Oleh: Ismail Amin*
Al-Qur’an adalah Kalamullah (firman-firman Allah Swt) yang menjadi mukjizat kenabian terakhir Nabiullah Muhammad Saw yang menyempurnakan dan menjadi pelengkap kitab-kitab Samawi sebelumnya. Sebagai penyempurna, kitab suci terakhir yang memuat ajaran-ajaran Ilahiah yang berlaku sampai akhir zaman, maka sudah semestinya Al-Qur’an menjadi kitab suci yang bebas dari segala bentuk tahrif (perubahan). Allah Swt sendiri menjamin kesucian Al-Qur’an dari berbagai bentuk perubahan, baik penambahan maupun pengurangan dengan berfirman, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al-Hijr: 9). Kesucian Al-Qur’an dari perubahan adalah keyakinan semua umat Islam sejak generasi awal sampai hari ini, sementara pandangan yang menyebutkan Al-Qur’an mengalami perubahan baik itu berupa penambahan maupun pengurangan, maka itu pandangan yang batil dan bertentangan dengan aqidah Islamiyah sendiri. Syaikh Shaduq rahimahullah, salah seorang ulama besar Syiah (w. 381 H) dalam kitabnya “Al-I’tiqād fi Din al-Imāmiyah” halaman 59 menulis, “Akidah kami (penganut mazhab Imamiyah) mengenai Al-Qur’an yang diturunkan untuk Nabi Muhammad Saw, tidak mengalami sedikitpun perubahan. Barangsiapa yang mengatakan bahwa kami meyakini Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw lebih banyak dari Al-Qur’an yang ada saat ini, maka dia adalah pendusta.”
Setiap yang mengaku muslim, tidak ada satupun yang tidak pernah bersentuhan dengan Al-Qur’an disepanjang hidupnya. Mencintai Al-Qur’an adalah bagian dari hidup seorang muslim yang tidak terpisahkan. Sejak lahir, dikeluarga muslim, sang bayi akan diperdengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an pada saat ia diaqiqah atau momen hari kesyukuran atas kelahirannya. Ketika hadir di majelis-majelis yang memperingati hari-hari penting Islam (Maulid, Isra Mi’raj, Nuzulul Qur’an dan lain-lain). Ketika bulan Ramadhan, khususnya pada malam-malam Qadr, membacanya dalam shalat, ketika malam dan hari Jum’at, membaca di rumah-rumah, di pesta pernikahan, membacanya didalam perjalanan atau paling minimal, sengaja menghafal surah-surah pendek untuk mengusir syaitan dan menolak bala. Intinya, betapa Al-Qur’an dengan hidup seorang muslim itu sangat dekat, sehingga mushaf Al-Qur’an menjadi properti yang wajib ada disetiap rumah kaum Muslimin, yang semuanya meyakini, membaca Al-Qur’an mengandung fadhilah/keutamaan yang sangat besar.
Untuk lebih mendapatkan manfaat Al-Qur’an dan fadhilah yang lebih besar ketika membacanya, ada baiknya kita memenuhi adab-adab dalam membaca Al-Qur’an sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur’an sendiri dan sebagaimana yang disampaikan oleh Nabiullah Muhammad Saw dan para Aimmah As.
Keutamaan Membaca Al-Qur’an
Untuk memotivasi diri agar termasuk golongan yang akrab dengan Al-Qur’an, maka yang terlebih dahulu dilakukan, adalah mengetahui fadhilah dan keutamaan membaca Al-Qur’an.
Membaca Al-Qur’an adalah perintah langsung dari Allah Swt, yang menunjukkan adanya hikmah besar yang terkandung dibalik perintah tersebut. Allah Swt berfirman. “فَاقْرَؤُوا ما تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ” Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (Qs. Al-Muzammil: 20). Prinsip ibadah yang diperintahkan dalam Islam, adalah semakin mudah amalan yang diperintahkan, semakin menunjukkan pentingnya dan besarnya keutamaan ibadah tersebut di sisi Allah Swt. Shalat misalnya, Allah Swt memberikan kemudahan-kemudahan dalam pelaksanaannya, jika tidak bisa berdiri, maka dibolehkan melaksanakannya dengan duduk, berbaring dan seterusnya. Jika tidak bisa menggunakan air yang disebabkan kondisi tertentu, maka dibolehkan bertayammum. Kemudahan-kemudahan tersebut diberikan, karena Allah Swt menghendaki agar amalan shalat tidak ditinggalkan disebabkan besarnya fadhilah yang terkandung di dalamnya. Shalat adalah amalan pertama di hari dihisabnya amal-amal dan shalat pulalah yang menjaga keterikatan batin seorang hamba dengan Khaliknya. Demikian juga dengan membaca Al-Qur’an. Allah Swt memerintahkan agar membaca yang mudah dari Al-Qur’an, agar membaca Al-Qur’an tersebut jangan sampai ditinggalkan. Allah Swt berfirman, “. Sungguh telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan. Adakah orang yang mau ingat?” (Qs. Al-Qamar: 17). Membaca Al-Qur’an adalah tarikat untuk senantiasa mengingat Allah Swt dalam setiap keadaan.
Fadhilah lainnya dari membaca Al-Qur’an sebagaimana yang disampaikan Nabiullah Muhammad Saw kepada sahabatnya, Salman al Farisi Ra. Nabi Saw bersabda, “Wahai Salman, bacalah Al-Qur’an, karena bacaan Al-Qur’an dapat menjadi kafarah/pelebur dosa-dosa, menjadi hijab/penghalang antara manusia dengan api neraka dan menjadi penyebab amannya seseorang dari azab Ilahi.” (Bihār al-Anwār, jld. 89, hlm. 17).
Ketika Nabi Muhammad Saw ditanya mengenai amalan yang dapat menjaga dan meningkatkan keimanan kepada Allah Swt, beliau Saw menjawab, “Bacalah Al-Qur’an pada setiap keadaan.” (Bihār al-Anwār, jld. 66, hlm. 392).
Mengenai keutamaan membaca Al-Qur’an, Imam Ja’far as-Shadiq As berkata, “Al-Qur’an adalah surat yang dikirim Allah Swt untuk hamba-hambaNya. Karenanya sudah semestinya setiap Muslim membacanya minimal 50 ayat setiap harinya.”
Waktu-waktu yang Utama untuk Membaca Al-Qur’an
Allah Swt memberikan pahala setiap seorang muslim membaca Al-Qur’an, kapanpun itu. Namun Allah Swt menyampaikan adanya waktu-waktu yang khusus yang ketika membaca Al-Qur’an di waktu-waktu itu pahala dan keutamaannya jauh lebih besar. Diantara waktu-waktu utama untuk membaca Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
Bulan Ramadhan
Imam Baqir As berkata, “Segala sesuatu memiliki musim semi, dan musim semi Al-Qur’an adalah bulan Ramadhan.” (Wasail al-Syiah, jld. 4, hlm. 852).
Nabi Muhammad Saw bersabda, “Barangsiapa yang membaca satu ayat dari Al-Qur’an pada bulan Ramadhan, seperti seseorang yang membaca keseluruhan Al-Qur’an pada bulan-bulan lainnya.” (Amali Shaduq, hlm. 95).
Dari sabda Rasulullah Saw diatas menunjukkan besarnya perbandingan antara membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan dengan bulan selainnya. Membaca satu ayat Al-Qur’an dalam bulan Ramadhan disamakan pahala dan kedudukannya dengan membaca satu Al-Qur’an penuh yang dibaca diluar bulan Ramadhan. Belum lagi ketika membacanya pada malam al-Qadr, salah satu malam di bulan Ramadhan yang beribadah di dalamnya lebih utama dari ibadah selama 1000 bulan, maka tentu keutamaannya jauh lebih berlipat ganda lagi.
Setelah Melaksanakan Shalat Wajib
Disunnahkan dan sangat diutamakan bagi setiap muslim sehabis mendirikan shalat 5 waktu yang wajib untuk berzikir, berdoa dan membaca Al-Qur’an. Hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan amalan ini dirangkum dalam kitab ‘Urwatu al-Wutsqa, jilid 1 halaman 332. Dan juga para ulama marja taklid sangat menekankan hal ini karena besarnya keutamaan membaca Al-Qur’an sehabis mendirikan shalat fardhu. Diantara karakteristik muslim Syiah sebagaimana yang dijabarkan Imam Shadiq As, adalah membaca minimal 50 ayat Al-Qur’an setiap harinya. Karena itu para ulama menganjurkan, jika terjebak dalam kesibukan harian, dan untuk mempermudah maka setidaknya membaca 10 ayat Al-Qur’an setiap habis mendirikan shalat 5 waktu, sehingga dalam sehari semalam, sunnah membaca 50 ayat Al-Qur’an tidak ditinggakan.
Disepertiga Malam
Membaca Al-Qur’an dipertigaan malam mengandung keutamaan dan fadhilah yang sangat besar dan juga memberi pengaruh positif yang sangat membekas pada kondisi ruhaniah pembacanya. Membaca Al-Qur’an pada sepertiga malam adalah perintah langsung Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw, “Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit atau lebihkan dari seperdua itu, ban bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (Qs. al-Muzammil: 1-4). Pada ayat ke-enam Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.”
Membaca Al-Qur’an disepertiga malam atau lebih masyhur dikenal dengan waktu sahur, dikatakan waktu yang tepat untuk khusyuk dan waktu itu bacaan Al-Qur’an jauh lebih berkesan karena kita melakukannya dalam keheningan, disaat kebanyakan manusia memilih tetap terlelap dalam tidurnya. Sehingga amalan yang dilakukan dalam kesendirian inipun lebih menjauhkan seorang muslim dari sifat riya.
Pada Malam dan Hari Jum’at
Bejibun hadits dari Rasulullah Saw dan Maksumin As mengenai keutamaan malam dan hari Jum’at termasuk dilipatgandakannya pahala dari amalan-amalan saleh yang dilakukan didalamnya, termasuk membaca Al-Qur’an. Bahkan sejumlah hadits dari Rasulullah Saw secara khusus memaparkan keutamaan beberapa surah pilihan yang memiliki keutamaan besar ketika dibaca pada malam dan hari Jum’at. Seperti membaca surah al-Kahfi, Yasin, al-Waqiah dan lain-lain.
Adab Membaca Al-Qur’an
Untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar dari amalan membaca Al-Qur’an, sudah semestinya kita memperhatikan dan mengamalkan adab-adab ketika membacanya. Diantaranya sebagai berikut:
Dalam Keadaan Suci
Sangat diutamakan ketika membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci yaitu memiliki wudhu. Imam Ali bin Abi Thalib As berkata, “Ketika seorang hamba tidak memiliki wudhu, maka janganlah membaca Al-Qur’an sampai kemudian dia mengambil wudhu terlebih dahulu.” (Bihār al-Anwār, jld. 10, hlm. 105).
Bersiwak (Menyikat Gigi) Sebelum Membaca Al-Qur’an
Imam Ali As berkata, “Mulut kamu adalah jalan keluarnya bacaan Al-Qur’an, karena itu bersihkanlah terlebih dahulu dengan siwak, sebelum engkau membacanya.” (Man Lā Yahdhuru al-Faqih, jld. 1, hlm. 81).
Membaca dengan Suara yang Indah
Rasulullah Saw bersabda, “Bacalah Al-Qur’an dengan suara yang indah, sebab suara yang indah semakin menambah keindahan Al-Qur’an.” (‘Uyun Akhbār al-Ridhā, jld. 2, hlm 69).
Pada hadits yang lain Rasulullah Saw bersabda, “Bacalah Al-Qur’an dengan lahn Arab dan suara yang indah.” (Al-Kāfi, jld. 2, hlm. 614).
Menghadap Kiblat
Disaat membaca Al-Qur’an, diutamakan menghadap kiblat dan dalam keadaan tuma’ninah, baik itu berdiri, maupun duduk. (‘Urwatu al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 548). Meski dianjurkan tu’maninah (kondisi tubuh dalam keadaan tenang) namun melakukannya dengan bersandar di dinding bukan sesuatu yang dilarang, dan tidak pula dianggap makruh.
Membaca dengan Mushaf
Membaca dengan menggunakan mushaf lebih diutamakan dan mengandung pahala yang lebih besar. Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada yang lebih sulit bagi Syaitan dari menggoda manusia selain ketika membaca Al-Qur’an, itupun ketika membacanya dengan mushaf dan memusatkan pandangannya pada mushaf.” (Bihār al-Anwār, jld. 92, hlm. 202).
Ishaq bin Ammar bertanya kepada Imam Ja’far as-Shadiq As, “Saya menghafal Al-Qur’an, apakah membacanya dengan mushaf lebih baik atau membacanya dengan hafalanku?”.
Imam Ja’far As menjawab, “Membacanya dengan mushaf jauh lebih baik. Apakah engkau tidak mendengar, memandang kepada tulisan Al-Qur’an adalah amalan ibadah?.” (Mahajatah al-Baidhāh, jld. 2, hlm. 231).
Membaca Do’a Sebelum Tilawah
Imam Ja’far as-Shadiq As diriwayatkan setiap hendak memulai membaca Al-Qur’a, ia membaca doa terlebih dahulu:
أَللهُمَّ اِنّی أَشْهَدُ أَنَّ هذا کِتابُکَ المُنَزَلُ مِنْ عِنْدِکَ عَلی رَسولِکَ محمّد بن عبدالله، وَ کَلامُکَ النَّاطِقُ عَلی لِسانِ نَبِیِّکَ، جَعَلْتَهُ هادِیاً مِنْکَ اِلی خَلْقِکَ وَ حَبْلاً مُتَّصِلاً فیما بَیْنَکَ وَ بَیْنَ عِبادِکَ. أَللهمَّ إِنّی نَشَرْتُ عَهْدَکَ وَ کِتابَکَ، اللهمَّ فَاجْعَلْ نَظَری فیهِ عِبادَةً، وَ قِرائَتی فِیهِ فِکْراً، وَ فِکْری فیهِ اعْتِباراً، وَاجْعَلْنی مِمَّنِ اتَّعَظَ بِبَیانِ مَواعِظِکَ فیهِ وَاجْتَنَبَ مَعاصیکَ، وَ لا تَطْبَعْ عِنْدَ قِرائَتی عَلی سَمْعی، وَ لا تَجْعَلْ عَلی بَصَریی غِشاوَةً، وَ لا تَجْعَلْ قِرائَتی قِرائَةً لا تَدَبُّرَ فیها، بَلِ اجْعَلْنی أتَدَبَّرُ آیاتِهِ وَ أَحْکامَهُ، آخِذاً بِشَرائِعِ دینِکَ، وَ لا تَجْعَلْ نَظَری فیهِ غَفْلَةً وَ لا قِرائَتی هَذَراً، إِنَّکَ أَنْتَ الرَّؤُوفُ الرَّحیمُ.
(Makārim al-Akhlāq, hlm. 343).
Membaca Doa Isti’ādzah dan Basmalah
Sebelum membaca Al-Qur’an disunnahkan untuk mengawalinya dengan membaca Isti’adzah terlebih dahulu, yaitu A’udzu billahi min asySyaithanirrajim, dengan maksud untuk meminta perlindungan dari Allah Swt agar tidak dipengaruhi dan terhindar dari tipudaya/was-was Syaitan ketika membaca Al-Qur’an. Setelah itu dilanjutkan dengan membaca Basmalah. Allah Swt berfirman, “Apabila kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (Qs. An-Nahl: 98).
Membaca dengan Tartil
Yang dimaksud membaca dengan tartil adalah memenuhi kaidah tajwid dari bacaan Al-Qur’an. Yaitu tidak membacanya dengan tergesa-gesa, sehingga melalaikan kaidah-kaidah tajwid seperti panjang pendeknya harakat dan lafadz huruf, waktu-waktu harus berhenti dan seterusnya. Membaca dengan tartil adalah perintah langsung dari Allah Swt. Allah Swt berfirman, “…bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (Qs. al-Muzammil: 4).
Imam Ja’far as-Shadiq As berkata, “Janganlah membaca Al-Qur’an dengan tergesa-gesa, melainkan bacalah dengan tartil (perlahan-lahan). Ketika kau membaca ayat yang menceritakan mengenai surga, maka berhentilah dan berdoalah agar Allah Swt memasukkanmu ke dalam surga. Begitupun ketika engkau membaca ayat mengenai siksa api neraka, berhentilah sejenak, dan mohonlah kepada Allah Swt agar engkau dihindarkan dari siksa api neraka.” (Ushul al-Kāfi, jld/ 2, hlm. 617).
Fokus dan Tadabbur
Dengan memahami dan menyadari bahwa bacaan Al-Qur’an adalah firman-firman Allah Swt yang seolah-oleh berbincang langsung dengan kita, maka sudah semestinya ketika membaca Al-Qur’an harus dibarengi kesadaran penuh, fokus dan penuh keseriusan sehingga bisa mentadabburi bacaan Al-Qur’an dengan baik. Dengan seolah-olah berbincang dengan Allah Swt maka disaat membaca Al-Qur’an tidak dilakukan dengan bermain-main, sikap santai, dan sambil berbicara dengan orang lain.
Allah Swt berfirman, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supayamereka merenungkan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Qs. Shad: 29).
Imam Ali bin Abi Thalib As berkata, “Tidak ada kebaikan pada bacaan Al-Qur’an yang tidak disertai dengan tadabbur.” (Bihār al-Anwār, jld. 2, hlm. 49).
Mendapatkan manfaat yang lebih besar dari bacaan Al-Qur’an bergantung dari bacaan yang disertai dengan tadabbur dan kemampuan untuk fokus pada bacaan. Namun bukan berarti bahwa jika seseorang bukan ahli tadabbur, maka dia tidak mendapatkan manfaat dari bacaannya. Siapapun yang membaca Al-Qur’an dengan niat Lillahi Ta’ala akan mendapatkan manfaat dan keberkahan dari bacaannya, namun bagi yang membacanya disertai dengan tadabbur dengan merenungkan ayat-ayatnya maka manfaat dan keberkahan yang didapatnya jauh lebih besar dan lebih sempurna.
Bersih dari Riya
Hal yang terpenting dari adab membaca Al-Qur’an adalah ketulusan niat. Amalan yang tidak disertai keikhlasan karena Allah Swt maka amalan tersebut tidak memiliki arti dan akan sia-sia. Ikhlas adalah ruh dari ibadah, termasuk ruh dari amalan membaca Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an harus diniatkan Lillahi Ta’ala, bukan karena hendak dipuji orang lain sebagai orang yang saleh, sebagai qari yang memiliki bacaan dengan suara yang merdu ataupun niat-niat yang ternodai hasrat besar meraup keuntungan materi.
Imam Ja’far as-Shadiq As berkata, “Barangsiapa yang membaca Al-Qur’an karena hendak mendapatkan sesuatu dari manusia, maka kelak di hari Kiamat dia akan datang dalam keadaan wajahnya tidak memiliki daging.” (Tsawāb al-A’māl, hlm. 280).
Menaaati Perintah-perintah dalam Al-Qur’an
Kewajiban yang terpenting terkait dengan Al-Qur’an, adalah mengamalkan perintah-perintah yang termaktub dalam Al-Qur’an termasuk menjauhi hal-hal yang dilarang.
Allah Swt berfirman, “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu..” (Qs. Al-A’raf: 3).
Pada bagian lain, “Dan Al-Qur’an itu adalah kitab penuh berkah yang Kami turunkan (kepadamu), maka ikutilah kitab ini dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat..” (Qs. Al-An’am: 155).
Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah beriman kepada Al-Qur’an, yang menghalalkan apa yang diharamkan.” (Bihār al-Anwār, jld. 74, hlm. 161).
Imam Hasan al Mujtaba As berkata, “Sedekat-dekatnya manusia dengan Al-Qur’an adalah yang mengamalkannya, meskipun tidak menghafal ayatnya. Dan sejauh-jauhnya manusia dengan Al-Qur’an adalah yang tidak mengamalkannya, meskipun ia telaten membacanya.” (Arsyād al-Quluub, jld. 1, hlm. 79).
Membaca doa Khatamul Qur’an
Setiap selesai membaca Al-Qur’an, disunannahkan untuk membaca do’a penutup Al-Qur’an. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As meriwayatkan bahwa setiap Rasullah Saw habis membaca Al-Qur’an, beliau membaca doa berikut:
أَللهمَّ ارْحَمْنی بِالقرآنِ وَاجْعَلْهُ لی اِماماً وَ نُوراً وَ هُدًی وَ رَحْمَةً. أَللهمَّ ذَکِّرْنی مِنهُ ما نَسیتُ وَ عَلِّمْنی مِنهُ ما جَهِلْتُ، وَارْزُقْنی تِلاوَتَهُ آناءَ اللَّیلِ وَالنَّهارِ، وَاجْعَلْهُ حُجَّةً لی یارَبَّ العالمینَ.
(Bihār al-Anwār, jld. 92, hlm. 206).
Demikianlah diantara adab-adab membaca Al-Qur’an menurut ayat-ayat Al-Qur’an sendiri dan petunjuk dari Maksumin As.
Sebagai penutup, ada baiknya kita membaca pesan dari Imam Baqir As mengenai tiga golongan pembaca Al-Qur’an. Beliau As berkata, “Pembaca Al-Qur’an itu terbagi atas tiga golongan:
Pertama, yang membaca Al-Qur’an untuk popularitas, ia mendapatkan keuntungan dari raja dan pujian dari masyarakat.
Kedua, yang membaca Al-Qur’an bahkan menghafalnya, namun tidak mengamalkannya.
Ketiga, yang membaca Al-Qur’an dan ia menyembuhkan penyakit-penyakit hatinya dengan itu. (Amāli Shaduq, hlm 202).
_______________________________
*)[Studi di Jurusan Tafsir Al-Qur’an pada Program Pasca Sarjana Mostafa International University Qom, Republik Islam Iran]
(Erfan/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email