Sa’i adalah sebuah pencarian. Jadi ia adalah
gerakan yang memiliki tujuan dan digambarkan dengan gerak berlari-lari
serta bergegas-gegas.
Ketika melakukan Sa’i engkau berperan sebagai Hajar seorang budak perempuan dari Ethiopia yang hina. Sahaya perempuan itu mempunyai hubungan yang akrab dengan Allah Swt.. Dialah ibu dari nabi-nabi yang besar dan dialah wakil dari makhluk-makhluk-Nya yang cantik jelita.
Hajar menyerah kepada kehendak Allah Swt, ia meninggalkan putranya di bawah lembah ini. Demikian- lah yang diperintahkan Allah dan demikianlah perintah cinta. Tetapi Hajar merupakan teladan kepasrahan itu tidak duduk berdiam diri. Ia bangkit, sendirian dia berlari-lari dari satu bukit tandus ke bukit tandus lainnya untuk mencari air. Hajar adalah seorang wanita yang bertanggung jawab, tetapi mempunyai pengharapan.
Sa’i adalah perjuangan fisik. Sa’i berarti mengerahkan tenaga dalam pencarian air. Inilah cara untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Kedudukan Sa’i
Amalan yang dilakukan setiap nasik, apa pun jenis manasiknya ialah ihrom. Amalan kedua bagi yang umroh baik umroh mufrodah dan umroh haji tamattu’ ialah thowaf, selanjutnya sholat thowaf, kemudian Sa’i antara Shofa dan Marwa. Jadi kedudukan sa’i adalah setelah sholat thowaf, jadi tidak bisa dilakukan sebelum thowaf dan sholat thowaf. Berdasarkan ucapan Imam Ja’far Shodiq a.s. :”Setelah melakukan thowaf dan sholat dua rakaat thowafnya Rasulullah saw berkata ;’Mulailah dengan apa yang dimulai oleh Allah untuk mendatangi Shofa.” Dari sini banyak ulama berpendapat bahwa Sa’i ini tidak boleh ditunda sampai hari kedua bila dalam keadaan tidak terpaksa.
Sa’i adalah rukun buat umroh dan haji, akan batal haji dan umrohnya jika ditinggalkan dengan sengaja. Imam Ja’far a.s. ditanya tentang seorang yang meninggalkan sa’i dengan sengaja. Beliau menjawab,”Tidak ada haji baginya”.
Sunnah-sunnah Sa’i
Di antara sunnah-sunnh sa’i adalah:
Bersuci dari hadas dan khubuts. Para ahli fiqih sepakat bahwa thoharoh adalah sunnah di dalam Sa’i bukan wajib. Hal ini berdasarkan ucapan Imam Ja’far a.s. :”Engkau boleh melakukan semua amalan manasik tanpa wudhu’ kecuali thowaf, karena sesungguhnya dalam thowaf itu ada sholat, akan tetapi wudhu’ itu lebih baik bagaimanapun juga”.
Di antara sunnah Sa’i ialah menyentuh hajar aswad, meminum air zam-zam dan menuangkan airnya ke sebagian tubuh, ke luar menuju Shofa dari pintu yang berhadapan dengan hajar dengan tenang dan perlahan, berdasarkan ucapan Imam Ja’far Shodiq a.s. :”Jika engkau sudah selesai dari dua rakaat (sholat sesudah thowaf) maka datanglah ke hajar aswad, ciumlah dan sentuhlah serta lambaikan tanganmu ke arahnya. Dan minumlh air zamzam sebelum engkau ke luar ke Shofa dan Marwah dan tuangkanlah air tersebut ke atas kepalamu, punggungmu dan perutmu dan ucapkanlah : Ya Allah jadikanlah air ini pengetahuan yang bermanfaat dan rizqi yang luas dan dan penuh dengan keberkahan serta jadikanlah air ini sebagai penyembuh dari segala penyakit dan derita. Kemudian keluarlah untuk menuju Shofa dari pintu dimana Rasulullah saw keluar dari sana, yaitu pintu yang berada di arah depan hajr aswad dan keluarlah dengan tenang dan perlahan”.
Sunnah lain di dalam sa’i ialah naik ke atas bukit Shofa hingga dapat melihat Ka’bah, lalu menghadap kea rah hajar aswad dan mengucapkan takbir, tahlil, tahmid, dan tasbih masing-masing 100 kali dan wukuf /berhenti di Shofa.
Disunnahkan harwalah (lari-lari kecil) buat laki-laki, tidak untuk perempuan di antara dua manarah, yang sekarang ini ada tanda hijau. (Fiqh Imam Ja’far Shodiq a.s. hal. 464 – 467)
Kewajiban Sa’i
Hal-hal yang wajib dalam sa’i ada tujuh :
Niat untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dengan ucapan :”Saya berniat sa’i dari Shofa ke Marwah untuk Umroh tamaatuk untuk haji Islam wajib adaan qurbatan ilallah ta’âlâ “. (atau untuk umroh mufrodah atau untuk haji tamattuk).
Memulainya dari Shofa. Mengakhirinya di Marwah. Memulainya dari tempat awal bukit Shofa dan mengakhirinya di tempat awalnya bukit Marwah.
Sa’i berjumlah tujuh putaran (pergi dan kembali), hitungannya dari Shofa ke Marwah adalah sekali, kembali ke Shofa berarti dua kali; pergi lagi ke Marwah berarti sudah tiga kali dan seterusnya hingga tujuh putaran yang berakhir di Marwah.
Hendaknya Sa’i urutannya setelah Thowaf dan sholatnya, kalau mendahului thowaf dan sholatnya maka wajib mengulanginya.
Hendaklah bersambung dari setiap putarannya, boleh berhenti untuk duduk selama putaran Shofa dan Marwah untuk istirahat. (Atau datang waktu sholat wajib dan melakukannya atau mendapatkan sesuatu yang ia perlukan / minum air, atau buang air kecil atau besar).
Yang umum dalam Sa’i adalah hendaknya pergi bolak-baliknya antara Shofa dan Marwah di tempat yang sudah di tentukan, dan tidak sah Sa’i di mesjidil haram, hendaklah berjalan antar Shofa dan Marwah dengan jalan yang lurus.
Hendak ketika berjalan menuju Marwah menghadap kepadanya dengan kadar ketentuan yang umum, juga ketika menuju ke Shofa, dan tidak boleh membelaka- nginya atau menjadikannya disamping kanan atau kiri kita. Boleh menjadikannya di samping kanan atau kiri ketika saat melewatinya.Jadi tidak boleh membelakanginya pada saat berjalan menuju padanya. (Ahkamul Manasik, hal. 92-93).
Diriwayatkan dari Muawiyyah bin Ammar; Daku bertanya pada Abi Abdillah a.s. ;’Seorang saat Sa’i antara Shofa dan Marwah kemudian masuk waktu untuk sholat apakah dia terus Sa’i atau dia sholat kemudian melanjutkan Sa’inya, Imam menjawab :’Dia harus sholat dan setelah sholat melanjutkan Sa’inya. Ketika ditanya ;’Apakah boleh duduk di Shofa atau Marwah, beliau menjawab;’boleh’. (Manlâyahdhuruhul faqih, 2:418)
Imam Ja’far Shodiq a.s. berkata :”Hendaknya engkau memulai Sa’i dari Shofa dan mengakhirinya di Marwah”. (Fiqh Imam Ja’far Shodiq a.s. hal. 465)
Diriwayatkan Imam Shodiq a.s. :”Berthowaflah antara shofa dan Marwah tujuh kali bolak-balik dengan memulai dari Shofa dan mengakhirinya di Marwah.” (Fiqh Imam Ja’far Shodiq a.s. hal. 466)
Diriwayatkan Imam Shodiq a.s. :”Jika engkau menambah putaran (dalam Sa’i) sama seperti menambah rakaat dalam sholat, engkau harus mengulangi sholat itu demikian pula sa’i”. (Fiqh Imam Ja’far Shodiq a.s. hal. 467) []
(Mahdi-News/ABNS)
Ketika melakukan Sa’i engkau berperan sebagai Hajar seorang budak perempuan dari Ethiopia yang hina. Sahaya perempuan itu mempunyai hubungan yang akrab dengan Allah Swt.. Dialah ibu dari nabi-nabi yang besar dan dialah wakil dari makhluk-makhluk-Nya yang cantik jelita.
Hajar menyerah kepada kehendak Allah Swt, ia meninggalkan putranya di bawah lembah ini. Demikian- lah yang diperintahkan Allah dan demikianlah perintah cinta. Tetapi Hajar merupakan teladan kepasrahan itu tidak duduk berdiam diri. Ia bangkit, sendirian dia berlari-lari dari satu bukit tandus ke bukit tandus lainnya untuk mencari air. Hajar adalah seorang wanita yang bertanggung jawab, tetapi mempunyai pengharapan.
Sa’i adalah perjuangan fisik. Sa’i berarti mengerahkan tenaga dalam pencarian air. Inilah cara untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Kedudukan Sa’i
Amalan yang dilakukan setiap nasik, apa pun jenis manasiknya ialah ihrom. Amalan kedua bagi yang umroh baik umroh mufrodah dan umroh haji tamattu’ ialah thowaf, selanjutnya sholat thowaf, kemudian Sa’i antara Shofa dan Marwa. Jadi kedudukan sa’i adalah setelah sholat thowaf, jadi tidak bisa dilakukan sebelum thowaf dan sholat thowaf. Berdasarkan ucapan Imam Ja’far Shodiq a.s. :”Setelah melakukan thowaf dan sholat dua rakaat thowafnya Rasulullah saw berkata ;’Mulailah dengan apa yang dimulai oleh Allah untuk mendatangi Shofa.” Dari sini banyak ulama berpendapat bahwa Sa’i ini tidak boleh ditunda sampai hari kedua bila dalam keadaan tidak terpaksa.
Sa’i adalah rukun buat umroh dan haji, akan batal haji dan umrohnya jika ditinggalkan dengan sengaja. Imam Ja’far a.s. ditanya tentang seorang yang meninggalkan sa’i dengan sengaja. Beliau menjawab,”Tidak ada haji baginya”.
Sunnah-sunnah Sa’i
Di antara sunnah-sunnh sa’i adalah:
Bersuci dari hadas dan khubuts. Para ahli fiqih sepakat bahwa thoharoh adalah sunnah di dalam Sa’i bukan wajib. Hal ini berdasarkan ucapan Imam Ja’far a.s. :”Engkau boleh melakukan semua amalan manasik tanpa wudhu’ kecuali thowaf, karena sesungguhnya dalam thowaf itu ada sholat, akan tetapi wudhu’ itu lebih baik bagaimanapun juga”.
Di antara sunnah Sa’i ialah menyentuh hajar aswad, meminum air zam-zam dan menuangkan airnya ke sebagian tubuh, ke luar menuju Shofa dari pintu yang berhadapan dengan hajar dengan tenang dan perlahan, berdasarkan ucapan Imam Ja’far Shodiq a.s. :”Jika engkau sudah selesai dari dua rakaat (sholat sesudah thowaf) maka datanglah ke hajar aswad, ciumlah dan sentuhlah serta lambaikan tanganmu ke arahnya. Dan minumlh air zamzam sebelum engkau ke luar ke Shofa dan Marwah dan tuangkanlah air tersebut ke atas kepalamu, punggungmu dan perutmu dan ucapkanlah : Ya Allah jadikanlah air ini pengetahuan yang bermanfaat dan rizqi yang luas dan dan penuh dengan keberkahan serta jadikanlah air ini sebagai penyembuh dari segala penyakit dan derita. Kemudian keluarlah untuk menuju Shofa dari pintu dimana Rasulullah saw keluar dari sana, yaitu pintu yang berada di arah depan hajr aswad dan keluarlah dengan tenang dan perlahan”.
Sunnah lain di dalam sa’i ialah naik ke atas bukit Shofa hingga dapat melihat Ka’bah, lalu menghadap kea rah hajar aswad dan mengucapkan takbir, tahlil, tahmid, dan tasbih masing-masing 100 kali dan wukuf /berhenti di Shofa.
Disunnahkan harwalah (lari-lari kecil) buat laki-laki, tidak untuk perempuan di antara dua manarah, yang sekarang ini ada tanda hijau. (Fiqh Imam Ja’far Shodiq a.s. hal. 464 – 467)
Kewajiban Sa’i
Hal-hal yang wajib dalam sa’i ada tujuh :
Niat untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dengan ucapan :”Saya berniat sa’i dari Shofa ke Marwah untuk Umroh tamaatuk untuk haji Islam wajib adaan qurbatan ilallah ta’âlâ “. (atau untuk umroh mufrodah atau untuk haji tamattuk).
Memulainya dari Shofa. Mengakhirinya di Marwah. Memulainya dari tempat awal bukit Shofa dan mengakhirinya di tempat awalnya bukit Marwah.
Sa’i berjumlah tujuh putaran (pergi dan kembali), hitungannya dari Shofa ke Marwah adalah sekali, kembali ke Shofa berarti dua kali; pergi lagi ke Marwah berarti sudah tiga kali dan seterusnya hingga tujuh putaran yang berakhir di Marwah.
Hendaknya Sa’i urutannya setelah Thowaf dan sholatnya, kalau mendahului thowaf dan sholatnya maka wajib mengulanginya.
Hendaklah bersambung dari setiap putarannya, boleh berhenti untuk duduk selama putaran Shofa dan Marwah untuk istirahat. (Atau datang waktu sholat wajib dan melakukannya atau mendapatkan sesuatu yang ia perlukan / minum air, atau buang air kecil atau besar).
Yang umum dalam Sa’i adalah hendaknya pergi bolak-baliknya antara Shofa dan Marwah di tempat yang sudah di tentukan, dan tidak sah Sa’i di mesjidil haram, hendaklah berjalan antar Shofa dan Marwah dengan jalan yang lurus.
Hendak ketika berjalan menuju Marwah menghadap kepadanya dengan kadar ketentuan yang umum, juga ketika menuju ke Shofa, dan tidak boleh membelaka- nginya atau menjadikannya disamping kanan atau kiri kita. Boleh menjadikannya di samping kanan atau kiri ketika saat melewatinya.Jadi tidak boleh membelakanginya pada saat berjalan menuju padanya. (Ahkamul Manasik, hal. 92-93).
Diriwayatkan dari Muawiyyah bin Ammar; Daku bertanya pada Abi Abdillah a.s. ;’Seorang saat Sa’i antara Shofa dan Marwah kemudian masuk waktu untuk sholat apakah dia terus Sa’i atau dia sholat kemudian melanjutkan Sa’inya, Imam menjawab :’Dia harus sholat dan setelah sholat melanjutkan Sa’inya. Ketika ditanya ;’Apakah boleh duduk di Shofa atau Marwah, beliau menjawab;’boleh’. (Manlâyahdhuruhul faqih, 2:418)
Imam Ja’far Shodiq a.s. berkata :”Hendaknya engkau memulai Sa’i dari Shofa dan mengakhirinya di Marwah”. (Fiqh Imam Ja’far Shodiq a.s. hal. 465)
Diriwayatkan Imam Shodiq a.s. :”Berthowaflah antara shofa dan Marwah tujuh kali bolak-balik dengan memulai dari Shofa dan mengakhirinya di Marwah.” (Fiqh Imam Ja’far Shodiq a.s. hal. 466)
Diriwayatkan Imam Shodiq a.s. :”Jika engkau menambah putaran (dalam Sa’i) sama seperti menambah rakaat dalam sholat, engkau harus mengulangi sholat itu demikian pula sa’i”. (Fiqh Imam Ja’far Shodiq a.s. hal. 467) []
(Mahdi-News/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email