Ijtima Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa tentang hukum berdosa bagi pemimpin yang tidak menepati janjinya saat kampanye.
"MUI meminta agar para calon pemimpin baik dari legislatif, yudikatif maupun eksekutif untuk tidak mengumbar janji untuk melakukan perbuatan di luar kewenangannya," kata Ketua Tim Perumus Komisi A Muh Zaitun Rasmin di Tegal, Rabu.
Zaitun mengatakan seorang pemimpin juga akan mendapatkan kewajiban menunaikan janjinya apabila saat kampanye dia berjanji untuk melaksanakan kebijakan yang tidak bertentangan dengan syariah dan mengandung unsur kemaslahatan. Sebaliknya, mengingkari janji tersebut hukumnya haram.
Calon pemimpin, lanjut dia, dilarang berjanji menetapkan kebijakan yang menyalahi ketentuan agama. Apabila dia menetapkan kebijakan yang bertentangan dengan syariah maka calon pemimpin tersebut haram dipilih dan apabila terpilih maka janji tersebut untuk tidak ditunaikan.
Terhadap pemimpin yang ingkar janji, MUI mengimbau umat untuk tidak memilihnya kembali jika yang bersangkutan kembali mencalonkan diri pada pemilihan umum periode selanjutnya.
Fatwa yang telah disetujui oleh mayoritas ulama MUI itu juga menyoroti masalah suap di saat kampanye. Diputuskan, calon pemimpin yang menjanjikan sesuatu kepada orang lain sebagai imbalan untuk memilihnya maka hukumnya haram karena termasuk dalam kategori "risywah" atau suap.
Wakil Ketua Umum MUI Maruf Amin mengatakan fatwa tersebut merupakan salah satu poin dari pembahasan dari Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tingkat nasional V di Tegal pada 7-10 Juni 2015.
Pertemuan para ulama itu membahas tiga bagian besar fatwa yaitu soal kebangsaan, fikih kontemporer, dan perundang-undangan.
Sejumlah fatwa yang telah disepakati para ulama akan dipublikasikan kepada masyarakat dan sejumlah pemangku kepentingan termasuk unsur eksekutif, yudikatif, dan legislatif lewat sejumlah kegiatan.
[Sumber: Antara]
Post a Comment
mohon gunakan email