Setelah Allah swt. memuliakan Nabi-Nya dan menghinakan kaum kafir Quraisy, Nabi saw. menyadari bahwa program kaum Muslimin tidak akan berjalan lancar, negara Islam tidak akan damai, dan kalimat Tauhid tidak akan terangkat tinggi di muka bumi ini selama kekuatan Yahudi sebagai musuh besar Islam dari sejak dulu hingga saat itu masih bercokol. Pusat kekuatan dan eksistensi mereka berbasis di benteng Khaibar. Benteng ini juga berfungsi sebagai pusat produksi senjata modern pada masa itu. Di antaranya, manjanik yang mampu menembakkan peluru-peluru api. Ketika itu Yahudi adalah sebuah kekuatan yang siap membantu setiap golongan yang ingin memerangi Islam dengan memasok berbagai senjata mulai dari pedang, panah, hingga prisai.
Nabi saw. memerintah pasukan muslimin agar melakukan serangan terhadap benteng Khaibar. Ia menyerahkan komando pasukan kepada Abu Bakar. Ketika Abu Bakar tiba di benteng Khaibar dengan pasu-kannya, orang-orang Yahudi melemparinya dengan manjanik sehingga Abu Bakar dipukul mundur dan kembali dengan ketakutan dan gemetar. Pada hari kedua, Rasulullah saw. menyerahkan komando pasukan kepada Umar bin Khattab. Ternyata Umar pun tidak berbeda dengan sahabatnya itu. Ia kembali dengan membawa kegagalan. Selama benteng Khaibar tetap tegar dan tertutup rapat, tak seorang pun akan berhasil menguasai benteng tersebut.
Setelah muslimin tidak mampu menumbangkan benteng Khaibar dan kepemimpinan Abu Bakar dan Umar dianggap gagal, Nabi saw. mengumumkan bahwa ia akan mengangkat seorang komandan perang yang dengan tangannya Allah swt. akan memberikan kemenangan. beliau bersabda: “Besok, aku akan memberikan bendera komando perang kepada seorang laki-laki yang mencintai Allah swt. dan Rasul-Nya. Pun sebaliknya, Allah dan Rasul-Nya mencintainya. Dia tidak akan mundur sampai Allah memberikan kemenangan kepadanya.”
Mendengar maklumat tersebut, Muslimin tidak sabar lagi ingin segera tahu siapakah komandan pasukan yang kepadanya Allah akan menganugerahkan kemenangan itu. Mereka tidak menduga bahwa dia adalah Ali bin Abi Thalib as., karena pada saat itu Ali as. sedang men-derita sakit mata.
Ketika sinar matahari pagi mulai menyingsing, Nabi saw. memanggil Ali as. sementara kedua matanya dibalut dengan kain. Setelah berada di hadapan Nabi saw., ia melepaskan kain pembalut itu dari kedua mata Ali as. Lalu Nabi saw. memoleskan ludahnya di kedua matanya. Seketika itu juga mata Ali as. sembuh. Rasulullah saw. berkata: “Hai Ali, ambillah bendera ini sehingga Allah memberikan kemenangan kepadamu!”
Pejuang Islam itu menerima bendera komando tersebut dari Nabi saw. dengan tekad yang kuat membaja dan gagah perkasa. Imam Ali as. bertanya kepada Rasulullah saw.: “Apakah aku perangi mereka sampai mereka memeluk Islam?”
Nabi saw. menjawab: “Laksanakanlah tugas ini sampai engkau dapat menundukkan mereka. Lalu ajaklah mereka kepada Islam. Beritahukan kepada kewajiban-kewajiban mereka. Demi Allah, jika Allah memberikan petunjuk kepada seorang saja dari mereka melalui tanganmu, niscaya hal itu lebih baik bagimu daripada memiliki unta merah.”
Sang panglima perang, Ali as., segera melakukan serangan dengan gagah berani. Tak sebersit pun rasa takut dan gentar tergores di dalam hatinya. Ia mengangkat bendera komando itu tinggi-tinggi menuju ben-teng Khaibar. Ia berhasil mencabut pintu benteng Khaibar dan meng-gunakannya sebagai perisai untuk menangkal serangan kaum Yahudi. Pasukan Yahudi pun merasa gentar ketakutan dan pucat pasi.
Gerangan ksatria manakah ini?! Ia mampu membongkar pintu benteng Khaibar dan menjadikannya sebagai perisai! Padahal pintu itu tidak dapat dibongkar oleh kurang dari empat puluh orang kuat. Bagaimana mungkin pintu itu dapat dicopot oleh satu orang saja! Sungguh hal itu merupakan keajaiban yang sangat menakjubkan.
Imam Ali as. Menaklukkan Marhab
Marhab adalah seorang ksatria Yahudi yang gagah berani. Ia menantang Imam Ali as. untuk bertanding. Marhab maju dengan mengenakan penu-tup wajah sebagai pelindung buatan Yaman dan batu berlobang yang ia letakkan di kepalanya seraya bersyair:
Khaibar tahu akulah Marhab.
Penghunus pedang pahlawan tangguh.
Bagai singa kekar menyerang musuh.
Segera Imam Ali as. menyambut. Ia kenakan jubah berwarna merah. Se-bagai balasan atas syair Marhab, ia bersyair:
Akulah yang dinamai oleh ibuku Haidar.
Sang pemberani dan singa tak gentar.
Singa penerkam musuh bak halilintar.
Kedua lenganku terbuka lebar kekar.
Kekar dan tangguh bak singa hutan keluar.
‘Kan kutebas setiap batang leher pengingkar.
‘Kan kuperangi mereka untuk yang benar.
‘Kan kuperangi mereka dengan pedangku yang tegar.
Tak seorang perawi pun yang berbeda pendapat bahwa syair tersebut adalah syair Imam Ali as. Dalam bait-bait syairnya itu, Imam Ali as. menjelaskan kegagahan, kekuatan, ketangkasan, keberanian, dan ketega-rannya dalam menghadapi orang-orng kafir dan para pembangkang.
Imam Ali as. maju mengarah Marhab dengan keberanian yang luar biasa. Begitu cepatnya menyayunkan pedangnya ke atas kepala Marhab hingga menembus penutup kepalanya. Marhab pun terhuyung jatuh ke atas tanah dengan darah yang bersimbah. Kemudian ia menyeret mayat Marhab dan membiarkannya terkapar menjadi mangsa binatang-binatang buas dan burung-burung pemakan bangkai. Dengan itu, Allah swt. telah menetapkan kemenangan yang gemilang bagi Islam. Benteng Khaibar telah ditaklukkan dan Allah telah menghinakan kaum Yahudi. Pepera-ngan berakhir. Di sanalah Imam Ali as. memberikan pelajaran keberanian yang senantiasa dikenang di sepanjang sejarah.
(Prajurit-Al-Mahdi/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email