarinya dengan bimbingan Mirza Ali Aqa Shirazi Isfahani, guru yang memiliki otoritas untuk naskah-naskah syiah. Tapi untuk ilmu ushul fiqh,

Muthahhari tetap kembali ke Qum. Hasratnya terhadap ilmu filsafat masih belum berhenti.


Muthahhari kemudian membaca Manzumah, sebuah naskah filosofis karya Mulla Hadi Sabzawardi.

Ia kemudian melanjutkan kajian filsafatnya dengan mempelajari Kifayah Al Usul, sebuah kitab hukum dari Akhud Khorasani. Dari kitab Kifayah Al Usul, kemudian Muthahhari memulai komitmennnya untuk mempelajari Marxisme. Sumber yang didapat Muthahhari untuk mempelajari Marxisme umumnya dari buku dan pamflet yang dibuat oleh partai Tudeh.

Pemikirannya terus berjalan dengan mempelajari Al Asfar al Arbaah, juga sebuah buku yang mengakaji pemikiran filsafat. Konsentrasi lebih keras pada studi filsafat dengan mempelajari secara detail Introduction to Philosophy.

Ia juga bergabung dengan diskusi Kamis bersama Allamah Thabatabai tentang filsafat materialis. Diskusi itu berlangsung tiga tahun, hingga menghasilkan sebuah buiku Ushul el Filsafat wa Ravesh-e Realism (Prinsip Filsafat dan Metode Realistik).

Muthahhari mengedit naskah dan memberi tambahan lebih luas dan menerbitkannya secara bertahap. Ia juga mempelajari buku karya Ibn Sina dan lainnya. Pada 1954, Muthahhari mulai mengajar di Fakultas Teologi Universitas Tehran.

Pada saat yang sama ia juga mulai aktif dalam organisasi masyarakat religius bulanan (Anjoman e Ye dini) dan menerbitkan majalah bulanan Goftar e Mah. Ia juga secara berkala mengajarkan ilmu Islam kepada masyarakat biasa.

Kendati lama bergelut dengan filsafat, Muthhahari tetap bisa berkomunikasi dengan masyarakat biasa. Ia tetap mengajar ilmu agama sehingga ia lebih dikenal sebagai ulama ketimbang filosofis.

Bahasanya amat cair dan ilmu yang diajarkan dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat. Muthahhari bukan hanya masuk pada kajian agama untuk kehidupan sehari-hari tapi juga memasuki perdebatan tentang feminisme, teori evolusi dan bahkan prinsip kausalitas dan penciptaan alam semesta yang selalu menjadi perdebatan pada filosofis.

Ihwal teori evolusi yang dibuat oleh Darwin, Muthahhari berpendapat tidak ada kesenjangan logika antara kepercayaan pada Tuhan dengan teori evolusi. Namun menurut dia, teori evolusi yang dirumuskan oleh darwin tidak cukup untuk menerangkan proses evolusi spesies.

Evolusi tetap harus dilengkapi dengan hukum metafisik. Keterlibatan Muthahhari tidak hanya terbatas pada bidang keilmuan. Dia juga ikut menggerakkan revolusi kepada rakyat islam Iran sehingga dunia filsafat yang ia geluti tak hanya jadi menara gading. Dan karena keterlibatannya pada politik praktis, itu ia kemudian dicekal pada tahun 1963.

Majalah bulanan yang ia terbitkan dilarang berredar. Promosinya di Universitas Tehran juga ditolak. Pada 1964, Muthahhari ikut mendirikan Hoesseiniyeh Ershad, sebuah organisasi religius yang didirikan secara pribadi. Namun pada 1963 gerakan revolusi mulai bangkit.

Muthahhari terus menjalin kontak dengan Khomeini yang telah diasingkan. Ia bahkan menyatakan dirinya sebagai satu-satunya wakil di Iran yang bertanggungjawab mengumpulkan dan menyalurkan zakat karena pengasingan ayatullah Khomeini.

Ia juga tetap aktif memberi kuliah dan menulis berbagai isu keagamaan dan sosial. Dan karena keaktifannya pada dunia ilmiah yang mendukung politik praktis, Muthhahari dibunuh pada 1 Mei 1979. Ia dibunuh hanya beberapa saat setelah kemenangan revolusi Islam Iran.

(Satu-Islam/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: