Pesan Rahbar

Home » » Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) Di Mata Media Luar Negeri

Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) Di Mata Media Luar Negeri

Written By Unknown on Friday 11 March 2016 | 04:36:00


Peristiwa 30 September 1965, yang ketika Orde Baru disebut dengan G30S/PKI, menjadi perhatian khusus dunia. Posisi Indonesia sebagai "bandul" Asia Tenggara dan perang dingin antara Blok Timur dan Barat membuat dunia menaruh perhatian khusus terhadap apa yang terjadi di Indonesia, 50 tahun lalu itu.

Peneliti Jerman, Bern Schaefer, dalam buku 1965 Indonesia and The World, antara lain menuliskan tentang berita yang ditampilkan Republik Federal Jerman (Jerman Barat) dan Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur) tentang peristiwa yang terjadi di Indonesia tersebut.

Kantor berita Jerman Barat, Deutsche Presse-Agentur (DPA), pada 30 September 1965 memiliki seorang wartawan di Jakarta, yaitu Ulrich Grudinski. Schaefer menulis, Grudinski pada 8 Oktober 1965 melaporkan langkah Pemuda Muslim dan Pemuda Kristen yang menyerbu markas Partai Komunis Indonesia (PKI) di Jakarta. Laporan Grudinski tersebut dipakai oleh media berbahasa Jerman di Jerman dan Swiss.

Sementara itu, Konsulat Jerman Timur memiliki wartawan bernama Fett. Dalam laporan awal, Fett membenarkan Gerakan 30 September sebagai tindakan antisipasi untuk mencegah kudeta para Jenderal. Fett kemudian juga melaporkan rangkaian pembunuhan yang terjadi setelah peristiwa itu.

Media di Perancis melaporkan peristiwa 30 September 1965 dengan lebih beragam, seperti aliran politik di negeri itu. Pada 1 Oktober, harian Le Monde, yang banyak menyuarakan kelompok kiri liberal, menuliskan tentang pembunuhan di Vietnam dan Indonesia serta pecahnya komunisme dalam dua kubu. Selanjutnya, pada 2 Oktober, Le Monde melaporkan adanya Dewan Revolusi yang menyatakan sebagai otoritas tertinggi di Indonesia dan tidak diketahuinya nasib Presiden Soekarno.

L'Humanite, yang sering disebut sebagai media kelompok komunis di Perancis, melaporkan tentang Jenderal Soeharto sebagai orang kuat anti komunis dari kubu kontra Gerakan 30 September. Adapun koran Le Figaro (golongan borjuis) menyebut Soeharto sebagai anti komunis.

Media Australia, The Age dan The Sun, tidak ketinggalan melaporkan hari-hari seputar Gerakan 30 September di Indonesia. Dalam buku 1965 Indonesia and The World dijelaskan, selama November 1965-Agustus 1966, The Sun menurunkan 175 laporan tentang Indonesia terkait Gerakan 30 September dan sesudahnya. Harian The Age dalam periode yang sama menurunkan 282 laporan dengan tema serupa.

Pada awal Oktober 1965, laporan utama The Sun adalah serangan TNI AD terhadap kelompok komunis. Pada periode yang sama, militer Australia juga memerangi kelompok komunis di Vietnam selatan bersama Amerika Serikat. Kolumnis The Sun, Douglas Wilkie, menuliskan serangan kelompok mahasiswa ke kantor Soebandrio (Kementerian Luar Negeri) serta beragam gerakan anti komunis di Jawa Tengah dan Kalimantan.

Peneliti Jepang, Shinzo Hayase, dari Universitas Waseda dalam seminar bertema "Indonesia Relation with the World: Japanese Studies 50 Years After 1965", pertengahan September lalu, di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, memaparkan reportase media Filipina, yaitu The Manila Times pada 2 Oktober 1965 hingga 1966. Halaman pertama berita The Manila Times edisi 2 Oktober 1965 berjudul "Kudeta Terhadap Soekarno Gagal".

Selanjutnya, pada 8 Oktober diterbitkan pesan Presiden Filipina saat itu, Diosdado Macapagal, kepada Presiden Soekarno yang dikirim pada 7 Oktober 1965. "Saya bahagia bahwa Anda (Soekarno) dalam keadaan baik. Saya sangat peduli dan berharap akan keberlangsungan kepemimpinan Anda dan Indonesia yang bersatu dalam hubungan persaudaraan yang hangat dengan Filipina. Sahabatmu, Dadong (nama panggilan Diosdado Macapagal)," demikian isi pesan itu.

Selanjutnya, pada 25 Oktober, The Manila Times menurunkan laporan tentang Kementerian Luar Negeri Filipina yang memuji pelarangan PKI sebagai kemenangan kebaikan atas kejahatan. Liputan pamungkas The Manila Times adalah tentang Supersemar.

Beragam laporan media asing itu menunjukkan beragamnya sikap dan pemahaman terhadap peristiwa 30 September 1965 di Indonesia berikut persoalan lain yang mengikutinya yang hingga kini sebagian di antaranya masih menjadi perdebatan.

(Kompas/Memobee/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: