Pesan Rahbar

Home » » MASIH MENGGALI TENTANG UMAR BIN KHATTAB RA DIHUBUNGKAN DENGAN PERJANJIAN HUDAIBIYAH

MASIH MENGGALI TENTANG UMAR BIN KHATTAB RA DIHUBUNGKAN DENGAN PERJANJIAN HUDAIBIYAH

Written By Unknown on Tuesday 26 January 2016 | 17:53:00


DIALOG ANTARA MUHAMMAD AL QUBRA DENGAN AHMAD SUDIRMAN

Oleh: Ahmad Sudirman (Stockholm - SWEDIA)


MASIH MENYOROT UMAR BIN KHATTAB RA TENTANG PERJANJIAN HUDAIBIYAH DILIHAT DARI SUDUT SAHIH MUSLIM.

Rupanya orang-orang yang masih belum mengerti dan belum memahami situasi dan keadaan pasca penandatanganan perjanjian Hudaibiyah tetap berusaha menampilkan pertanyaan-pertanyaan Umar bin Khattab ra terhadap Rasulullah saw dalam usaha untuk menggiring Umar bin Khattab ra kearah syah, keraguan, ketidak-percayaan, ketidak-yakinan kepada Rasulullah saw dan kerasulannya, juga beruasa membawa kearah kemunafikan.

Nah, agar supaya kita semua memahami situasi dan keadaan pasca penandatanganan perjanjian Hudaibiyah ini, perlu kembali dituliskan disini bahwa isi perjanjian Hudaibiyah ini adalah menyangkut:
1.Kaum Muslimin tahun ini harus pulang tanpa melaksanakan ibadah umrah.
2.Mereka boleh datang tahun depan untuk melaksanakan haji, tetapi tidak boleh tinggal di Mekkah lebih dari tiga hari.
3.Mengunjungi kota suci tidak boleh membawa senjata, hanya pedang yang boleh dibawa, tetapi harus tetap disarungnya.
4.Orang Islam Madinah tidak boleh mengambil kembali orang Islam yang tinggal di Mekkah, juga tidak boleh menghalangi siapapun dari orang Islam yang ingin tinggal di Mekkah.
5.Bila ada orang Mekkah yang ingin tingggal di Madinah, kaum muslimin harus menyerahkannya kembali kepada mereka, tetapi bila ada orang Islam yang ingin tinggal di Mekkah, pihak Mekkah tidak harus mengembalikannya ke Madinah. Suku-suku bangsa di Arab, bebas untuk bersekutu dengan kelompok manapun yang mereka kehendaki. (Majid ‘Ali Khan, Muhammad The Final Messenger, 1980, hal. 197-198)


Nah bagi orang yang tidak mengerti dan tidak memahami tentang kebijaksanaan politik dan pemerintahan serta Negara Islam pertama yang dipimpin oleh Rasulullah saw, maka ketika membaca isi butiran-butiran perjanjian Hudaibiyah tersebut akan timbul sikap dan tindakan yang negatif atas isi perjanjian tersebut. Mengapa ? Karena, isinya memang menghinakan Islam dan merugikan kaum muslimin.

Nah, sikap yang demikianlah yang timbul dalam pikiran sebagian pasukan Rasulullah saw termasuk Umar bin Khattab ra, yang menganggap bahwa isi perjanjian Hudaibiyah adalah menghinakan Islam dan merugikan kaum muslimin dan Negara Islam pertama.

Sekarang, keadaan dan situasi yang panas diantara para sahabat dan pasukan Rasulullah saw pasca penandatanganan perjanjian Hudaibiyah makin menjadi panas situasi dan keadaannya, ketika tiba-tiba muncul Abu Jundal, putra Suhail bin ‘Amar utusan Quraisy meminta bergabung dengan Rasulullah saw (Ibnu Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyyah, Jil. II, hal.318) sambil menunjukkan bekas-bekas luka akibat siksaan yang ditimpakan oleh Quraisy. Kemudian, Rasulullah saw mencoba mencari perkecualian agar Abu Jundal dapat diselamatkan, tetapi pihak Suhail bin ‘Amar menolaknya. Lalu Abu Jundal ditangkap kembali, dipukul dan diseretnya untuk dibawa kembali ke Mekkah. Abu Jundal berteriak meminta tolong (Ibnu Jarir ath-Thabari, Tarikhur Rasul wal Muluk, Jil.II, hal.635), tetapi tidak ada yang berani menolongnya. Bahkan perasaan para sahabat dan para pasukan Rasulullah saw pada saat itu sangat tersayat hatinya, tetapi Rasulullah saw tetap berusaha dengan sabar dan tetap memegang teguh isi perjanjian Hudaibiyah yang baru saja ditandatangani. Bahkan Rasulullah saw meminta kepada Abu Jundal untuk tetap bersabar, kemudian Abu Jundal ditahan dan dibawa kembali ke Mekkah. (Majid ‘Ali Khan, Muhammad The Final Messenger, 1980, hal. 198)

Nah dalam saat-saat situasi dan keadaan yang menyayat hati inilah yang disaksikan mata langsung oleh Umar Bin Khattab ra yang membuatnya menjadi murung, lalu berkata kepada Rasulullah saw: “Bukankah engkau benar-benar utusan Allah? Bukankah apa yang kita miliki sesuatu yang benar?” (Syibli Nu’mani, Siratun Nabi, Jil I, hal.457) Kemudian Rasulullah saw menjawab dengan tegas dan berkata bahwa ia lakukan semua ini semata-mata mengikuti petunjuk Allah. (Majid ‘Ali Khan, Muhammad The Final Messenger, 1980, hal. 198)

Nah ternyata Umar bin Khattab ra ketika melihat situasi dan keadaan yang menimpa Abu Jundal yang disiksa dan diserert didepan mata Rasulullah saw, para sahabat dan para pasukan Rasulullah saw, dimana tidak ada seorangpun yang berani menolongnya, Rasulullah saw sendiri tidak bisa menolongnya, maka disaat dan dalam keadaan situasi yang demikianlah timbul dorongan dari diri Umar bin Khattab ra yang ditampilkan dalam pertanyaan “Bukankah engkau benar-benar utusan Allah? Bukankah apa yang kita miliki sesuatu yang benar?” yang langsung diarahkan kepada Rasulullah saw. Yang dijawab oleh Rasulullah saw dengan tegas bahwa apa yang dilakukannya adalah semata-mata mengikuti petunjuk Allah SWT.

Sekarang yang dipertanyakan, apakah timbulnya sikap Umar bin Khattab ra yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan kepada Rasulullah saw tersebut merupakan sikap yang syak, ragu-ragu, tidak percaya, tidak yakin kepada Rasulullah saw sebagai rasul? Dan apakah sikap Umar bin Khattab ra itu merupakan sikap orang munafik?

Nah, untuk menjawabnya adalah harus ditelaah, diteliti, dianalisa dari apa yang terjadi pada saat situasi dan keadaan terjadinya pasca penandatanganan perjanjian Hudaibiyah dan ketika Abu Jundal yang disiksa dan diseret untuk dibawa kembali ke Mekkah. Mengapa Rasulullah saw tidak mau menolong dan menyelamatkan Abu Jundal yang berteriak minta tolong dan kesakitan?

Jawabannya adalah Rasulullah saw tidak mau menghianati perjanjian Hudaibiyah yang baru saja ditandatangani. Inilah yang tidak dimengerti dan tidak dipahami oleh sebagian pasukan Rasulullah saw termasuk oleh Umar bin Khattab ra.

Bagaimana jadinya, kalau Rasulullah saw dengan langsung sambil pedang dihunus siap menyelamatkan Abu Jundal dari orang-orang Quraisy yang sedang berusaha menyiksanya itu? Maka konsekuensinya adalah Rasulullah saw secara sadar telah menghianati perjanjian Hudaibiyah yang basru saja ditandatangani. Mengapa?

Karena, dalam satu butiran yang tertuang dalam isi perjanjian Hudaibiyah tersebut disepakati bahwa menurut klausul nomor 5 dinyatakan ”Bila ada orang Mekkah yang ingin tingggal di Madinah, kaum muslimin harus menyerahkannya kembali kepada mereka, tetapi bila ada orang Islam yang ingin tinggal di Mekkah, pihak Mekkah tidak harus mengembalikannya ke Madinah.”

Nah, karena Abu Jundal orang Mekkah yang ingin mendapat perlindungan di Madinah dibawah pemerintah Negara Islam pertama di Madinah, dan ingin tinggal di Madinah, maka kaum muslimin harus menyerahkannya kembali kepada mereka.

Inilah klausul dari isi perjanjian Hudaibiyah yang telah mengikat Rasulullah saw dan seluruh kaum muslimin. Dan karena klausul inilah Rasulullah saw tidak ingin menghianati perjanjian Hudaibiyah yang baru saja ditandatangani.

Nah, disinilah perbedaannya antara Rasulullah saw dan para sahabatnya, termasuk Umar bin Khattab ra. Umar bin Khattab ra tidak mengerti dan tidak memahami serta tidak menyadari konsekuensi yang bisa menimpa Rasulullah saw dan kaum muslimin apabila menghianati perjanjian Hudaibiyah yang baru saja ditandatangani itu.

Jadi, dorongan yang besar dari dalam diri Umar bin Khattab ra yang diluapkan dalam bentuk sikap dan diformulasikan dalam pertanyaan “Bukankah engkau benar-benar utusan Allah?” kehadapan Rasulullah saw adalah bukan diakibatkan oleh adanya rasa munafik dalam diri Umar bin Khattab ra, ataupun rasa syak, ragu-ragu, tidak yakin dan tidak pecaya kepada Rasulullah saw dan kerasulan, melainkan semata akibat oleh dorongan perasaan yang ditimbulkan oleh adanya penyiksaan dan penganiayaan terhadap Abu Jundal, dimana Rasulullah saw tidak berdaya dan tidak mampu untuk menolongnya, karena tidak mau menghianati perjanjian Hudaibiyah yang baru saja ditandatangani.

Keadaan dan situasi inilah yang tidak dimengerti dan tidak juga dipahami oleh sebagian orang yang membaca hadist sahih Muslim, sejarah Rasulullah karya Ibnu Jarir ath-Thabari, Syibli Nu’mani, Majid ‘Ali Khan dan yang lainnya dihubungkan dengan pertanyaan yang disampaikan oleh Umar bin Khattab ra kehadapan Rasulullah saw, sehingga disimpulkan bahwa Umar bin Khattab ra telah munafik dan tidak percaya lagi kepada Rasulullah saw dan kerasulannya.

Terakhir, dengan berdasarkan apa yang dijelaskan diatas, maka kita sudah dapat mengambil kesimpulan bahwa pertanyaan yang dikemukakan oleh Umar bin Khattab ra “Bukankah engkau benar-benar utusan Allah?” kehadapan Rasulullah saw adalah bukan karena kemunafikan atau adanya rasa syak, ragu-ragu, tidak yakin dan tidak pecaya kepada Rasulullah saw dan kerasulan, melainkan semata akibat oleh dorongan perasaan yang ditimbulkan oleh adanya penyiksaan dan penganiayaan terhadap Abu Jundal, dimana Rasulullah saw tidak berdaya dan tidak mampu untuk menolongnya, karena tidak mau menghianati perjanjian Hudaibiyah yang baru saja ditandatangani.

"Terakhir, dengan berdasarkan apa yang dijelaskan diatas, maka kita sudah dapat me ngambil kesimpulan bahwa pertanyaan yang dikemukakan oleh Umar bin Khattab ra “Bukankah engkau benar-benar utusan Allah?” kehadapan Rasulullah saw adalah bukan karena kemunafikan atau adanya rasa syak, ragu-ragu, tidak yakin dan tidak pecaya kepada Rasulullah saw dan kerasulan, melainkan semata akibat oleh dorongan perasaan yang ditimbulkan oleh adanya penyiksaan dan penganiayaan terhadap Abu Jundal, dimana Rasulullah saw tidak berdaya dan tidak mampu untuk menolongnya, ka rena tidak mau menghianati perjanjian Hudaibiyah yang baru saja ditandata ngani." (Ahmad Sudirman , 18 Oktober 2006)

Ya Allah tunjukilah hambamu yang belum banyak melakukan kesalahannya.
Betapa lugunya kesimpulan yang diambil Ustaz Ahmad Sudirman diatas. Pastinya Umar menuding rasulullah dengan pertanyaan:

"Apakah benar bahwa engkau adalah Nabi Allah yang sesungguhnya?", kejadiannya masih di Makkah, bukan setelah muncul peristiwa Abu Jundal, meminta bergabung dengan Rasulullah saw. Ustaz Ahmad Sudirman sengaja memutarbalikkan kenyataan untuk membela Umar, seolah-olah demikian peduli Umar kepada penderitaan Abu Jundal lalu membenarkan melemparkan pertanyaan yang mencirikan kemunafikannya. Andaikatapun benar kejadian itu setelah peristiwa Abu Jundalpun, mustahil bagi orang-orang yang benar-benar beriman melemparkan pertanyaan seperti itu. Bukankah yang namanya orang beriman sami'na wa ata'na terhadap apa saja yang datangnya dari Rasulullah? Apalagi kejadian itu masih di Makkah selepas barusaja perjanjian itu ditandatangani.

Hal ini juga dibuktikan setelah Rasulullah melayani Umar, beliau beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Hendaklah kalian sembelih binatang-binatang korban yang kalian bawa itu dan cukurlah rambut kalian." Demi Allah tidak satu sahabatpun berdiri mematuhi perintah itu sampai Nabi mengucapkannya sebanyak tiga kali. Ketika dilihatnya mereka tidak mematuhi perintahnya Nabi masuk ke dalam kemahnya dan keluar kembali tanpa berbicara dengan siapa pun. Beliau sembelih korbannya dengan tangannya sendiri lalu memanggil tukang cukurnya kemudian bercukur. Melihat ini para sahabat kemudian menyembelih juga korban mereka, kemudian saling mencukur sehingga hampir-hampir mereka saling berbunuhan. (Lihat buku-buku sejarah dan sirah. Juga lihat Shahih Bukhori dalam Bab as-Syuruthi Jihad 2:122; juga Shahih Muslim Bab Sulhul Hudaibiyah Jil. 2)

Untuk lebih jelas lihatlah sekali lagi cuplikan berikut: . . . . . .Namun sebagian sahabat tidak senang dengan sikap Nabi seperti ini. Mereka menentangnya dengan keras. Umar bin Khattab datang dan berkata: "Apakah benar bahwa engkau adalah Nabi Allah yang sesungguhnya? "
"Ya", jawab Nabi.
"Bukankah kita dalam hak dan musuh kita dalam batil?"
"Ya". Sahut Nabi.
"Lalu kenapa kita hinakan agama kita?" Desak Umar.
"Aku adalah Rasulullah. Aku tidak melanggar perintah-Nya dan Dialah penolongku." Jawab Nabi.
"Bukankah engkau mengatakan kepada kami bahwa kita akan mendatangi Rumah Allah dan bertawaf di sana ?"
"Ya. Tetapi apakah aku katakan kepadamu pada tahun ini juga?" Tanya Nabi.
"Tidak".Jawab Umar.
"Engkau akan datang ke sana dan tawaf di sekitarnya." Kata Nabi mengakhiri.
Kemudian Umar datang kepada Abu Bakar dan bertanya:
"Wahai Abu Bakar! Benarkah bahwa dia adalah seorang Nabi yang sesungguhnya? "
"Ya" Jawab Abu Bakar.
Kemudian Umar mengajukan pertanyaan serupa kepada Abu Bakar dan dijawab dengan jawaban yang serupa juga.
"Wahai saudara!" Kata Abu Bakar kepada Umar. "Beliau adalah Rasul Allah yang sesungguhnya. Beliau tidak melanggar perintah-Nya dan Dialah Penolongnya. Maka percayalah padanya."
Usai Nabi menulis piagam perdamaian, beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Hendaklah kalian sembelih binatang-binatang korban yang kalian bawa itu dan cukurlah rambut kalian." . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Ternyata untuk membela membenarkan klaimnya itu, Ustaz Ahmad Sudirman juga telah merobah pertanyaan Umar dari "Apakah benar bahwa engkau Nabi Allah yang sesungguhnya? " kepada: “Bukankah engkau benar-benar utusan Allah?” Ustaz harus memahami bahwa dua pertanyaan diatas sepertinya sama, namun kalau diteliti benar-benar nampak bahwa pertanyaan yang pertama lebih keras daripada pada pertanyaan kedua, kendatipun dalam bentuk pertanyaan kedua juga mustahil dilemparkan kepada Rasulullah kecuali orang dungu kalau tidak dikatakan Munafiq.

Kenyataannya Umar benar-benar munafiq. Buktinya pertanyaan itu diulangilagi kepada konconya Abubakar. Hal ini semua dibuktikan oleh banyaknya tindakan Umar sendiri yang menentang Rasulullah seperti Ketika Rasulullah hendak menulis wasiat diatas katilnya, menentang pengangkatan Usamah dan bahkan Umar dan Abubakar tidak bersedia berada dibawah pimpinan Usamah. Sesungguhnya semua ini datangnya dari Allah sendiri, dimana Umar dan Abubakar cs menentang Imam Ali dari pengangkatannya di Ghadir Khum dengan alasan Imam Ali Masih muda. Justru itu Allah dan Rasulnya membuktikan kepada mereka bahwa umur itu bukan perkara yang mustahak dengan mengangkat Usamah yang lebih muda dari Imam Ali serta memerintahkan Abubakar dan Umar untuk berada dibawah Usamah dan menahan Imam Ali agar tetap tinggal dimadinah disisi Rasulullah sendiri.

Dalam pengangkatan Imam Ali di Ghadirkhum, Umar memperlihatkan seolah-olah dia mengakui pengangkatan Imam Ali ketika itu dengan mengucapkan:"Tahniah ya Abbal Hassan, anda hari ini telah menjadi Maulaku dan maula semua kaum Muslimin dan Muslimat". Bukti kemunafikan mereka, dimana setelah itu mereka membuat perjanjian lain di belakang Ka'bah untuk menjauhkan Imam Ali dari Jabatan Khalifah yang sah dari Allah dan Rasulnya. Sementara Abubakar dan Umar mengangkat diri sebagai Khalifah di Saqifah, tempat yang telah disegel Rasulullah, dengan memanfaatkan atas nama keluarga Rasulullah dalam berhujjah dengan Abdurrahman bin Auf. Peristiwa itu insya Allah akan kita beberkan nati suatu saat mengenai pengangkatan khalifah-khalifah yang penuh misteri itu.

Bukti lain kemunafikan Umar disamping menanyakan lagi pertanyaan syaknya terhadap Rasulullah kepada Abubakar, hal tersebut diperjelas lagi oleh shahih Bukhari halaman 111 dan shahih Muslim halaman 12, 14. Disana dikatakan bahwa Umar berkata: "Aku tidak mengesyaki kenabian Muhammad saw seperti syakku pada hari Hudaibiyah". Pernyataan Umar tersebut menunjukkan bahwa dia senantiasa mengesyaki kenabian Nabi Muhammad saw tetapi syaknya pada hari Hudaibiyah adalah lebih banyaklagi daripada syak-syak sebelumnya.

Disebabkan memang Ustaz Ahmad Sudirman ingin menutup-nutupi kesalahan Umar, dia ber daya upaya untuk membelokkan fakta agar sesuai dengan keinginannya. Andaikata dia dapat meneliti dengan benar tentu dia dapat menangkap realita bahwa memang Umar senantiasa syak terhadap Rasulullah sendiri. Hal ini dapat dibuktikan ketika dia bertanya: "Apakah engkau Rasu lullah"? Bagi orang-orang yang benar-benar beriman tentu sangat fatal melemparkan perta nyaan seperti itu terhadap Rasulullah, kecuali memang dia itu menyangsikan Kerasulannya. Apalagi setelah mendapatkan jawaban dari Rasulullah, dia masih mengulang lagi pertanyaan yang sama kepada Abubakar. Hal ini membuktikan bahwa dia itu tidak percaya apa yang dika takan Rasulullah. Dalam shahih Bukhari halaman 111 dan shahih Muslim halaman 12, 14 dika takan bahwa Umar berkata: "Aku tidak mengesyaki kenabian Muhammad saw seperti syakku pada hari Hudaibiyah". Kata-kata Umar tersebut menunjukkan bahwa dia senantiasa menge syaki kenabian Nabi Muhammad saww tetapi syaknya pada hari Hudaibiyah adalah lebih besar lagi daripada syak-syak sebelumnya.

Wahai Ustaz Ahmad Sudirman, adakah orang yang mengesyaki Rasulullah seperti itu masih dikira orang mukmin? Wahai Ustaz Ahmad Sudirman adakah hak Umar untuk menghambat Ra sulullah daripada menbulis wasiatnya? Bukankah setiap muslim dianjurkan untuk berwasiat ma nakala dirasakan sudah dekat ajalnya? Lantas Nabi yang mengajarkan kita agama mulia itu, apa kah tidak opantas untuk berwasiat? Disaat yang lain, Umar juga menentang Rasulullah ketika hendak menulis wasiat dikatilnya (baca Shahih Bukhari jil.2 dan 5 Hal. 75; Musnad Ahmad Bin Hanbal jil. 1 hal. 355; jil. 5 hal. 116; Tarikh Thabari jil. 3 hal. 193; Tarikh Ibnu Atsir Jil. 2 hal. 320.).

Umar dan Abubakar meneruskan pernentangannya terhadap Rasulullah ketika beliau mengang kat Usamah sebagai Komandan pasukan perang. Tokoh-tokoh Muhajirin dan Anshar seperti Abu Bakar, Umar, Abu Ubaidah dan sahabat-sahabat besar lainnya diperintahkan untuk berada di bawah pasukan Usamah ini. Sebagian mereka mencela pengangkatan Usamah. Mereka ber kata, "Bagaimana Nabi bisa menunjuk seorang anak muda yang belum tumbuh janggut sebagai komandan pasukan kami?" Wahai Ustaz Ahmad Sudirman apakah Umar cs lebih tau daripada Rasulullah sendiri? Dapatkan pertanyaan seperti itu dibenarkan? Apakah disini juga anda hendak mengatakan bahwa itu sekedar pertanyaan saja sebagaimana anda membelanya dalam kejadian Hudaibiyah?

Allah berfirman: "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perem puan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata." (QS. Al Ahzab: 36). Sebelum itu mereka juga pernah mencela pengangkatan ayahnya oleh Nabi. Sedemikian rupa mereka memprotes Nabi saww sampai beliau marah sekali. Dengan kepalanya yang terikat karena deman panas yang dideritanya, Nabi keluar dipapah oleh dua orang dalam keadaan dua kakinya yang terseret-seret menyentuh bumi. Nabi naik ke atas mimbar, memuji Allah dan bertahmid padaNya. Sabdanya: "Wahai muslimin, apa gerangan kata-kata sebagian di antara kalian yang telah sampai ke telingaku berkenaan dengan pengangkatanku Usamah sebagai pe mimpin. Demi Allah, jika kamu kini mengecam pengangkatannya; sungguh hal itu sama seperti dahulu kamu telah mengecam pengangkatanku terhadap ayahnya sebagai pemimpin. Demi Allah, sesungguhnya ia amat layak memegang jabatan kepemimpinan itu. Begitu juga puteranya setelah ia sungguh amat layak untuk itu." (Thabaqat Ibnu Sa'ad jil.2 hal.l90; Tarikh Ibnu Atsir Jil. 2 hal. 317; Sirah al-Halabiyah jil. 3 hal. 207;Tarikh Thabari jil. 3 hal 226.)

Wahai Ustaz Ahmad Sudirman apakah hendak anda belajuga Umar dan Abubakar itu kenda tipun seringkali memperlihatkan penentangannya? Ketika Abubakar dan Umar memaksakan Imam Ali untuk berbai'at kepadanya, Fatimah berkata kepada Abu Bakar dan Umar seperti ini: "Aku minta persaksian dari Allah kepada kalian berdua, apakah kalian tidak mendengar Rasulullah bersabda, 'Keredhaan Fatimah adalah keredhaanku dan kemarahan Fatimah adalah kemarahanku. Siapa yang mencintai puteriku Fatimah, maka dia telah mencintaiku, siapa yang membuat Fatimah rela maka dia telah membuatku rela, siapa yang membuat Fatimah marah maka dia telah membuatku marah.' 'Ya, kami telah mendengarnya dari Rasulullah.' Jawab mereka berdua. Lalu Fatimah berkata lagi, 'Sungguh, aku minta persaksian Allah dan para malaikat-Nya bahwa kalian berdua telah membuatku marah dan tidak rela. Jika kelak aku berjumpa dengan Rasulullah maka pasti akan kusampaikan keluhanku ini kepadanya'." (Al-Imamah was Siyasah jil.l hal. 20; Fadak Oleh Muhammad Baqir Sadr hal. 92.)

Bukti penentangan Abubakar kepada Fatimah Az Zahara yang juga merupakan penentangan kepada Rasulullah sendiri dapat dilihat ketika beliau berkata: "Demi Allah, aku akan mohonkan keburukanmu di dalam setiap doa yang kupanjatkan seusai shalat." Kemudian Abu Bakar menangis dan berkatat: "Aku tidak perlu pada bai'at kalian; lepaskan aku dari bai'at ka lian." (Tarikh al-Khulafa' Oleh Ibnu Qutaibah jil. 1 hal. 20) Wahai Ustaz Ahmad Sudirman, demikian banyak kesalahan yang dilakukan Umar dan Abubakar terhadap Rasulullah yang me nyebabkan mereka merintih ketika sakratul maut, masihkah anda hendak membelanya secara membabi buta? Tolong tunjukkan saya pribadi mana selain Abubakar, Umar, Abu Ubaidah, Salim dan Muad bin Jabal yang demikian menyesal ketika mengalami sakratul maut. Sementara Allah berfirman: "Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tiada kekhawatiran terhadap mereka dan tiada (pula) mereka bersedih hati; (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar." (QS: Yunus: 62, 63, 64).

Coba anda renungkan ayat Allah selanjutnya: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: 'Tuhan kami adalah Allah' kemudian mereka teguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan (memperoleh) sorga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'" (QS. Al Fushilat: 30, 31,32).

Jelaslah disini bahwa Abubakar, Umar, Abu Ubaidah, Salim dan Muad bin Jabal tidak termasuk orang yang teguh pendirian sebagaimana dinyatakan dalam surah Al Fushilat, apalagi dalam suarah Yunus ayat 62, 63, 64. Masihkan anda ingin mencari-cari alasan yang tidak masuk akal? Untuk menambah keterangannya silakan baca kitab Sulaim bin Qayis halaman 114 s/d 117. Ini sebagian dari halaman yang saya maksudkan: Abban berkata: Sulaim berkata: Aku telah memberitahu Muhammad bin Abubakar tentang hadist Ibn Ghunim (Ibn Abd al Birr, al-Istiab,ii, hal. 402) semuanya tentang kematian Muad bin Jabal. Dia berkata kepadaku : Rahasiakan perkara ini sebab ayahku juga (Abubakar) ketika matinya telah berkata seperti kata-kata mereka. Aisyah berkata: Sesungguhnya ayahku telah meracau. Muhammad bin Abubakar berkata: Aku telah berjumpa Abdullah bin Umar, maka aku memberitahukannya apa yang dikatakan oleh ayahku ketika kematiannya. Maka Abdullah berkata: Rahasiakanlah perkara ini. Demi Tuhan ayahku (Umar) telah berkata sebagaimana ayah anda berkata, tidak lebih dan tidak kurang.

Kemudian Abdullah bin Umar khawatir aku akan memberitahukan Imam Ali as mengenainya, sebab dia mengetahui akan kasihku kepadanya, lalu berkata: Sesungguhnya ayahku telah meracau. Ketika aku mendatangi Imam Ali as, aku memberitahunya apa yang aku dengar dari ayahku dan apa yang diberitahukan Abdullah bin Umar kepadaku. Amirul Muminin Ali as berkata: Orang yang lebih benar daripada anda dan Ibnu Umar telah memberitahuku tentang ayahnya, ayah anda, Abu Ubaidah, Salim dan Muad. Aku bertanya: Siapakah orangnya? Beliau berkata: Ada orang yang telah memberitahukanku. Dia berkata: Aku telah mengetahui apa yang dimaksudkannya, maka aku berkata: Anda memang benar wahai Amirul Muminin. Aku telah mengira ada orang yang telah memberitahukan anda. Tidak ada seorangpun yang menyaksikan ayahku berkata demikian selain daripadaku. Sulaim berkata: Aku berkata kjepada Abdul Rahman bin Ghunim: Muad telah mati disebabkan oleh penyakit Taun sebagaimana berlaku kepada Abu Ubaidah bin Jarrah. Dia berkata Disebabkan oleh bisul.

Aku berjumpa dengan Muhammad bin Abubakar dan berkata: Adakah mereka berdua telah menyaksikan kematian ayah anda selain daripada saudara anda Abdurrahman, Aisyah dan Umar. Adakah mereka mendengar daripadanya apa yang telah anda mendengarnya? Dia berkata mereka telah mendengar daripadanya, lalu mereka menangis dan berkata: Dia sedang meracau. Aku tidak mendengar kesemuanya. Aku berkata: Apakah yang telah didengar oleh mereka daripadanya? Mereka berkata: Dia telah menyeru dengan Neraka Wail dan kecelakaan, maka Umar berkata kepadanya: Wahai khalifah Rasulullah! Kenapa anda menyeru dengan Neraka Wail dan kecelakaan? Abubakar berkata: Ini Muhammad dan Ali sedang memberi khabar gembira kepadaku dengan Neraka. Di tangannya Sahifah dimana kami telah memeterai perjanjian ke atasnya di hadapan Kabah seraya berkata: Anda telah melaksanakannya, lantas anda dan sahabat anda menentang wali Allah. Maka bergembiralah dengan api Neraka yang terkebawah.

Bukhari meriwayatkan dalam Bab Manaqib Qarabah Rasulillah (Keistimewaan Kerabat Nabi) bahwa Rasulullah saww bersabda:"Fatimah adalah belahan nyawaku, siapa yang membuatnya marah maka dia telah membuatku marah". Dalam Bab Ghazwah Khaibar, "dari Aisyah (yang berkata) bahwa Fatimah putri Nabi, suatu hari mengutus seseorang menghadap Abu Bakar untuk meminta hak pusakanya yang diwarisinya dari ayahandanya. Abu Bakar enggan memberikannya kepada Fatimah walau sedikit pun. Fatimah sangat marah kepada Abu Bakar, lalu ditinggalkannya dan tidak diajaknya berbicara sampai beliau wafat." (Shahih Bukhori jil. 3 hal. 39). Dalam kesempatan ini juga perlu kiranya kita kemukakan hadist Nabi berkenaan Imam Ali walaupun tidak diterima oleh orang-orang yang sesat: "Cinta kepada Ali adalah (tanda) iman dan benci kepadanya adalah (tanda) nifak."? (Shahih Muslim jil. 1 hal. 48). Bahkan sebagian sahabat berkata, "Kami kenal orang-orang munafik dengan sikap benci mereka pada Imam Ali". Demikianlah para pembaca sekalian semoga Allah memberi hidayah kepada kita sekalian sehingga tidak mengalami nasib yang sial ketika menghadapi sakratul maut sebagaimana dialami Abubakar dan Umar cs.

Ahmad Sudirman sepertinya hendak mengatakan bahwa isteri-isteri nabi Muhammad itu lebih tinggi derajadnya dibandingkan Imam ‘Ali, Fatimah Az Zahara, Imam Hasan dan Imam Hussein dengan alasan bahwa baru setelah dinyatakan isteri-isteri nabi sebagai Ahlulbayt melalui ayat 33 surah Al Ahzab, lalu Rasulullah memasukkan Imam ‘Ali, Fatimah Az Zahara, Iumam Hassan dan Imam Hussein sebagai Ahlulbait juga melaluli doa Rasulullah sendiri agar juga diaku Allah sebagai Ahlulbaytnya dan sama derajatnya denagn para Isteri Nabi, kalau tidak dikatakan lebih rendah disebabkan lebih duluan dinyatakan terhadap para Isteri Nabi.

Melalui argument seperti ini Ustaz Ahmad Sudirman ingin mengatakan bahwa Isteri – isteri Nabi saja tidak Ma’sum, apalagi Imam ‘Ali, Fatimah Az Zahara, Imam Hassan dan Imam Hussein. Argument seperti ini jelaslah bahwa mereka meyakinin Hadist Rasulullah yang telah dipalsukan oleh Abu Hurairah cs bahwa agar kita tidak sesat di Dunia ini kita harus berpegang teguh kepada Al Qur-an dan Sunnah Rasul.. Apabila orang-orang yang berpegang teguh kepada hadist palsu itu dapat meyakinkan orang ramai, menunjukkan sahnya orang-orang seperti Ustaz Ahmad Sudirman menggali sendiri Ayat 33 surah Al Ahzab itu tanpa perlu melibatkan Imam A’li, Fatimah Az Zahara, Imam Hassan dan Imam Hussein sebagai pribadi yang telah ditunjuk Allah dan Rasulnya untuk mendampingi Al Qur-an.

Apabila mereka dapat meyakinkan orang ramai bahwa semua sahabat menduduki peringkat yang sama setelah Rasulullah, dengan mempelintirkan maksud daripada ayat 33 surah Al Ahzab, berarti mereka memiliki kesempatan untuk mengikuti Abubakar, Umar, Usman , Muawiyah dan Yazid bin Muawiyah sipembantai Ahlulbayt Rasulullah di Karbala. Justru itulah dikalangan mereka tidak pernah memperingati Kesyahidan Imam Hussein di Karbala. Hal ini bermula daripada memnpelintirkan ayat 33 surah Al Ahzab dan Hadits Al-Kisa serta Hadist – hadist lainnya yang berhubungan dengan ketinggian kedudukan Imam ’Ali, Fatimah Az Zahara, Imam Hassan dan Imam Hussein. Diatas semua sahabat lainnya.

Dengan alasan deperti itu memungkinkan mereka untuk mengakui Muawiyah sebagai Muslim dan Khaliafah yang sah, bahkan Yazid pembantai keluarga Rasulullah sendiri di Karbala itu mendapat pengakuan yang sama. Sebaliknya bagi kita yang meyakini Hadist itu telah dipalsukan oleh Abu Hurairah ketika dia berada dalam ”ketiak” Muawiyah, si tukang racun cucu Rasulullah lainnya yaitu Imam Hassan bin ’Ali, meyakini juga bahwa ayat 33 surah Al Ahzab dibutuhkan penafsirnya dari IImam ’Ali sebagai pribadi yang ditunjukkan Allah dan Rasulnya sebagai pendamping Al Qur-an agar tetap utuh, tidak membiarkan tangan-tangan jahil yang dengan nafsunya memelintirkan Ayat-ayat Allah sehingga siapapun bebas mengadakan interpretasi terhadap Ayat-ayat Allah swt.

Hadist pedoman hidup ummah Islam yang asli adalah Hadist Tsaqalain yang berbunyi: ”Kutinggalkan kepada kalian dua perkara, yaitu Al Qur-an dan Ahlulbaitku. Apabila kalian berpegang teguh kepada keduanya, kalian tidak akan sesat selama-lamanya sampai menemuiku di pancutan Kautsar” . Berdasarkan Hadist Tsaqalain ini, Rasulullah telah memperingatkan kepada ummahnya agar mengikuti keluarganya sepeninggalnya sebagai pribadi yang terjaga dari kesalahan yang merupakan Hujjah Allah diatas seluruh manusia. Dalam hal ini Allah berkali kali memperkenalkan pribadi-pribadi ini agar selamat bagi yang menerima dan sesat bagi yang menolaknya. Hadist Al Kisa itu merupakan juga sebagai peringatan Allah dan Rasulnya kepada Ummad Islam agar mengetahui bahwa Imam Ali, Fatimah Az Zahara, Imam Hassan dan Imam Husseinlah yang benar-benar Ahlulbait Rasulullah.

Justru itulah makanya beliau memasukkan mereka dibalik kain Kassa Yaman, khusus 4 orang pribadi. Perbuatan Rasulullah yang demikian membuat Ummu Salamah khawatir. Justru itu Ummu Salamahpun meminta kepada Rasulullah agar beliaupun diumasukkan serta dalam kain Kissa tersebut. Disebabkan Ahlulbait Rasulullah hanya Mereka berempat saja yang mendapatkan kedudukan sebagai representant, Rasulullah mengatakan kepada Ummu Salamah agar dia tetap ditempatnya. Makna daripada kata-kata rasulullah bahwa Ummu Salamah tetap dalam kebaikan bukanlah bahwa dia itu lebih baik daripada pribadi-pribadi yang dimasukkan Rasulullah dibalik kain Kassa atau paling kurang sama sebagaimana tersirat dari argumentasi Ustaz Ahmad Sudirman diatas.

Pernyataan Rasulullah itu menunjukkan bahwa yang dibawah kain kassa itu adalah pribadi-pribadi khusus (Representant) yang merupakan pemimpin-pemimpin orang beriman. Sedangka Ummu Salamah menunjukkan sebagai prototipe orang yang benar-benar beriman sebagaimana Abu Dzar Ghifari, Salman Al Faraisi dan Al Miqdad.

Ketika Imam Ali dipaksakan secara beramai-ramai dalam majlis Abubakar untuk membai’atnya, Ummu Salamah termasuk orang yang memprotes tindakan Abubakar dan Umar cs. Protes Ummu Salamah ini ditanggapi oleh Umar secara kasar: ”Henyahlah dari sini, tidak ada urusan perempuan disini”

Buikti hanya mereka berempat saja sebagai Ahlulbayt dan kemaksumannya juga dapat dipahami ketika Nabi meminta agar seluruh pintu-pintu yang menghadap ke Mesjid dirtutup semua kecuali pintu Rumah Imam Ali dimana keempat pribadi Tipikal tu bebas berada dalam Mesjid kendatipun dalam keadaan bejunup sekalipun. Hal ini menunjukkan kesucian Ahlulbayt mencakup jiwa dan raga. Ironisnya hadist ini juga dipalsukan hinggga dikatakan bahwa kecuali pintu Rumah Abubakar yang dibenarkan terbuka.

Andaikata kita meyakini justru Hadist yang berasal dari Ahlulbait saja (baca Imam ’Ali, Fatimah Az Zahara, Imam Hassan dan Imam Hussein) saja yang dapat digunakan sebagai pedomannya, sudah barang pasti ummat Islam tidak akan pernah pecah selama-lamanya. Mengapa ? (pinjam istilah Ahmad Suduirman sendiri). Pastinya tak ada pihak yang berani menentang pengangkatan Imam ’Ali sebagai pengganti Rasulullah di Ghadirkhum sebagaimana yang telah ditentang Umar dan Abubakar cs, dengan membuat perjanjian baru di balik Ka’bah, menentang Nabi di katilnya ketika sedang sakit, menentang pengangkatan Usamah dan juga pengangkatan Ayahnya Zaid bin Harisah, menentang Rasulullah ketika hendak shalat mayit seseorang, menentang rasulullah ketika beliau membuat Perjanjian Hudaibiah dan klimaknya menyingkirkan Khalifah Rasulullah yang sah di Saqifah.hingga memaksakan Imam ’Ali untuk membai’atnya.

Justru itulah maka terjadinya perpecahan yang berkeping-keping dikemudian hari. Andaikata tidak ada pihak yang berani menentang Rasulullah dan Wazirnya Imam Ali, Ummah ini akan dilanjutkan pimpinannya oleh Imam Hassan dan Imamm Hussein plus 9 Imam-Imam keturunannya. Andaikata tak ada pihak yang berani menentang Rasulullah, takkanlah ada kesempatan bagi Muawiyah untuk berkuasa hingga membantai siapa saja yang membela Imam Ali bin Ab Thalib, meracuni Imam Hassan hinggalah klimaknya membantai cucu Rasulullah dan Keluarganya yaitu Imam Hassein di Karbala.

Disebabkan adanya pihak yang berani menentang Rasulullah, sebahagian manusia yang mengaku diri Muslim tetap meyakini Muawiyah dan Yazid anaknya juga sebagai Muslim. Disinilah kedangkalan pikiran mereka sehingga dapat kita saksikan sampai hari ini mereka tidak memahami definisi daripada System Islam, hingga mereka berjingkrak-jingkrak dalam ketiak penguasa Dhalim (baca Saudi Arabia, Mesir, Irak, Indonesia dan lain-lain sebagainya). Mereka mengira kerajaan Muawiyah dan kerajaan Yazid juga sebagai negara Islam hingga kebanyakan orang-orang yang mengaku dirinya orang Islam membangun negara seperti type negara Muawiyah dan anaknya Yazid sebagai model negara Islamnya. Lalu mereka mengutuk orang-orang yang berani memprotes Pemimpin tipe Muawiyah dan Yazid itu sebagai pemberontak yang ”wajib” diperangi atau dibunuh.

Justru itulah makanya mereka membungkem atas tragedi Karbala hingga takpernah mereka peringati. Sesungguhnya mereka meyakini bahwa pembunuhan Yazid terhadap Imam Hussein sekeluarga sah-sah saja untuk menjaga keutuhan negara dan wibawa pemimpinnya. Inilah akibat daripada tidak mengaku kemaksuman Imam A’li, Fatimah Az Zahara, Imam Hassan dan Imam Hussein.

Bukti hanya mereka berempat saja yang mendapat jaminan Allah dan Rasulnya sebagai Ahlulbait, dapat dilihat pada Ayat Mubahalah. Hal ini menunjukkan bahwa hanya mereka saja yang mewakili Ummat Muhammad sebagai Representant. Jangankan dibandingkan dengan Umar dan Abubakar cs yang sering menentang kebijaksanaan Allah dan Rasulnya, dimana dengan itu membuktikan bahwa mereka sesungguhnya tidak termasuk orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya. (Allah berfirman: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya."(QS. An-Nisa: 65).

Dengan para Isteri nabi saja termasuk ummu Salamah yang disalah pahami Ahmad Sudirman itu, mustahil dapat disamakannya. Ahmad Sudirman lupa bagimana pernyataan Allah sendiri dalam ayat Mubahalah itu ketika Allah menginfokan kepada orang-orang yang beriman bahwa mereka berempat saja sebagai Representant buat seluruh Ummat Manusia. Ahmad Sudirman lupa kalau dalam ayat tersebut bahwa Imam ’Ali dinyatakan Allah sebagai diri Rasulullah sendiri: ”Kemudian sesiapa yang membantahmu (wahai Muhammad) mengenainya, sesudah engkau beroleh pengetahuan yang benar, maka katakanlah kepada mereka: “Marilah kita menyeru anak-anak kami serta anak-anak kamu, perempuan-perempuan kami serta perempuan-perempuan kamu, dan diri kami serta diri kamu, kemudian kita memohon kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, serta kita meminta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta.” [‘Ali Imran 3:61].

Saya gagal memahami pikiran kebanyakan manusia yang buta terhadap keterangan Allah yang demikian jelas ini, masih saja berkilah dengan alasan yang tidak masuk ‘akal.. Ayat ini membuktikan bahwa Muhammad dengan ’Ali itu sejiwa. Kecuali kedudukan Rasul, Imam ’Ali merupakan wakilnya atau Wazirnya. Kenapa Allah tidak meminta kepada Rasulnya untuk memanggil cucu-cucu nya kepada Hasan dan Hussein. Kenapa Allah tidak meminta kepada Rasulnya untuk memanggil anak kami kepada Fatimah Az Zahara. Kenapa Allah tidak meminta kepada Rasulnya untuk memanggil menantunya kepada Imam ’Ali. Kenapa realitanya Allah menyebutkan diri kami kepada Imam ’Ali?.

Hal ini juga menjadi pelajaran bagi orang-orang yang mau ber-afala ta’quilun dan afala yatazakkarun bahwa ketika Rasulullah mempersaudarakan setiap dua orang lelaki ketika barusaja hijrah ke Madinah, beliau sendiri memilih Imam ’Ali sebagai saudaranya dunia dan akhirat. Kelebihan Imam A’li diatas semua sahabat juga dibuktikan dengan Hadist Pintu Gerbang Ilmu: ” Saya adalah gudang Ilmu, ’Ali adalah pintu gerbangnya”. Dilain kesempatan Rasulullah mengatakan: ”Aku kota ilmu dan Ali adalah pintunya”. Cukup dengan bekal mauberfikir saja untuk memahami ketinggian kedudukan Imam ’Ali. Bagaimana mungkin orang ramai dapat meraih ilmu yang benar dari Gudang tanpa mendekati pintunya terlebih dahulu. Bagaimana mungkin benarnya ilmu yang ada pada orang-orang ”pintar” sementara mereka bukan saja tidak mau mendekati Imam ’Ali untuk meraih Ilmu Rasulullah, tapi juga tidak mengakui kelebihannya sebagai mana diaplikasikan Ahmad Sudirman, malah kebanyakan mereka memusuhiImam ’Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az Zahara dan keturunannya.

Selanjutnya kita sorot sedikit bagaimana keutamaan Fatimah Az Zahara untuk dibandingkan dengan ummu salamah yang digunakan Ahmad Sudirman untuk menguatkan thesisnya. "Fahtimah belahan nyawaku, maka barangsiapa yang membuatnya marah berarti dia telah membuatku marah." (Shahihu l`Bukhari 2/308). "Dia (Fathimah) adalah belahan nyawaku, maka barangsiapa yang mencemaskannya berarti dia telah mencemaskan diriku, dan barangsiapa yang manyakitinya berarti dia telah menyakiti diriku". (Shahihul`Bukhari 3/265).

Dua hadist diatas saja sudah cukup untuk menolak anggapan Ahmad Sudirman bahwa empat pribadi yang dimasukkan dibawah kain Kissa sama dengan isteri-isteri Rasulullah, tidak maksum. Ummu Salamah adalah benar prototype mukmin benaran, namun tidak ada bahan untuk melawan serangan Umar yang keras terhadap dirinya ketika Umar cs memaksa Imam A’li membai’at Abubakar. Namun kedhaliman Abubakar dan Umar terhadap Fatimah Az Zahara dapat di tolak dengan dua buah Hadist diatas yang menggambarkan ketinggian kedudukan Fatimah Az Zahara disisi Rasulullah sekaligus mewakili dirinya sebagaimana Imam ’Ali dalam ayat Mubahalah.

Demikian juga banyak Hadist yang membuktikan tingginya derajat Imam Hassan dan Hussein yang belum saya nyatakan dalam kesempatan ini, lebih banyak lagi bukti-bukti lainnya buat ketinggian derajat mereka berempat yang tidak dimiliki siapapun diantara para sahabatnya. Yang lebih ngeri adalah justru sahabat yang dianggap sangat mulia yang menjadi idola mareka bagi orang kebanyakan, merintih penyesalan luar biasa ketika menghadapi sakratul maut. Hal ini perlu kita ulang-ulang untuk menyadarkan orang-orang yang keliru terhadap ikutannya didunia ini agar tidak mengalami penyesalan yang luar biasa akibat menjauhkan Khalifah Rasulullah yang sah dari kedudukannya serta ketimpangan yang mereka lakukan terhadap Representant wanita, Fatimah Az Zahara as.

Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahihnya pada Bab Manaqib Umar bin Khattab (Keistimewaan Umar bin Khattab) sebagai berikut: Ketika Umar menderita karena tikaman, beliau merintih kesakitan. Ibnu Abbas datang menghiburnya sambil berkata, "Ya Amir al-Mukminin, apabila memang sudah waktunya tiba, bukankah engkau adalah sahabat Rasulullah yang baik. Ketika kau berpisah dengannya, bukankah dia juga rela padamu?. Kemudian kau telah bersahabat dengan Abu bakar dengan persahabatan yang baik, lalu kau berpisah dengannya juga dalam keadaan dia rela padamu. Kau juga bersahabat dengan yang lainnya dengan baik. Jika seandainya kau harus meninggalkan mereka, maka mereka akan rela padamu."

Tidak lama berselang Umar kemudian menjawab, "Adapun tentang persahabatan dan kerelaan Rasulullah yang kau sentuh tadi, maka itu adalah anugerah yang Allah telah berikan padaku. Persahabatan dan kerelaan Abu Bakar yang kau katakan tadi, itu juga adalah anugerah yang Allah limpahkan padaku. Namun apa yang kau saksikan dari rasa khawatir pada wajahku adalah semata-mata karena kamu dan sahabat-sahabatmu. Demi Allah, apabila aku punya segunung emas maka aku akan korbankan demi dapat terselamat dari azab Allah sebelum aku datang menjumpai-Nya.(Shahih Bukhori jil. 2 hal. 201.)

Sejarah juga mencatat kata-kata Umar berikut: "Oh, alangkah beruntungnya apabila aku hanyalah seekor kambing milik keluargaku. Digemukkannya aku seperti yang mereka suka kemudian menjadi lahapan orang yang menyenanginya. Mereka iris sebagian dariku dan dipanggangnya sebagian yang lain. Kemudian aku dimakan dan dikeluarkan pula sebagai najis. Oh, kalaulah aku seperti itu dan tidak menjadi manusia.(Minhaj as-Sunnah oleh Ibnu Taimiyah jil. 3 hal.131; Hilyat al-Auliya' Oleh Ibnu Nu'aim jil. 1 hal. 52.)

Sejarah juga mencatat kata-kata Abu Bakar berikut: "Ketika Abu Bakar melihat seekor burung hinggap di suatu pohon, dia berkata, berbahagialah engkau duhai burung. Engkau makan buah-buahan dan hinggap di pohon, tanpa ada hisab atau balasan. Aku lebih suka kalau aku ini adalah sebatang pohon yang tumbuh di tepi jalan, kemudian datanglah seekor onta lalu memakanku. Kemudian aku dikeluarkan dan tidak menjadi seorang manusia. (Tarikh Thabari hal. 41; ar-Riyadh an-Nadhirah jil. 1 hal. 134; Kanzul Ummal hal. 361; Minhaj as-Sunnah jil. 3 hal. 120.)

Di tempat lain beliau juga pernah berkata: "Oh, kalaulah ibuku tidak pernah melahirkanku. Oh, kalaulah aku hanya sebiji pasir dari satu batu bata." (Tarikh Thabari hal.41; Riyadh an-Nadhirah jil. 1 hal. 134; KanzulUmmalhal.361 Minhaj as-Sunnah jil. 3 hal. 120)

Demikianlah sebagian kecil dari bukti yang dapat kita contohkan di sini sebagai renungan semata-mata. Dan berikut ini adalah firman Allah SWT yang memberikan berita gembira kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin: "Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tiada kekhawatiran terhadap mereka dan tiada (pula) mereka bersedih hati; (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar." (QS: Yunus: 62, 63, 64).

Dan firman Allah dalam surat lain, "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: 'Tuhan kami adalah Allah' kemudian mereka teguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan (memperoleh) sorga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'" (QS. Al Fushilat: 30, 31,32).

Kenapa Syaikhain (Abu Bakar dan Umar) berangan-angan untuk tidak jadi manusia, makhluk yang sangat dimuliakan oleh Allah SWT atas makhluk-makhluknya yang lain. Apabila seorang mukmin yang biasa yang istiqamah dalam hidupnya bisa didatangi oleh Malaikat dan diberinya kabar gembira dengan kedudukan di sorga, lalu dia tidak khawatir pada azab Allah dan tidak bersedih hati dengan masa lalunya di dunia, bahkan baginya berita gembira di dalam kehidupan di dunia sebelum kehidupan di akhirat, maka kenapa tokoh-tokoh sahabat yang dikatakan sebagai makhluk terbaik setelah Rasulullah berangan-angan ingin menjadi najis atau sehelai rambut atau sebiji pasir?

Seandainya para Malaikat telah memberinya berita gembira akan hal sorga, semestinya mereka tidak akan berangan-angan untuk memiliki segunung emas agar dapat dikorbankan sebagai tebusan atas azab Allah sebelum berjumpa dengan-Nya. Allah SWT berfirman: "Dan kalau setiap diri yang zalim itu mempunyai segala apa yang ada di bumi ini, tentu dia menebus dirinya dengan itu, dan mereka menyembunyikan penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan azab itu, dan telah diberi keputusan di antara mereka dengan adil sedang mereka tidak dianiaya." (S. Yunus: 54). Allah juga berfirman: "Dan sekiranya orang-orang yang zalim mempunyai semua apa yang ada di bumi dan sebanyak itu (pula) besertanya, niscaya mereka menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat. Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan. Dan (jelaslah) bagi mereka akibat buruk dari apa yang telah mereka perbuat dan mereka diliputi oleh pembalasan yang mereka dahulu selalu memperolok-olokkan." (QS. Az-Zumar: 47,48).

Muhammad al-Tijani al-Samawi.dalam buku penelitian agamanya yang berjudul:”Akhirnya Kutemukan Kebenaran” mengatakan: ”Aku bercita-cita sepenuh hatiku agar ayat ini (baca agat diatas) tidak meliputi sahabat-sahabat besar seperti Abu Bakar dan Umar. Tetapi aku seringkali terjebak dengan adanya nas-nas seperti ini. Itulah kenapa aku coba menelaah aspek-aspek menarik dari hubungan mereka dengan Rasul SAWW. Namun di situ juga aku dihadapkan dengan sikap mereka yang enggan melaksanakan perintah-perintah Nabi, terutama pada saat-saat akhir dari umurnya yang penuh berkat itu, di mana menyebabkan Nabi marah dan mengusir mereka dari kamarnya. Aku juga dihadapkan dengan suatu fakta akan perilaku mereka setelah wafatnya Nabi, serta sikap mereka yang menggangu puterinya Fatimah az-Zahra'. Padahal Nabi SAWW bersabda, "Fatimah adalah belahan nyawaku, siapa yang menyebabkannya marah maka dia telah menyebabkan aku marah." (Shahih Bukhori jil. 2 hal.206.)

Fatimah juga pernah berkata kepada Abu Bakar dan Umar demikian:"Aku minta persaksian dari Allah kepada kalian berdua, apakah kalian tidak mendengar Rasulullah bersabda, 'Keredhaan Fatimah adalah keredhaanku dan kemarahan Fatimah adalah kemarahanku. Siapa yang mencintai puteriku Fatimah, maka dia telah mencintaiku, siapa yang membuat Fatimah rela maka dia telah membuatku rela, siapa yang membuat Fatimah marah maka dia telah membuatku marah.' 'Ya, kami telah mendengarnya dari Rasulullah.' Jawab mereka berdua.

Lalu Fatimah berkata lagi, 'Sungguh, aku minta persaksian Allah dan para malaikat-Nya bahwa kalian berdua telah membuatku marah dan tidak rela. Jika kelak aku berjumpa dengan Rasulullah maka pasti akan kusampaikan keluhanku ini kepadanya'.(Al-Imamah was Siyasah jil.l hal. 20; Fadak Oleh Muhammad Baqir Sadr hal. 92.)

Aqidah adalah istilah bahasa Arab sedangkan Ideology adalah istilah bahasa Inggeris, keduanya merupakan flatform atau asas tempat seseorang bergantung atau berpijak dalam Hidupnya didunia ini. Andaikata seseorang berpegang teguh benar-benar pada Al Qur-an, berarti flatformnya atau dasar tempat berpijaknya adalah Al Qur-an. Dengan kata lain berarti orang tersebut menggunakan Al Qur-an sebagai Ideologynya atau berIdeology Al Qur-an. Realitanya banyak orang yang berideology Pancasila di Indonesia, sedangkan Al Qur-an hanya digunakan sebagai bahan bacaan untuk orang mati, untuk memperoleh pahala, bahan Musabaqah dan seni Kaligrafi. Yang jelas orang tersebut tidak menggunakan Al Qur-an sebagai Ideology atau Aqidah. Selanjutnya dapat dipahami bahwa Ideology Syiah atau Aqidah Syiah tentu berbeda dengan 'Aqidah atau Ideology Sunni. Ideology Syiah menggunakan Al Qur-an dan Ahlulbayt sebagai platformnya sementara Ideology Sunni menggunakan Al Qur-an dan Hadist Nabi sebagai platformnya.

Ahlulbayt Rasulullah bagi Syiah selain berfungsi untuk mendampingi Al Qur-an agar tidak salah tafsir, juga merupakan filter untuk menjaga agar hadist Nabi tidak dipalsukan. Sedangkan bagi Sunni tidak memiliki filter untuk menjaga kemurnian Sunnah Rasulullah kecuali dengan menggunakan istilah sahehnya Kitab Bukhari - Muslim, hingga siapapun yang merasa dirinya berkemampuan boleh saja menafsirkan Al Qur-an sebagimana yang dilakukan oleh Ahmad Sudirman. Orang itu keliru 180 derajat ketika mengatakan bahwa ahlulbayt Rasulullah itu termasuk seluruh orang yang beriman.

Untuk memudahkan pemahaman saya umapamakan seperti berikut: Secara loghat ahlulbayt itu terdiri dari seorang Suami dan beberapa orang Isteri serta beberapa orang anaknya. Jadi hanya terbatas kepada Suami Isteri plus anak-anaknya saja, tidak termasuk orang lain. Secara Idiology atau Aqidah tentunya ada diantara anak-anak itu atau Isteri-isteri itu yang tidak dapat dianggap sebagai anggota ahlulbayt atau keluarga, disebabkan tidak tundukpatuh kepada Allah dan Rasulnya (keliru Aqidahnya). Contohnya Kan’an anak Nabi Nuh yang dinyatakan Allah bukan anaknya. Pastinya dalam keluarga Rasulullah juga ada orang yang karakternya relatif sama dengan anak Nabi Nuh tersebut. Jelasnya diantara Isteri-isteri Nabi Muhammad itu ada yang bukan Isterinya menurut kaca mata AlQur-an atau menurut Allah sendiri. Jangankan orang yang relatif sama dengan Kanan, Ummu Shalamah saja yang pasti termasuk orang yang beriman atau benar Aqidahnya sesuai ketearangan Rasulullah sendiri, tidak termasuk dalam golongan Ahlulbayt.

Justru itulah ketika Rasulullah memasukkan Imam Ali as, Fatimah Az Zahara, Imam Hassan dan Imam Hussein as kebawah kain kisa tidak membenarkan Ummu Shalamah bersama mereka dengan sabdanya kamu tetap ditempatmu dalam kebaikan. Bagi orang yang arif tentu dengan mudah dapat mengambil kesimpulan yang benar kenapa dalam ayat Mubahalah Rasulullah tidak membawa Isteri-isterinya untuk ikut serta, kecuali pribadi yang berempat itu saja. Hal ini diperjelas lagi ketika Rasulullah mengintruksi kan agar semua pintu-pintu yang menghala keMesjid ditutup semua kecuali pintu Imam Ali as dimana didalamnya hanya pribadi yang berempat tadi juga.

Argumentasi yang saya kemukakan mengenai pembangkangan Umar terhadap Rasulullah bukan saja berdasarkan buku-buku sejarah dan sirah Nabi tapi juga berdasarkan Shahih Bukhari dalam Bab as-Syuruthi Jihad 2:122; dan juga Shahih Muslim Bab Sulhul Hudaibiyah Jil. 2. Dengan demikian argumen saya dapat dipercaya, sebab Sunni mengakui bahwa Shahih Bukhari dan Muslim merupakan buku pegangan kedua setelah Al Qur-an. Justru itulah kami berhujjah dengan Hadist yang tertera di Bukhari dan Muslim sementara dari kitab Syiah sendiri berlipat gannda mengenai pembangkangan Umar dan Abubakar terhadap Rasulullah saw.

Kalau pembangkangan itu saya mengatakan "Ya" Ahmad Sudirman mengatakan "tidak" walaupun dengan nash yang dhaif. Kita dapat mengerti kenapa itu terjadi. Hal itu disebabkan sebagaimana judul yang telah saya tulis ketika saya tanggapi tulisannya dalam pembelaannya terhadap Umar dan Abubakar yaitru: "Meunje tabeunci lethat peue daleh, meunje tagaseh salah pih beuna". Artinya:"Kalau kita sudah membenci seseorang, kerap kali kita menolak kebenarannya. Kalau kita (sudah) jatuh cinta kepada seseorang, yang salahpun kita anggap benar. Jadi disebabkan Ahmad Sudirman sejak dari dia mengenal dunia ini meyakini hanya Sunni yang benar (baca kutub Abubakar, Umar, Usman yang membuat perjanjian lain dibelakang Kakbah untuk menjauhkan Imam Ali dari kedudukan Khalifah yang sah). Muawiyah yang meracuni Imam Hassan dan Yazid pembantai keluarga Rasulullah di Karbala berkesempatan meraih kekuasaan akibat dari usaha Abubakar dan Umar menjauhkan Imam Ali dari jabatan yang sah dari Allah dan Rasulnya. Justru itulah Ahmad Sudirman tidak nampaklagi melihat kebenaran Ahlulbayt (baca kutub Imam Ali, Fatimah Az Zahara, Imam Hassan dan Imam Hussein). Dia tetap saja membela Umar dan Abubakar kendatipun argumennya begitu dhaif. Mengapa saya katakan dhaif. Dia tidak menemukan keterangannya yang keliru itu dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Kalau dia coba-coba menggali Al Qur-an dengan pikirannya yang dhaif dalam hal itu, pastinya dia tetap saja menafsirkan Al Qur-an itu berdasarkan pemahaman "nenek moyangnya" kendatipun Allah sendiri telah mempe ringtkan kita agar tidak mengikuti orang-orang dulu yang sesat itu.

Pembaca sekalian lihatlah ketika Ahmad Sudirman menafsirkan ayat berwudhuk, yaitu ayat 6 surat Al-Maidah. Pastinya dia ketika berwudhuk, selalu membasuh kakinya. Padahal dalam ayat tersebut jelas sekali Allah mengatakan: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki, . . ." Disini jelas sekali bahwa kepala dan kaki disuruh sapu, tapi orang-orang yang terikat kepada kebiasaan nenekmoyangnya bersikap fanatik buta tidak mau memahami Al Qur-an sesuai perintah Allah dan Rasulnya. Ini salah satu contoh makanya orang oranbg yang sudah salah kaprah dalam memahami agama sebetulnya takperlu kita layani lagi. Sebab tidak ada hasilnya kecuali bertambah musuh, kenapa? Sebab telah terbuka kedok salahnya sebagaimana telah terbuka kedok Ustaz Ahmad Sudirman dimana sebetulnya dia itu hanya berkemampuan untuk menggali UUD dan NKRI, tapi kalau menyangkut Al Qur-an, beliau keliru 180 derajat.

Kita tidak bermaksud untuk menyakiti hatinya tapi "Kullihaq walau kana murra", kata Rasulullah. Tujuan saya agar beliau sadar akan kekeliruannya tapi dia juga malah menuduh saya yang keliru, ha ha ha. Memang yang mengapi-apikan persoalan syiah dan Sunnah ini bukan Ahmad Sudirman dimilis ini, tapi ada orang lain dimana pembaca dapat menelusurinya sendiri. Kemungkinan besar mereka ingin menutupi persoalan yang sedang berlangsung Di tanah rencong. Ini hanya prediksi saya, semoga pembaca lebih arif.


HADIST PALSU KEUTAMAAN ABU BAKAR: ALLAH TAMPIL KEPADA ABU BAKAR DI HARI KIAMAT

Bismillaahirrahmaanirrahiim 

Di antara kepalsuam yang ramai dibicarakan yang kerapuhannya melebihi sarang laba-laba adalah hadist palsu yang diatas-namakan Nabi saww, bahwa kelak di hari kiamat Allah akan tampil khusus kepada Abu Bakar di samping tampil secara umum kepada seluruh manusia!

Para pengagum Khalifah Abu Bakar telah menisbatkan kepalsuan kepada riwayat beberapa orang sahabat, di antaranya Jabir, Anas, Abu Hurairah, Aisyah dll. Dalam sebagian redaksinya, hadis itu berbunyi demikian: Dalam kisah kedatangan delegasi suku Qais, Abu Bakar telah menjawab dengan jawaban memuaskan sehingga Nabi saww. Bersabda:

يا أبا بكر أعطاك الله الرضوان الاكبر، فقال بعض القوم: وما الرضوان الاكبر يا رسول الله، قال: يتجلّى الله لعباده في الاخرة عامّة ويتجلّى لابي بكر خاصّة

“Wahai Abu Bakar, Allah telah memberimu Ridhwan/kerelaan terbesar”
Lalu orang-orang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan Ridhwan terbesar itu” Maka beliau bersabda, “Di Akhirat nanti Allah akan tampil secara umum kepada hamba-hamba-Nya dan akan tampil secara khusus kepada Abu Bakar.”

Hadis Palsu: Ibnu al Jauzi telah menegaskan kepalsuan seluruh hadist yang berbicara tentangnya… seluruh jalannya dipenuhi dengan para pemalsu dan perawi cacat berat! Bahkan ia menyebutkan hadist ini pada urutan pertama di antara hadist-hadist palsu keutamaan Abu Bakar dan ia bersunguh-sungguh dalam membongkar sisi-sisi kepalsuannya. Ia berkata, “Dan telah fanatikbuta sekelompok orang yang tiada bernasib baik baginya, yang mengaku berpegang teguh dengan Sunnah, mereka membuat hadis-hadis palsu tentang keutamaaan Abu Bakar… .” (Al Maudhû’at,1/225)

Al Fairûz Abâdi juga menegaskan kepalsuannya dan menggolongkannya kepalsuan yang paling konyol dalam keutamaan Abu Bakar, seperti dalam kitab Sifru as Sa’adah-nya:280. Demikian juga dengan al Khathib al Baghdadi dalam Tarikh Baghdad-nya,12/20. Asy Syaukani juga memandang hadist itu palsu, maudhû’. Baca al Fawâid al Majmû’ah: 330.

Ketika menerang jalur-jalur hadis Aisyah, Ibnu al Jauzi berkata:

هذا الحديث لا يصح من جميع طرقه.

“Hadis ini tidak shahih dari seluruh jalurnya.”

Diarsipkan di bawah: Fitnah Wahhabi, Hadist Palsu Keutamaan Abubakar & Umar, Manhaj, Menjawab Blog Haulasyiah, Menjawab Salafi, Studi Hadist «Wahhabi Menggugat Syi’ah (17) Hadist Palsu Keutamaan Abu Bakar: Allah Memilih Ruh Abu Bakar »

Komment:
hsndwsp, di/pada Agustus 25th, 2009 pada 12:31 pm, dikatakan:
Hadist palsu itu begitu banyak dibuat para alim palsu yang bersatupadu dalam kekuasaan Muawiyah dulu. Salah seorang tokoh pembuat Hadist palsu adalah Abu Hurairah bekas sahabat nabi. Dia itu senantiasa ikut penguasa takkira penguasa itu zalim atau tidak.

Pertama sekali yang dilakukan Muawiyah membuat pengumuman dengan hadiah besar kepada siapapun yang mengumpulkan hadist tentang kebaikan Abubakar dan Umar. Apabila hadist palsu yang berhubungan keduanya sudah begitu banyak, Muawiyah memerintahkan agar berhenti dan mulai menulis hadist tentng kebaikan Usman dan dirinya sendiri. Justru itu ketika ahli fikir yang belum ada duanya di jaman kita ini, berkata: ” Kalau benar hadist itu berasal dari Rasulullah sampai berjumlah puluhan ribu made in Abu Hurairah, Nabi harus hidup puluhan tahun lagi”, demikian kira-kira ucapan Ali Syariati dimana saya gak ingat betul secara persisnya.

Puncanya adalah sebahagian sahabat nabi membuat rapat rahasia untuk menjauhkan Imam Ali dari kepemimpinannya di belakang Ka'bah. Padahal Umar, Abubakar dan Usman ikut menyaksikan keti ka Rasulullah melantik Imam Ali as sebagai penerus kepemimpinannya. Terkenal pengakuan Umar: “Tahniah ya Abbal Hasan, anda telah menjadi pemimpin kaum muslimin dan muslimat” Ironisnya ucapan dan perbuatan saling bertentangan alias hypocrite.

(Aceh-Karbala/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: