Pesan Rahbar

Home » , , » Apakah Manusia dapat Memiliki Sifat yang Serupa dengan Sifat Tuhan?

Apakah Manusia dapat Memiliki Sifat yang Serupa dengan Sifat Tuhan?

Written By Unknown on Tuesday, 30 June 2015 | 04:57:00


Begitu banyak sifat Tuhan yang dari aspek makna dan arti adalah sama dengan sifat-sifat makhluk, namun hakikat yang ada di sisi Tuhan berbeda dengan sesuatu yang ada pada manusia. Dengan demikian dari aspek hakikat eksternal eksistensinya sangat jauh berbeda satu sama lain.

Salah satu doa yang terbaik di bulan Ramadan adalah doa Sahar yang dibaca oleh Imam Baqir As di waktu-waktu sahar bulan Ramadan dan mereka pun menasehatkan dan memotivasi orang lain untuk membacanya. Beliau bersabda tentang doa ini, “Jika manusia memahami kebesaran dan keagungan doa ini dan mengetahui begitu cepatnya diijabah dan dikabulkan, maka ia akan berusaha meraihnya walaupun harus berperang dengan pedang. Aku bersumpah kepada Tuhan yang nama Agung Ilahi terdapat di doa ini, karena itu berupayalah membaca doa ini dan sembunyikanlah dari orang yang tidak layak dan kaum munafik.”

Dalam hal ini kita akan berdialog dengan Hujjatul Islam Ali Syah Ali Zadeh, Pakar dan Peneliti Tafsir dan Ilmu Al-Quran, tentang penafsiran beberapa paragraf tertinggi doa ini.

Sifat Tuhan itu terbagi dua, sifat zat dan sifat perbuatan. Sifat perbuatan misalnya karena Tuhan memberikan rezeki atau memberikan penyembuhan maka kita katakan Dia Maha Pemberi Rezeki (رازق) atau Maha Menyembuhkan (شافی). Begitu pula Dia Yang Maha Menghidupkan (محیی) dan Maha Mematikan (ممیت). Namun walaupun tidak melakukan perbuatan-perbuatan ini, Dia tetap tersifat dengan sifat-sifat ini.

Sifat zat adalah suatu sifat yang terkait dengan zat Tuhan. Jika Dia tidak melakukan suatu perbuatan pun maka Dia tetap tersifat dengan sifat ini misalnya keazalian dan keabadian Tuhan.

Sebagian sifat juga sekaligus merupakan sifat zat dan perbuatan seperti Yang Mahaagung (عظیم) dan Yang Mahakuasa (قدیر). Sifat Yang Mahaagung di dalam al-Quran juga dinisbahkan kepada Tuhan dan kepada yang lain.

Para pendoa dengan menyaksikan keagungan dan kebesaran makhluk akan menyadari bahwa tingkatan tertinggi dari manifestasi Ilahi terdapat pada wujud Rasulullah saw dan Ahlulbaitnya. Mereka adalah al-quran yang berbicara (ناطق), bukanlah Allah Swt berfirman, “Dan al-Quran yang maha agung (والقران العظیم).”

Rasulullah saw dan Ahlulbaitnya adalah al-Quran yang berbicara dan predikasi al-Quran dengan sifat yang maha agung (عظیم) pada hakikatnya adalah milik yang disifatkan yakni al-Quran. Atau tentang Rasulullah saw difirmankan, “Sesungguhnya Engkau memiliki akhlak yang maha agung (انک لعلی خلق عظیم).” Hal ini menunjukkan bahwa derajat tertinggi dari keagungan Ilahi terdapat pada diri Rasulullah saw dan Ahlulbaitnya.

Dalam doa Sahar, “Ya Ilahi aku memohon kepada-Mu dari keagungan-Mu melalui yang paling agungnya keagungan (اَللّهُمَّ اِنّي اَسْئَلُكَ مِنْ عَظَمَتِكَ بِاَعْظَمِها).” Yakni, saya harus meminta bantuan dan bertawassul kepada manifestasi tertinggi dari keagungan Ilahi di antara makhluk supaya kebutuhanku dapat terpenuhi.

Kemudian dipahami bahwa seluruh perbedaan secara kuantitas dan kualitas terletak pada manifestasi keagungan Ilahi yakni terkait dengan makhluk, namun sumber eksistensi makhluk dan keagungan mereka adalah eksistensi Tuhan dan keagungan-Nya yang merupakan hakikat tunggal yang tidak memiliki tingkatan. Karena itu dalam kelanjutan doa dikatakan, “Dan segenap (manifestasi-manifestasi) keagungan-Mu (di antara makhluk-makhluk) adalah Mahaagung (وَكُلُّ عَظَمَتِكَ عَظَيمَةٌ) (karena sumber dari semuanya adalah keagungan-Mu).”

Ketika sampai pada makrifat tersebut, kita mengucapkan, “Ya Ilahi aku memohon kepada-Mu dengan (perantaraan) segenap keagungan-Mu.”

(Shabestan/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: