Allahumma Salli 'Ala Muhammad wa Ali Muhammad
Ayat Salawat
Iaitu firmanNya di dalam (Surah al-Ahzab (33):56):"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."
Imam Syafi'i dalam Musnadnya berkata: Ibrahim bin Muhammad telah memberitahukan kami bahawa Safwan bin Sulaiman telah memberitahukan kami daripada Abi Salmah daripada 'Abdu r-Rahman daripada Abu Hurairah dia bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana kami bersalawat ke atas anda? Maka Rasulullah SAW menjawab: Kalian berkata: Allahumma Salli 'Ala Muhammad wa Ali Muhammad (al-Musnad, II, hlm. 97).
Ibn Hajr di dalam al-Sawa'iq al-Muhriqah (al-Sawa'iq al-Muhriqah, hlm. 144) mencatat riwayat daripada Ka'ab bin Ijrah. Dia berkata: Apabila turun ayat ini, kami bertanya wahai Rasulullah! Kami mengetahui bagaimana kami memberi salam ke atas anda. Tetapi kami tidak mengetahui bagaimana kami bersalawat ke atas anda? Maka beliau SAW bersabda: Kalian katakanlah Allahumma Salli 'Ala Muhammad wa Ali Muhammad. Dan diriwayatkan daripada Nabi.
SAW, berliau bersabda: Janganlah kalian bersalawat ke atasku dengan salawat yang terputus. Lalu mereka bertanya: Apakah salawat terputus itu? Beliau menjawab: Kalian berkata: Allahumma Salli 'Ala Muhammad, kemudian kalian berhenti. Justeru itu katakan: Allahumma Salli 'Ala Muhammad wa Ali Muhammad.
Al-Qurtubi di dalam Jami' li-Ahkam al-Qur'an (al-Jami' li-Ahkam al-Qur'an, XIV, hlm. 233) menegaskan bahawa Ahlu l-Bait Nabi SAW dihubungkaitkan dengan Nabi SAW di dalam salawat ke atasnya. Sementara Ibn 'Arabi di dalam Ahkam al-Qur'an ( Ahkam al-Qur'an, I, hlm. 184) mengatakan bahawa ayat al-Mawaddah diturunkan kepada Nabi SAW dan Ahlu l-Baitnya yang disucikan.
Di sini dikemukakan sebahagian daripada riwayat-riwayat para ulama Ahlu s-Sunnah yang mengatakan bahawa ayat tersebut diturunkan kepada Nabi SAW dan Ahlu l-Baitnya seperti berikut:
1. al-Bukhari dalam Sahihnya, VI, hlm. 12
2. Al-Wahidi dalam Asbab al-Nuzul, hlm. 271.
3. al-Baghawi dalam Ma'alim al-Tanzil, V, hlm. 225.
4. al-Hakim dalam al-Mustadrak, III, hlm. 148.
5. Fakhruddin al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib, XV, hlm. 226.
6. al-Hafiz Abu Nu'aim al-Isfahani dalam Akhbar Isfahani, I, hlm. 31.
7. al-Hafiz Abu Bakr al-Khatib dalam Tarikh Baghdad, VI, hlm. 216.
8. Ibn 'Abd al-Birr dalam Tajrid al-Tawhid, hlm. 85.
9. al-Nisaburi dalam al-Tafsir, XX, hlm. 30.
10. al-Alusi dalam Ruh al-Ma'ani, XXII, hlm. 22.
11. Muhibuddin al-Tabari dalam Dhakha'ir la-'Uqba, hlm. 19.
12. al-Nawawi dalam Riyadh al-Salihin, hlm. 155.
13. Ibn Kathir dalam al-Tafsir, III, hlm. 506.
14. Al-Tabari dalam al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, XX, hlm. 27.
15. al-Khazin dalam al-Tafsir, V, hlm. 226.
16. al-Suyuti dalam al-Durr al-Manthur, V, hlm. 215; Bughyah al-Wu'at, hlm. 442.
17. al-Syaukani dalam Fath al-Qadir, IV, hlm. 293.
18. Abu Bakr al-Hadhrami dalam Rasyfah al-Sadi, hlm. 24.
19. al-Sayyid Ibrahim Naqib, dalam al-Bayan wa Ta'rif, I, hlm. 134.
20. Muhammad Idris al-Hanafi dalam al-Ta'liq al-Sahih fi Syarh al-Masabih, I, hlm. 401 & 402 telah meriwayatkan hadith ini dengan sanad yang banyak dan bermacam-macam. Semuanya meliputi salawat ke atas Nabi SAW dan Ahlu l-Baitnya.
Ahlulbait Nabi
Berdasarkan hadits-hadits mutawatir yang kesahihannya diakui oleh semua Muslim, Rasulullah SAW telah mengabarkan kepada pengikut-pengikut beliau pada berbagai kesempatan bahwa beliau akan meninggalkan dua barang berharga dan bahawa jika kaum Muslim berpegang erat pada keduanya, mereka tidak akan tersesat setelah beliau tiada. Kedua barang berharga tersebut adalah Kitabullah dan Ahlulbait Nabi as.
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, dan juga dalam sumber-sumber lainnya, bahwa sepulang dari Haji Wada, Rasulullah SAW berdiri di samping sebuah telaga yang dikenal sebagai Khum (Ghadir Khum) yang terletak antara Mekkah dan Madinah. Kemudian beliau memuji Allah dan berzikir kepadaNya, dan lalu bersabda,
“Wahai manusia, camlah! Rasanya sudah dekat waktunya aku hendak dipanggil (oleh Allah SWT), dan aku akan memenuhi Panggilan itu. Camlah! Aku meninggalkan bagi kalian dua barang berharga. Yang pertama adalah Kitabullah, yang didalamnya Terdapat cahaya dan petunjuk. Yang lainnya adalah Ahlulbaitku. Aku ingatkan kalian, atas nama Allah, tentang Ahlulbaitku! Aku ingatkan kalian, atas nama Allah, tentang Ahlulbaitku! Aku ingatkan kalian, atas nama Allah, tentang Ahlulbaitku (tiga Kali)! 1
Meskipun ada fakta bahwa penyusun Shahih Muslim dan ahli-ahli hadis lain telah mencatat hadis di atas dalam kitab-kitab shahih mereka, sayang bahwa majoriti Muslim tidak menyedari keberadaan Ahlulbait tersebut, bahkan ada yang menolaknya sama sekali. Kontra argumen mereka adalah sebuah hadis yang lebih mereka kenali yang dicatat oleh Hakim dalam al-Mustadrak-nya berdasarkan riwayat Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah berkata, “Aku tinggalkan di antara kalian dua barang yang jika kalian mengikutinya, kalian tidak akan tersesat setelahku; Kitabullah dan Sunnahku!”
Tiada keraguan bahwa semua Muslim dituntut untuk mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW. Namun, pertanyanya adalah Sunnah mana yang asli dan Sunnah mana yang dibuat-buat belakangan, dan Sunnah palsu mana yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Menjejaki sumber-sumber laporan Abu Hurairah yang menyatakan hadis versi ‘Quran dan Sunnah’, kami menemukan bahwa hadis itu tidak dicatat dalam enam koleksi hadis sahih (Shihah as-Sittah). Tidak hanya itu, bahkan Bukhari, Nasa’i, Dzahabi dan masih banyak yang lainnya, menyatakan bahwa hadis ini lemah kerana sanatnya lemah. Meski dicatat bahwa meskipun kitab milik Hakim adalah sebuah koleksi hadis yang penting, tetapi kitab ini dipandang rendah dibandingkan dengan enam koleksi utama hadis-hadis. Sementara itu, Shahih Muslim (yang menyebutkan ‘Quran dan Ahlulbait’) menepati urutan kedua dalam enam koleksi hadis tersebut.
Tirmidzi melaporkan bahwa versi ‘Quran dan Ahlulbait’ terujuk pada lebih dari 30 sahabat. Ibnu Hajar Haitsami telah melaporkan bahwa dia mengetahui bahwa lebih dari 20 sahabat juga mempersaksikannya.
Sementara versi ‘Quran dan Sunnah’ hanya dilaporkan oleh Hakim melalui hanya satu sumber. Jadi, mesti disimpulkan bahwa versi ‘Quran dan Ahlulbait’ adalah jauh lebih bisa dipegang. Lebih-lebih, Hakim sendiri juga menyebut versi ‘Quran dan Ahlulbait’ dalam kitabnya (al-Mustadrak) melalui beberapa rantai otoritas (isnad), dan menegaskan bahwa versi ‘Quran dan Ahlulbait’ adalah hadis yang sahih sesuai berdasarkan kriteria yang digunakan oleh Bukhari dan Muslim, hanya saja Bukhari tidak meriwayatkannya.
Lebih jauh kata ‘Sunnah’ sendiri tidak memberikan landasan pengetahuan. Semua Muslim, tanpa memandang kepercayaan mereka, mengklaim bahwa mereka mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW. Perbedaan di antara kaum Muslim muncul dari perbedaan jalur periwayatan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Sedangkan hadis-hadis tersebut bertindak sebagai penjelas atas makna-makna Quran, yang keasliannya disepakati oleh semua Muslim. Maka, perbedaan jalur periwayatan hadis yang ada pada gilirannya mengantarkan pada perbedaan interpretasi atas Quran dan Sunnah Nabi – telah menciptakan berbagai versi Sunnah. Semua Muslim, jadinya terpecah ke dalam berbagai mazhab, golongan, dan sempalan, yang diyakini berjumlah sampai 73 golongan. Semuanya mengikuti Sunnah versi mereka sendiri yang mereka klaim sebagai Sunnah yang benar. Kalau demikian, kelompok mana yang mengikuti Sunnah Nabi? Golongan manakah dari 73 golongan yang cemerlang, dan akan tetap bertahan? Selain hadis yang disebut dalam Shahih Muslim di atas, hadis sahih berikut ini memberikan satu-satunya jawaban detail terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut. Rasulullah SAW telah bersabda:
“Aku tinggalkan di antara kalian dua ‘perlambang’ yang berat dan berharga, yang jika kalian berpegang erat pada keduanya kalian tidak akan tersesat setelahku. Mereka adalah Kitabullah dan keturunanku, Ahlulbait-ku. Yang Pemurah telah mengabariku bahwa keduanya tidak akan berpisah satu sama lain hingga mereka, datang menjumpaiku di telaga (surga)” 2
Tentu saja, setiap Muslim harus mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, hadis yang telah disebut di atas memberikan bukti bahwa setiap apa yang disebut sebagai Sunnah, yang bertentangan dengan Ahlulbait, adalah bukan Sunnah yang asli melainkan Sunnah yang diadakan belakangan oleh beberapa individu yang menyokong para tiran. Ahlulbait Nabi, yakni orang-orang yang tumbuh dalam keluarga Nabi, adalah orang yang lebih mengetahui tentang Sunnah Nabi dan pernik-perniknya dibandingkan dengan orang-orang selain mereka, sebagaimana dikatakan oleh pepatah: “Orang Mekkah lebih mengetahui gang-gang mereka daripada siapapun selain mereka”
Secara argumentatif, bila kita menerima kesahihan kedua versi hadis tersebut (Quran-Ahlulbait dan Quran-Sunnah), maka seseorang mesti tunduk kepada interpretasi bahwa kata ‘Sunnah-ku’ yang diberikan oleh Hakim berarti Sunnah yang diturunkan melalui Ahlulbait dan bukan dari sumber selain mereka, sebagaimana yang tampak dari versi Ahlulbait yang diberikan oleh Hakim sendiri dalam al-Mustadrak-nya dan oleh Muslim dalam Shahih-nya. Kini, marilah melihat hadis yang berikut ini:
Ummu Salamah meriwayatkan bahwa Rasulullah telah bersabda, ‘Ali bersama Quran, dan Quran bersama Ali. Mereka tidak akan berpisah satu sama lain hingga kembali kepadaku kelak di telaga (di surga)’ 3
Hadis di atas memberikan bukti bahwa Ali bin Abi Thalib dan Quran adalah tidak terpisahkan. Jika kita menerima keotentikan versi ‘Quran dan Sunnah’, maka orang dapat menyimpulkan bahwa yang membawa Sunnah Nabi adalah Imam Ali, sebab dialah orang yang diletakkan berdampingan dengan Quran.
Menarik untuk melihat bahwa Hakim sendiri memiliki banyak hadis tentang keharusan mengikuti Ahlulbait, dan salah satunya adalah hadis berikut ini. Hadis ini juga diriwayatkan oleh banyak ulama lainnya, dan dikenal sebagai ‘Hadis Bahtera’, yang dalamnya Nabi Muhammad SAW menyatakan, “Camkanlah! Ahlulbait-ku adalah seperti Bahtera Nuh. Barang siapa naik ke dalamnya selamat, dan barangsiapa berpaling darinya binasa”.4
Hadis di atas memberikan bukti fakta bahwa orang-orang yang mengambil Ahlulbait dan mengikut mereka, akan diselamatkan dari hukuman neraka, sementara orang-orang yang berpaling dari mereka akan bernasib seperti orang yang mencoba menyelamatkan diri dengan memanjat gunung (tebing), dengan satu-satunya perbedaan adalah bahwa dia (anaknya Nuh memanjat tebing tersebut) tenggelam dalam air, sedangkan orang-orang ini tenggelam dalam api neraka. Hadis yang berikut ini juga menegaskan hal tersebut bahwa Nabi Muhammad SAW telah berkata tentang Ahlulbait; “Jangan mendahului mereka, kalian bisa binasa! Jangan berpaling dari mereka, kalian bisa binasa, dan jangan mencoba mengajari mereka, sebab mereka lebih tahu dari kalian!” 5
Dalam salah satu hadis yang lain Rasulullah SAW bersabda, “Ahlulbaitku adalah seperti Gerbang Pengampunan bagi Bani Israil. Siapa saja yang memasukinya akan terampuni”. 6
Hadis di atas berhubung dengan Surah al-Baqarah ayat 58 dan Surah al-A’raf ayat 161, yang menjelaskan Gerbang Pengampunan bagi Bani Israil, sahabat-sahabat Musa yang tidak memasuki Gerbang Pengampunan dalam ayat tersebut, tersesat di padang pasir selama empat puluh tahun. Sedangkan orang-orang yang tidak memasuki Bahtera Nuh, tenggelam. Ibnu Hajar menyimpulkan bahwa:
Analogi ‘Bahtera Nuh’ mengisyaratkan bahwa barang siapa yang mencintai dan memuliakan Ahlulbait, dan mengambil petunjuk dari mereka akan selamat dari gelapnya kekafiran, dan barang siapa yang menentang mereka akan tenggelam di samudra keingkaran, dan akan binasa dalam ‘sahara’ kedurhakaan dan pemberontakan. 7
Sudahkah kita bertanya kepada diri kita sendiri, mengapa Nabi Muhammad SAW begitu menekankan Ahlulbait? Apakah hanya disebabkan karena mereka adalah keluarga beliau, atau karena mereka membawa ajaran-ajaran (Sunnah) beliau yang benar dan mereka adalah individu-individu yang paling berpengetahuan di antara masyarakat setelah beliau tiada?
Berbagai versi dari ‘Hadis Dua Barang Berat (ats-Tsaqalain); yang membuktikan secara konklusif tentang perintah untuk mengikuti Quran dan Ahlulbait,. adalah hadis-hadis yang tidak biasa. Hadis-hadis ini sering diulang-ulang dan dihubungkan dengan otoritas lebih dari 30 sahabat Nabi Suci melalui berbagai sumber. Nabi Suci sentiasa mengulang dan mengulang kata-kata ini (dan tidak hanya dalam satu keadaan, tetapi bahkan pada berbagai kesempatan) di depan publik, untuk menunjukkan kewajiban mengikui dan menaati Ahlulbait. Beliau mengatakannya kepada khalayak pada saat Haji Perpisahan, pada hari Arafah, pada hari Ghadir Khum, pada saat kembali dari Tha’if, juga di Madinah di atas mimbar, dan di atas peraduan beliau saat kamar beliau penuh sesak oleh sahabat-sahabat beliau, beliau bersabda,
Wahai saudara-saudara! Sebentar lagi aku akan berangkat dari sini dan meskipun aku telah memberitahu kalian. Aku ulangi sekali lagi bahwa aku meninggalkan di antara kalian dua barang, yaitu Kitabullah dan keturunanku, yakni Ahlulbait-ku. (Kemudian beliau mengangkat tangan Ali dan berkata) Camkanlah! Ali ini adalah bersama Quran dan Quran adalah bersamanya. Keduanya tidak akan pernah berpisah satu sama lain hingga datang kepadaku di Telaga Kautsar. 8
Ibnu Hajar Haitsami menulis, “Hadis-hadis tentang berpegang teguh itu telah dicatat melalui sejumlah besar sumber dan lebih dari 20 sahabat telah dihubungkan dengannya”
Selanjutnya dia menulis,
“Disini (mungkin) muncul keraguan, dan keraguan itu adalah bahwa hadis-hadis itu telah datang melalui berbagai sumber, sebagian mengatakan bahwa kata-kata itu diucapkan pada saat Haji Wada. Yang lainnya mengatakan kata-kata itu diucapkan di Madinah ketika beliau berbaring di peraduan beliau dan kamar beliau penuh sesak dengan para sahabat beliau. Namun yang lainnya lagi mengatakan bahwa di Ghadir Khum. Atau hadis yang lain pada saat Tha’if. Tetapi tidak terdapat inkonsistensi di sini, sebab dengan memandang penting dan agungnya Quran dan Ahlulbait yang suci, dan dengan penekanan pokok masalah di depan orang-orang, Nabi Suci bisa jadi telah mengulang-ulang kata-kata ini pada semua kesempatan tersebut sehingga orang yang belum mendengar sebelumnya mendengarnya kini. 9
Menyimpulkan hadis di atas, Quran dan Ahlulbait adalah dua barang berharga yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada kaum Muslim, dan Nabi menyatakan bahwa jika kaum Muslim mengikuti keduanya mereka tidak akan tersesat setelah beliau, dan mereka akan dihantar ke surga, dan bahwa siapa yang mengabaikan Ahlulbait tidak akan bertahan. Hadis di atas telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menjawab ‘Sunnah’ mana yang asli dan kelompok mana yang membawa ‘Sunnah’ yang benar dari Nabi Muhammad SAW. Tujuannya adalah untuk tidak membiarkan kaum Muslim tersesat jalan setelah kepergian Nabi Muhammad SAW. Disamping itu, jika kita menggunakan kata ‘Sunnah’ saja, hal itu tidak memberikan jawapan spesifik atas persoalan ini, sebeb setiap kelompok Muslim mengikuti Sunnah versi mereka sendiri maupun interpretasi mereka atas Quran dan Sunnah tersebut. Jadi, perintah Nabi ini jelas untuk mendorong kaun Muslim untuk mengikuti interpretasi Quran dan Sunnah Nabi yang diturunkan melalui saluran Ahlulbait yamng keterbebasan mereka dari dosa, kesucian mereka dan kesalehan mereka ditegaskan oleh Quran suci (kalimat terakhir dari surah ke 33, al-Ahzab ayat 33).
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan segala kekotoran (rijs) dari kamu, wahai Ahlulbait dan mensucikanmu sesuci-sucinya” (al-Ahzab:33)
Catatan Kaki:
1. Shahih Muslim, bab keutamaan sahabat, bagian keutamaan Ali, publikasi Arab Saudi 1980, versi Arab, jilid 4, hal. 1873, hadis ke 36, dan sumber-sumber lain, misalnya Shahih at-Turmudzi dan Musnad Ahmad.
2. Shahih at-Turmudzi, versi arab, jilid 5,hal.662-663, 328, dalaporkan lebih dari 30 sahabat,dengan berbagai rantai periwayatan (sanad); al-mustadrak oleh Hakim, dalam bab Memahami (keutamaan) Sahabat,jilid 3, hal. 109,110,148,533. Hakim juga menyatakan bahwa hadis-hadis ini Shahih menurut kriteria dua syekh (Bukhari dan Muslim); Sunan, Darami,jilid 2,hal.432; Musnad, Ahmad bin Hanbal,jilid 3,hal.14,17,26,59; jilid 4, hal. 366,370-372; jilid 5,hal.182,189,350,366,419; Fadha’il ‘ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal,jilid 2,hal.585, hadis ke 990; al-khasha ‘ish, Nasa’i,hal. 21,30; as-Sawaiq al-Muhriqah,Ibnu Hajar Haitsami, bab II,bagian 1, hal.230; al-Kabir,Thabari,jilid 3,hal. 62-63, 137; Kanz al-Ummal, Muttaqi Hindi, bab al-I’tisham bi Hablillah,jilid 1,hal 44; Tafsir Ibnu Katsir (versi lengkap), jilid 4,hal 113, pada komentar tentang ayat 42:23 (empat hadis); at-Tabaqat al-Kubra, Ibnu Sa’d,jilid 2,hal. 194,publikasi Dar Isadder, Libanon; al-Jami’ ash-Shaghir, Suyuthi, jilid 1,hal.194, juga pada jilid 2; Majma’ az-Zawa’id, Haitsami,jilid 9,hal.163; al-Fatih al-Kabir, Binhani, jilid 1,hal.451; Ushul Ghabah fi Ma’rifat ash-Shahabat, Ibnu Atsir,jilid 2,hal.12; Jami’ al-Ushul, Ibnu Atsir,jilid 1, hal.187; History of Ibn Asakir,jilid 5, halaman 436; at-Tajul Jami’ Lil Ushul, jilid 3,hal.308; al-Durr al-Mantsur, Hafizh Suyuthi, jilid 2,hal.60; Yanabi al-Mawaddah, Qunduzi Hanafi, hal.38, 183; Abaqat al-Anwar, jilid 1,hal.16; dan masih banyak yang lain.
3. al-Mustadrak, Hakim,jilid 3,hal.124 berdasarkan otoritas Ummu Salamah; ash-Shawa’iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar, bab 9, bagian ke 2,hal.191, 194; al-Awsath, Tabarani; juga dalam as-Saghir; Tarikh al-Khulafaa, Jalalludin Suyuthi,hal. 173.
4. al-Mustadrak, Hakim, jilid 2, hal.342, jilid 3, hal.150-151 dari otoritas Abu Dzar. Hakim mengatakan bahwa hadis shahih; Fadha ‘il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal.786; Tafsir, Kabir, Fakhrurrazi pada komentar atas ayat 42:23, bagian ke 27,hal.167; Bazzar, dari otoritas Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair dengan kata-kata ‘tenggelam’ bukan ‘binasa’; ash-Shawa’iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, bagian 1, hal. 234 pada komentar atas ayat 8:33. Juga pada bagian ke 2, hal.282. Dia mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan dari banyak otoritas; Tarikh al-Khulafa dan Jami’ us Saghir, Suyuthi; al-Kabir, Tabarani, jilid 3, hal. 37, 38; as-Saghir, Tabarani, jilid 2, hal.22; Hilyat al-Awliya, Abu Nu’aim, jilid 4,hal.306; al-Kuna wal Asma, Dulabi, jilid 1,hal.76; Yanabi al-Mawaddah, Qunduzi Hanafi, hal.30,370; Is’af ar-Raghibin, Saban.
5. al-Durr al-Mantsur, Suyuti, jilid 2, hal.60; ash-Shawa’iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, bagian 1,hal.230, dikutip dari Tabarani, juga di bagian 2, hal.342; Ushul Ghabah, Ibnu Atsir, jilid 3,hal.137; Yanabi al-Mawaddah, Qunduzi Hanafi, hal.41, 335; Kanz al-Ummal, Muttaqi Hindi, jilid 1, hal.168; Majma’ az-Zawa’id, Haitsami, jilid 9,hal.163; Aqabat al-Anwar, jilid 1,hal.184; A’alam al-Wara, hal. 132-133; Tazhkirat al-Khawas al-Ummah, Sibt bin Jauzi Hanafi, hal. 28-33; as-Sirah al-Halabiyyah, Nuruddin Halabi, jilid 3, hal. 273.
6. Majma’ az-Zawa’id, Haitsami, jilid 9, hal.168; al-Awsat, Tabarani, hadis ke 18; Arba’in, abhani, hal.216; ash-Shawa’iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, hal.230, 234; Hadis yang mirip dicatat oleh Daruquthni maupun Ibnu Hajar dalam kitabnya ash-Shawa’iq al-Muhriqah, bab 9, bagian 2, hal.193 dimana Nabi Muhammad saw mengatakan, “Ali adalah Gerbang Pengampunan, siapa saja yang memasukinya adalah seorang yang beriman dan siapa saja yang keluar darinya adalah orang yang tidak beriman.”
7. ash-Shawa’iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar, hal. 91.
8. ash-Shawa’iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar, bab 9, bagian 2.
9. ash-Shawa’iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, bagian 1, hal. 230.
(Islam-Muhammadi/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email