Menurut Al-Qur’an, ada dua macam wali Allah Swt; pertama adalah wali yang tampak dan masyarakat mengenalinya secara langsung, dan kedua adalah wali yang gaib atau tidak tampak yang tidak dikenali secara langsung oleh masyarakat, dia ada di tengah mereka tapi pada saat yang sama mereka tidak menyadari kehadiran itu.
Di dalam surat Al-Kahfi, keberadaan dua macam wali itu telah diterangkan secara bersamaan; yang pertama adalah Musa bin Imran dan yang kedua adalah orang yang beliau sertai untuk sementara waktu dalam perjalanan darat serta laut, dia dikenal dengan nama Khidir. Wali Allah Swt bahkan tidak dikenali oleh Nabi Musa as, Allah Swt yang kemudian membimbing beliau untuk mengenalinya dan menimba ilmu darinya. Al-Qur’an menyebutkan:
“Mereka menemukan seorang hamba dari hamba-hamba Kami (Khidir) yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari Kami dan yang telah Kami ajarkan kepadanya suatu ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepadanya, ‘Bolehkah aku mengikut engkau agar engkau ajarkan kepadaku sebagian yang telah diajarkan kepadamu, sebagai ptunjuk?” (QS. Al-Kahfi [18]: 65-66)
Setelah itu, Al-Qur’an menjelaskan berapa pekerjaan berharga yang dilakukan oleh wali Allah Swt tersebut dan menunjukkan bagaimana masyarakat tidak mengenalinya, tapi pada saat yang sama mereka mendapatkan basil dan berkah keberadaannya.[1]
Perihal Imam Mahdi af juga seperti halnya wali Allah Swt yang diikuti oleh Nabi Musa as, sama-sama tidak dikenali oleh umat manusia tapi pada saat yang sama menjadi sumber pekerjaan-pekerjaan yang sangat berharga bagi mereka semua. Karena itu, kegaiban beliau bukan berarti keterpisahaan beliau dari masyarakat, melainkan -seperti yang tertera di dalam hadis-hadis para manusia suci as- beliau laksana matahari di balik awan; mata kepala tidak melihatnya tapi pada saat yang sama ia tetap memberikan cahaya dan kehangatan kepada penduduk bumi.[2]
Rasulullah Saw bersabda, ‘Memang benar, sumpah demi Allah Swt yang telah mengutusku sebagai nabi! Umat manusia mendapat keuntungan darinya dan dari cahaya wilayahnya pada masa gaib sebagaimana mereka mendapat keuntungan dari matahari kala berada di balik awan.’[3]
Sinar spiritual wujud Imam Mahdi af yang berada di balik awan gaib mempunyai dampak yang besar sekali, jadi walau pun tidak terjadi pembelajaran, pendidikan dan pembimbingan secara langsung tapi dampak-dampak itu menunjukkan hikmah keberadaannya di sana. Dampak tersebut antara lain:
1. Penjagaan Agama Allah Swt
Lalu zaman dan campur aduk kecenderungan serta pemikiran pribadi dengan masalah keagamaan, begitu pula kecondongan pada aliran-aliran yang menyimpang dan kelancangan tangan-tangan perusak terhadap ajaran-ajaran samawi lambat laun akan mengikis kesejatian dari ajaran dan undang-undang Ilahi serta memutarbalikkannya.
Air jernih yang mengalir dari langit wahyu lama-lama keruh dan kotor akibat jalur otak-otak yang dilaluinya. Cahaya yang terang benderang ini juga akan terkesan redup karena melewati kaca-kaca pemikiran yang gelap gulita. Singkat kata, akibat perangkaian dan pemangkasan yang dilakukan oleh orang-orang yang berpikiran dangkal maka seringkali kita sangat kesulitan untuk merekognasi dan mengenali masalah yang sebenamya.
Karena itu, bukankah signifikan sekali keberadaan seseorang di tengah umat Islam yang akan menjaga ajaran Islam sebagaimana aslinya untuk orang-orang masa depan?!
Kita tahu bersama bahwa setiap yayasan penting memiliki kotak anti bakar tempat penyimpanan dokumen-dokumen penting dan penjagaannya dari tangan-tangan pencuri serta lahapan api, karena nilai dan kehormatan yayasan itu tergantung pada penjagaan dokumen-dokumen tersebut.
Hati Imam Mahdi af dan ruh mulia beliau adalah kotak penjaga dokumen-dokumen agama Allah Swt yang sejati dan selamat dari distorsi, sehingga bukti-bukti Allah Swt dan tanda-tanda-Nya tidak sampai hilang dan padam. Ini hanya satu dari sekian banyak dampak keberadaan beliau.
2. Pembinaan Para Penanti Yang Sadar
Tidak seperti yang dibayangkan oleh sebagian orang, hubungan Imam Mahdi af di masa gaib dengan umat tidak sepenuhnya terputus, bahkan sebagaimana telah diterangkan oleh hadis-hadis Islam ada segelintir orang dengan kesiapan paling tinggi yang punya hubungan dengan beliau, mereka itu rahasia penuh gairah kerinduan pada Allah Swt dan hati penuh iman serta keikhlasan yang luar biasa dalam rangka mereali sasikan cita-cita reformasi dunia.
Gaibnya Imam Mahdi af bukan berarti beliau menjadi semacam ruh gaib atau cahaya misterius, bahkan beliau mempunyai kehidupan yang alami dan tenang, tapi beliau secara tidak dikenal berlalu lalang di tengah umatnya. Beliau seleksi hati-hati manusia yang siap lalu meningkatkan kesiapan mereka lebih dari sebelumnya. Orang-orang yang berpotensi pasti meraih taufik dan kebahagiaan ini sesuai dengan tingkat kesiapan masing-masing. Sebagian dari mereka berhubungan dengan beliau hanya sejenak, sebagian lagi berhari-hari, dan sebagian yang lain bahkan sampai bertahun-tahun.
Seperti para pengendara pesawat yang terbang tinggi sampai ke atas awan, orang-orang itu terbang tinggi dengan sayap ilmu dan takwa sehingga tidak ada lagi tabir yang menghalangi sampainya pancaran cahaya matahari, sementara orang lain berada dalam kegelapan dan cahaya redup di bawah awan.
Memang demikianlah yang sebenamya. Orang berharap matahari turun ke bawah awan agar dia dapat melihatnya. Tentu saja harapan semacam ini kesalahan yang besar dan anggapan yang menyimpang. Kitalah yang seharusnya meningkatkan diri dan terbang lebih tinggi daripada awan sehingga dapat merasakan pancaran cahaya matahari.
Ala kulli hal, pembinaan para penanti ini juga salah satu hikmah di balik gaibnya Imam Mahdi af.
3. Pengaruh Ruhani Yang Tersembunyi
Seperti telah kita ketahui bersama, matahari mempunyai pancaran jelas yang apabila dianalisis maka kita akan melihat tujuh warna. Di samping itu, ia juga mempunyai pancaran yang tak terlihat disebut dengan radiasi ultra violet dan radiasi infra merah. Sama halnya dengan itu, pemimpin samawi, baik seorang nabi atau imam, selain melakukan pembinaan undang-undang syariat -melalui ucapan, tindakan, pembelajaran dan pendidikan reguler- dia juga melakukan pembinaan ruhani melalui ilfiltrasi maknawi ke dalam hati dan pikiran manusia, hal itu bisa juga disebut sebagai pembinaan cipta atau pembinaan secara eksistensial. Dalam pembinaan yang terakhir ini, tidak ada lagi huruf, kata, kalimat, ucapan atau pun perbuatan, yang efektif di sini hanyalah gravitasi internal.
Wujud penuh berkah Imam Mahid af di balik awan gaib juga mempunyai dampak semacam ini, melalui pancaran cahayanya yang kuat dan luas beliau menarik hati-hati yang siap, baik jauh maupun dekat, dengan itu beliau membina mereka sampai menjadi manusia yang sempuma. Kita melihat kutub magnetik bumi dengan mata kepala, tapi pengaruhnya tampak pada jarum-jarum kompas yang menjadi panduan bagi kapal, pesawat di udara, dan lain-lain di sahara serta angkasa. Berkah gelombang ini dirasakan di seluruh penjuru bumi, sehingga jutaan musafir dapat menempuh perjalanannya sampai tujuan. Kendaraan-kendaraan besar dan kecil terselamatkan berkat panduan jarum-jarum yang kelihatan kecil ini.
Dengan demikian, kenapa heran jika keberadaan penuh berkah Imam Mahdi af pada masa gaib memberi hidayah kepada pikiran dan jiwa yang dekat maupun jauh dengan gelombang-gelombang gravitasinya serta menyelamatkan mereka dari kebingungan? Tentunya jangan lupa bahwa gelombang-gelombang magnetik bumi tidak berpengaruh pada besi-besi yang tidak berharga, melainkan berpengaruh hanya pada jarum-jarum lembut yang sensitif dan mempunyai karakteristik feromagnetik serta kesesuaian dengan kutub pengirim gelombang magnetik. Maka itu, hati-hati yang berhubungan dengan Imam Mahdi af dan mempunyai kesesuaian tertentu dengan beliau pasti terkena daya tarik ruhani beliau.
Dampak-dampak keberadaan penuh berkah Imam Mahdi af sangatlah banyak dan tidak mungkin untuk dijelaskan dalam kesempatan yang terbatas sekali. Di sini kami cukupkan sampai sekian, dan Alhamdulillah para peneliti muslim telah menjelas kannya secara panjang lebar dalam karya tulis mereka, kami sarankan kepada yang berminat untuk menelaahnya.
CATATAN:
[1] Lihat: QS. Al-Kahfi (18): 71-82.
[2] Kamal Al-Din, Syaikh Shaduq, bah 45, hadis no. 4, hal. 485.
[3] Bihar Al-Anwar, jld. 52, hal. 93 dinukil dari kitab di atas.
(Al-Hassanain/Erfan/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email